SUKABUMIUPDATE.com - Warga di Kecamatan Surade tidak asing mendengar nama Eyang Santri Dalem atau Eyang Cigangsa. Konon, tokoh ini menjadi bagian dari cerita berdirinya Surade yang kekinian menjadi salah satu nama kecamatan di selatan Kabupaten Sukabumi.
Beberapa orang mencatat, Eyang Santri Dalem merupakan pendiri pondok pesantren pertama di Surade. Informasi ini setidaknya disampaikan oleh keturunan Eyang Santri Dalem yang hingga kini masih hidup dan menjadi tokoh bagi warga Pajampangan yakni Ki Kamaludin (72 tahun).
"Eyang Santri Dalem tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan Curug Cigangsa, dan Batu Suhunan atau Batu Masigit, yang kini dijadikan nama kampung, yakni Kampung Batu Suhunan," kata Ki Kamaludin kepada sukabumiupdate.com, Jumat (28/7/2023).
Baca Juga: Syair Cinta Abu Nawas untuk Sang Kekasih, Romantis Banget!
Ki Kamaludin menjelaskan bahwa Curug Cigangsa atau yang biasa disebut Curug Luhur yang berada di aliran sungai yang asalnya bernama Sungai Cikamuning kemudian sekarang disebut Sungai Cigangsa, merupakan tempat pertama yang ditemukan oleh Sunan Nalagangsa atau Eyang Santri Dalem.
"Perkiraan titimangsa tahun saka 11/3/1814 M. Sejak itulah Batu Suhunan, disebut juga Batu Masigit. Disebut Batu Masigit, karena dipakai acuan kiblat untuk salat berjamaah. Secara logika disebut Batu Masigit adanya erosi (kaseget atau maseget) dalam bahasa sunda artinya magawe, maseget, marerih. batu tersebut awalnya diatas, jadi bergeser ke bawah dasar air," ujarnya.
Menurut Ki Kamaludin, bentuk Batu Masigit yang diatas atau puncak, (batu disuhun) bentuknya masagi atau 3 dimensi, panjang 1,2 meter, lebar 0,8 meter, tinggi 0,8 meter, serta berat sekitar 8 meter kubik atau sama dengan 1, 2 ton.
Baca Juga: Tak Terawat, Gazebo di Curug Luhur Cigangsa Surade Sukabumi Ambruk
"Dengan warna hitam ke abu abuan, tingginya 7 meter dari dasar leuwi, berada 75 meter dari atas curug , dan 10 meter dari dasar leuwi atau kolam ke arah hilir. Batu Masigit atanapi Batu Suhunan adanya terjadi karena alam semata," ungkapnya.
Di balik keindahan Curug Cigangsa dan pesona Batu Masigit, Ki Kamaludin menyebut ada cerita mitos hingga mistis yang kental menyelimutinya.
"Cerita Batu Masigit hingga saat ini masih terdengar suara menggema yang azan. Dulu terkenal suara adzan Embah Samleg (anak buah Sunan Nalagangsa) hingga saat ini terdengar gema adzan pukul 12.00 WIB," tambahnya.
Baca Juga: 5 Karomah Mbah Moen, Bisa Melipat Waktu hingga Isyarat Meninggal Dunia
Makam Embah Samleg sendiri, kata dia, berada di Kampung Munjul Gandasoli Desa Banyumurni, dekat Desa Ciparay Kecamatan Jampangkulon.
Lebih lanjut Ki Kamaludin mengatakan, dalam cerita terkait batu masigit ini bahkan ada waktu-waktu pantangan atau larangan bagi warga atau pengunjung supaya tidak berlebihan atau mincrak. Hal itu karena setiap jamnya konon ada kegiatan mistis oleh sosok-sosok makhluk halus, dua diantaranya dikenal dengan nama Si Koleangkak dan Si Barid.
"Pada pukul 08.00 sampai 09.00 WIB pagi, sering terdengar yang sedang mencuci diatas batu sebelah timur (wetan), jangan mandi pada pukul 10.00 - pukul 12.00 di leuwi atau kolam. Pada jam jam tersebut Si Koleangkak sok mincrak dina leuwi bagian tengah," tuturnya.
Baca Juga: 11 Kebiasaan Sehat yang Bikin Panjang Umur, Salah Satunya Kurangi Stres!
"Si Barid pukul 11.00 WIB, suka nyelam atau teuteuleuman di leuwi bagian atas, pukul 12.00-13.00 WIB, main loncat dari atas batu. Pada pukul 13.00 WIB, mereka penghuni Sungai Cigangsa selesai bermain. Makanya jangan turun atau naik ke sungai, lebih baik istirahat dulu, atau salat. Pada pukul 13.00 WIB, biasanya penghuni mahluk halus parindah atau lingsir," tandasnya.