SUKABUMIUPDATE.com - Tim dokter forensik RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi membuka hasil ekshumasi (pembongkaran makam) sekaligus autopsi jenazah bocah laki-laki kelas II sekolah dasar (SD) asal Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Korban yang masih berusia sembilan tahun ini meninggal pada 20 Mei 2023. Sebelumnya muncul dugaan korban tewas akibat mengalami pengeroyokan di lingkungan sekolahnya.
Kekinian, hasil ekshumasi dan autopsi tim dokter forensik RSUD R Syamsudin SH membantah semua dugaan penganiayaan yang dialami korban. Hal ini disampaikan Nurul Aida Fathia, dokter forensik yang memimpin jalannya proses ekshumasi dan autopsi. Aida menyatakan saat dilakukan ekshumasi dan autopsi pada 31 Mei 2023, kondisi jenazah korban telah mengalami pembusukan lanjut lantaran sudah 11 hari terhitung sejak dikuburkan.
Dalam pemeriksaannya, tim dokter forensik menemukan sejumlah luka pada tubuh korban. Namun, luka-luka ini bukanlah akibat kekerasan, melainkan diduga akibat tindakan medis.
"Itu (luka) memang ada, tapi luka tersebut merupakan akibat tindakan medis. Jadi ditemukan (luka) di punggung tangan akibat infus, kemudian di pergelangan tangan, lengan bawah, dan beberapa di lengan atas ada memar. Itu bisa akibat dari tindakan medis," kata Aida saat hadir dalam konferensi pers di Mapolres Sukabumi Kota, Senin malam, 10 Juli 2023.
Aida menyatakan temuan sejumlah luka itu merupakan hasil penelitian beberapa sampel yang diambil seperti wajah, dada, dan paru-paru. Sampel yang diambil dari jenazah korban ini adalah bagian yang oleh keluarga diduga terdapat tanda kekerasan. Berdasarkan pemeriksaan sampel paru-paru, dokter forensik menyatakan korban diduga mengalami gangguan pernapasan. Hasil pengecekan di laboratorium juga tidak menemukan adanya tanda kekerasan.
Baca Juga: Terima Hasil Autopsi, Polisi Belum Simpulkan Penyebab Kematian Siswa SD di Sukabumi
"Dari laboratorium kelihatan, tidak ada pendarahan di situ, dari otot tidak ada (pendarahan), dari kulit tidak ada. Artinya itu bisa menyingkirkan tanda kekerasan. Kemudian dicek juga organ-organ dalam karena kondisinya (jenazah) sudah membusuk, hanya ditemukan di paru-paru ada kondisi memang yang tidak bisa menyingkirkan penyakit. Jadi memang ada kondisinya, gangguan pada paru-paru atau gangguan napas," ujar dia.
Berdasarkan rangkaian pemeriksaan tersebut, Aida mengatakan tim dokter forensik menyimpulkan penyebab kematian korban mengarah kepada penyakit. Beberapa luka yang ditemukan pada tubuh korban tidak menyebabkan kematian karena luka hanya ditemukan di sekitar lengan. Aida menyatakan pada bagian lengan tak ada organ vital.
"Betul (meninggal karena sakit). Mengarahnya ke penyakit karena yang kami temukan di organ dalamnya pun mengarah ke penyakit yang ujungnya menyebabkan korban kekurangan oksigen atau mati lemas. Tapi penyakitnya apa, spesifiknya, tidak bisa dikonfirmasi lagi karena (jenazah) sudah membusuk lanjut," kata Aida.
Diketahui, korban mengembuskan napas terakhir di RSU Hermina pada Sabtu pagi, 20 Mei 2023, setelah melewati masa kritis. Sebelum dibawa ke RSU Hermina, keluarga sempat membawa korban ke RS Primaya Hospital Sukabumi.
Wakil Direktur Medis RSU Hermina Andreansyah Nugraha mengatakan korban sempat dirawat di rumah sakitnya selama empat hari sebelum dinyatakan meninggal. Saat itu korban datang ke RSU Hermina dengan keluhan sakit punggung (kaku), mulut (kaku), dan disertai batuk beberapa hari. Korban juga memiliki riwayat infeksi cairan pada telinga. Andreansyah mengatakan tim dokter ketika itu menduga korban mengalami tetanus.
"Saat itu kami curigai tetanus, makanya kami konfirmasi (apakah) ada riwayat trauma, tertusuk jarum atau benda tajam, atau adanya jejas yang berlebih. Kami tanya (kepada) pasien dan keluarga, jawabannya tidak ada riwayat," kata dia.
Andreansyah mengungkapkan pemeriksaan visum luar tidak menunjukkan adanya tanda-tanda luka pada tubuh korban. Begitu juga dengan hasil rontgen yang tidak menunjukkan adanya retakan atau patah tulang. Selama perawatan di RSU Hermina, kondisi korban terus memburuk sehingga dipindahkan dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) ke Ruang Intensive Care Unit (ICU) selama tiga hari. Dalam perawatan tersebut korban semakin kritis.
"Selama perawatan kemungkinan penyebab tetanus karena infeksi. Ini dibuktikan ada pemeriksaan laboratorium mengarah leukosit tinggi dan hasil rontgen ada tanda-tanda infeksi, ditambah di telinga ada cairan infeksi," ujarnya. "Infeksi berat bisa mengkibatkan koma atau penurunan kesadaran. Jadi penyebab kematian perjalanan dari penyakit yaitu tetanus berikut dengan infeksinya. Kita sudah informasikan juga kepada keluarga sebelum tindakan kegawatan. Meninggal pun kita konfirmasi lagi," imbuh Andreansyah.
Andreansyah Nugraha menduga korban tak mendapatkan imunisasi tetanus secara utuh. "Waktu itu kita tanyakan riwayat imunisasi. Ternyata (jawaban) dari orang tua memang riwayat imunisasinya tidak lengkap, cuma orang tua tidak tahu, tidak dilakukan imunisasi tetanus (lalu) ada infeksi tertentu tanpa ada trauma tertusuk itu bisa (tetanus)," katanya.