SUKABUMIUPDATE.com - Baru-baru ini publik dihebohkan dengan video diduga aksi perpeloncoan saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Diketahui, video tersebut terjadi di SMKN 1 Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi pada 20 Juli 2023 lalu.
Ratusan siswa yang menggunakan pakaian olahraga dipaksa untuk terjun ke kubangan lumpur persawahan. Dalam video juga dinarasikan banyak di antara siswa yang pingsan hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Kondisi tersebut disoroti oleh Pengamat Kebijakan Publik UMMI, Dr. Dian Purwanti. Dia mewaspadai adanya pelanggaran Undang-undang Perlindungan Anak saat perpeloncoan kepada siswa baru.
"Peristiwa perpeloncoan pada kegiatan MPLS yang menjurus pada tindakan bullying (perundungan) bahkan kekerasan fisik maupun non fisik, mestinya tidak perlu terjadi jika manajemen sekolah memegang teguh UU Sisdiknas dan mematuhi UU Perlindungan Anak. Kegiatan Pembaretan, tidak perlu bergaya militeristik, karena saat lulus dari sekolah ini siswa tidak lantas menjadi anggota militer," jelas Dian kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (22/7/2023).
Dia mengungkapkan, UU Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014 secara tegas melarang segala macam bentuk tindakan kekerasan ataupun perundungan kepada anak (siswa), baik oleh orang dewasa (guru dan tenaga kependidikan), orang tua, masyarakat, maupun sesama siswa.
"Oleh karenanya setiap pelaku akan dikenakan sanksi hukum pidana sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Seluruh komponen sekolah baik guru, siswa, alumni, orang tua, tenaga kependidikan, maupun masyarakat sekitar sekolah, tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan fisik maupun non fisik kepada peserta didik, ataupun memfasilitasi dan membiarkan terjadinya tidakan perundungan di lingkungan sekolah karena pendidikan itu sejatinya untuk memanusiakan manusia," ungkapnya.
Menurutnya apabila saat MPLS terjadi tindakan perundungan atau perpeloncoan bentuk fisik kepada siswa maka Kepala Sekolah harus bertanggungjawab sebagai pucuk pemimpin di lingkungan sekolah. Selain itu, guru pembina, pengawas pembina sekolah, dan Dinas Pendidikan juga harus turut bertanggungjawab dan mengambil sikap.
"Mestinya kegiatan MPLS berfungsi menyamakan persepsi seluruh peserta didik baru yang berasal dari sekolah berbeda, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan sistem pembelajaran di sekolah yang baru, sehingga tidak akan menghambat proses pembelajaran ketika kegiatan belajar mengajar telah berjalan efektif," ucap Dian.
Oleh sebab itu, kata dia, seluruh pihak memiliki kewajiban untuk mengawasi dan mengevaluasi kegiatan MPLS agar tidak terjadi lagi praktek perpeloncoan, perundungan terhadap peserta didik baru.
"Tegakkan hukum setegak-tegaknya jika terjadi pelanggaran hukum pada kegiatan MPLS. Jangan biarkan budaya kolonial mencemari pola fikir dan perilaku anak-anak zaman milenial," tegasnya.
Di samping itu, ada banyak macam kegiatan MPLS yang dapat dilakukan oleh sekolah. Misalnya pengenalan visi misi sekolah, tata tertib sekolah, sosialisasi anti perundungan, sistem pembelajaran, sistem penilaian, sistem remedial, pengenalan guru, tenaga kependidikan, pengenalan denah sarana prasarana sekolah, serta pengenalan organisasi siswa dan kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh sekolah.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Sekolah SMKN 1 Gunungguruh, Ai Sumarni buka suara terkait dugaan perpeloncoan saat MPLS. Menurutnya, kejadian tersebut merupakan kesalahpahaman antara pihak sekolah dan panitia MPLS. Dia mengatakan, ada lima pos yang disediakan panitia dan peristiwa dugaan perpeloncoan itu terjadi di pos tiga.
"(Niat awalnya) membahagiakan anak dengan game-game di setiap posnya. Itu yang kami rencakan di awal. Kemudian pada pos 3 ternyata ada kawan-kawan yang mungkin kurang menyimak penjelasan dari kami sehingga terjadi miskomunikasi dan anak-anak itu diminta untuk turun ke sawah, padahal itu di luar dari rencana kami," kata Ai.
Pihak sekolah nampaknya kecolongan atas peristiwa tersebut. Dia sempat membantah ada siswa yang pingsan akibat kegiatan MPLS, namun kemudian ia mengakui jika ada dua orang siswa sempat tak sadarkan diri.
"Anak-anak pingsan itu bukan karena anak-anak capek, sebetulnya bukan. Yang kecapean itu ada dua tapi sudah kami obati dan tidak jadi masalah. Tapi pingsan yang sampai ke rumah sakit itu yang tidak ikut kegiatan (MPLS) justru," ujarnya.
"Dia punya riwayat penyakit jantung dan kami sudah mengobatinya ke RS Betha Medika. Bahkan sampai pulang ke rumahnya, anak sudah sehat kembali," tandasnya.