SUKABUMIUPDATE.com - Forum Masyarakat Tegalbuleud meminta kepada pihak Perumda ATE, PT Mehad Interbuana serta PT Sumber Suryadaya Prima (SSP) untuk mencarikan solusi terkait eks lokasi tambang pasir besi di Desa Tegalbuleud, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi.
Pasalnya area itu akan direklamasi dan dilakukan penataaan oleh Forum Masyarakat Tegalbuleud. Namun rencana itu tak dapat dilakukan sebab hingga kini di area tersebut masih ada gundukan pasir besi yang merupakan hasil produksi tambang. Kemudian lubang-lubang bekas galian tambang yang terbengkalai karena aktivitas tambang di area itu berhenti sejak 2014.
"Warga Desa Tegalbuleud berharap pihak perusahaan segera mengambil langkah supaya lahan tempat gundukan pasir besi tersebut bisa direklamasi atau ditata," kata Sekretaris Desa Tegalbuleud Romansyah, Kamis (8/6/2023).
Keberadaan tambang pasir besi itu bermula sejak 2012, Perumda ATE Kabupaten Sukabumi membeli lahan warga untuk dijadikan tambang pasir besi. Dari total 26 hektar yang dibeli, hanya 15,6 hektar yang dimanfaatkan untuk penambangan, sementara 10,4 hektar tidak ditambang karena kondisinya persawahan.
Berdasarkan kerja sama dengan Perumda ATE Kabupaten Sukabumi, PT Mehad Interbuana kemudian melakukan penambangan di lokasi tersebut. Namun kemudian diketahui hanya berjalan dua hingga tiga tahun. Aktivitas penambangan yang berhenti sejak 2014 itu dilakukan di dekat Pantai Tegalbuleud.
Baca Juga: Cerita Gunung Jayanti Sukabumi dan Ramalan Datangnya Ratu ke Tujuh
Sesuai Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terbit pada 2009, eksploitasi di lokasi tersebut sebenarnya ada pada IUP PT Sumber Suryadaya Prima (SSP). Namun, berdasarkan kerja sama dengan Perumda ATE, PT Mehad Interbuana malah melakukan tambang di lahan itu.
Romansyah mengaku dirinya mengetahui luas lahan yang dibeli oleh Perumda ATE ketika pihak Bank Mayapada datang ke kantor desa dengan tujuan melakukan verifikasi terkait lahan tersebut yang diduga dijaminkan oleh PT Mehad.
Menurut dia, bank tersebut dua kali datang ke kantor Desa Tegalbuleud. Yang pertama sekitar bulan Mei tahun 2019 dengan tujuan melakukan verifikasi dengan mengundang warga masyarakat yang pernah menjual lahan atau tanah ke Perumda ATE.
Lalu yang kedua kalinya itu pihak bank datang pada tanggal 20 Juli 2022, dengan tujuan memperlihatkan bukti-bukti kepemilikan tanah perusahaan yang dijadikan jaminan ke Bank Mayapada.
Mengenai berapa besarannya pinjaman ke Bank Mayapada, Romansyah tidak tahu.
Ketika itu, surat-surat kepemilikan tanah yang dibawa pihak bank ternyata kurang tepat saat diverifikasi ke lokasi yang ditambang. Mengenai hal itu Romansyah tidak ingin ikut campur sebab merupakan ranah perusahaan dengan bank.
Baca Juga: 62 Daftar SMP dan MTs Terbaik di Kabupaten Sukabumi
Sebab yang saat ini Forum Masyarakat Tegalbuleud harapkan, kata Romansyah yakni perusahaan dapat menjual pasir besi yang saat ini masih ada di area tersebut, apabila sudah bisa dijual perusahaan agar membaginya untuk upaya reklamasi.
"Kewenangan penjualan pasir besi ada di Bumdes, Perumda ATE, PT Mehad Interbuana yang harus bekerjasama dengan PT SSP sebagai pemegang IUP, walaupun sekarang ada kabar sudah dicabut oleh pemerintah," pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Sukabumi, Anjak Priatama Sukma, ikut berkomentar soal aset hasil tambang milik PD ATE (Perusahaan Daerah Tambang dan Energi) yang terbengkalai di pesisir pantai Tegalbuleud.
Ada tujuh gunungan pasir besi yang dibiarkan begitu saja sejak tahun 2010 oleh perusahaan plat merah ini. Kepada sukabumiupdate.com, Rabu (27/11/2019), Anjak menegaskan pengambilan alihan aset PD ATE oleh warga harus menempuh aturan dan prosedur.
"PD ATE harus diaudit dulu, setelah ada hasil audit nanti, bisa menentukan keberlangsungan perusahaan daerah tersebut, berjalan atau berhenti,” sambung Anjak. “Diaudit oleh inspektorat dan akuntan publik, adapun keinginan masyarakat harus dibicarakan.” kata Anjak.
Sementara itu Dewan Pengawas (Dewas) PD ATE, Bayu Purnama menjelaskan sejauh ia ketahui awalnya PDATE punya IUP (Izin Usaha Pertambangan) dilokasi tersebut.
Baca Juga: Pasang Susuk hingga Main Mata, Di Balik Cerita Mantan TKW Sukabumi
“Akan tetapi seperti ada kekeliruan ternyata itu kawasan itu masuk wilayah IUP perusahan lain yaitu S2P, sehingga PDATE tidak bisa menjual material tersebut,” tambahnya.
Kaitan dengan keinginan warga Desa Tegalbuleud, Bayu menyarankan diadakan pembicaraan antara S2P sebagai pemilik IUP, kemudian PDATE direksi lama karena ada biaya pengolahan yang sudah dikeluarkan, dan PT Meihad sebagai pemilik lahan atau tanah. “Harus duduk bersama mencari win win solusi, " pungkasnya.
Sebelumnya, tambang pasir besir Tegalbuleud itu dianggap mubazir, 200 warga Desa Tegalbuleud sempat mendatangi kantor pemerintah desa Tegalbulued untuk mengajukan ambil alih aset hasil tambang PD ATE tersebut.