SUKABUMIUPDATE.com - Dalam dua tahun terakhir, Satuan Kepolisian Air dan Udara (Satpolairud) Polres Sukabumi mencatat 37 wisatawan tewas terseret ombak di perairan Sukabumi, khususnya di kawasan Ciletuh-Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGGp). Angka ini menjadi catatan serius di tengah pertanyaan apakah Kabupaten Sukabumi siap menjadi pusat aktivitas di selatan Jawa Barat. Pada Part I dan II liputan ini telah dibahas bagaimana rentetan kecelakaan laut dapat terjadi dan dampaknya bagi nasib status UNESCO Global Geopark.
Infrastruktur pariwisata, terutama sumber daya manusia pengelola keamanan dan keselamatan di objek wisata pantai, menjadi topik penting yang patut dibahas. Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi sebelumnya mengakui cakupan wilayah pengawasan dengan bentangan pantai sekitar 117 kilometer, tidak sebanding dengan sarana dan prasarana keselamatan maupun petugas lifeguard saat ini. Hanya ada 127 personel penjaga pantai, hasil pembentukan satuan tugas pemandu keselamatan wisata tirta oleh Pemerintah Kabupaten Sukabumi.
Selain soal jumlah, anggaran pengelolaan keamanan wisata pantai di Kabupaten Sukabumi juga dapat dibilang belum memadai. Pengakuan ini disampaikan langsung Ketua Badan Penyelamat Wisata Tirta (Balawista) Kabupaten Sukabumi Yanyan Nuryanto kepada sukabumiupdate.com, awal Juni 2023. Sebagai lembaga yang ditugaskan mengelola personel penjaga pantai, Yanyan mengungkapkan Balawista hanya mendapatkan bantuan insentif operasional untuk momen besar nasional seperti Idulfitri dan Tahun Baru. Belum ada sumber pendanaan lain.
Baca Juga: PART I: Kecelakaan Laut dan Nasib Status UNESCO Global Geopark Ciletuh Sukabumi
Bantuan itu diperuntukkan bagi personel yang terdaftar dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Sukabumi tentang Satuan Tugas Pemandu Keselamatan Wisata Tirta. Secara data, terdapat 134 personel penjaga pantai di Kabupaten Sukabumi (127 lifeguard ditambah 7 nippers) yang terdaftar dalam keanggotaan Balawista. Sementara dalam SK tersebut baru 40 petugas yang terakomodir bantuan insentif operasional ini lantaran terbatasnya anggaran. Balawista mau tidak mau harus memutar otak membagi anggaran 40 lifeguard untuk 134 orang.
"Bantuan insentif satuan tugas sebanyak 40 personel realisasinya diberikan kepada 134 orang secara proporsional (loyalitas, dedikasi, dan kehadiran selama bertugas)," kata Yanyan.
Fakta ini menunjukkan setengah hatinya pemerintah dalam memperbaiki tata kelola keamanan wisata pantai di Kabupaten Sukabumi. Yanyan juga menyatakan belum ada anggaran untuk kegiatan peningkatan kapasitas lifeguard tahun 2022-2023, termasuk sarana prasarana keselamatan. Hal ini, menurutnya, secara tidak langsung mengakibatkan masih terjadinya kecelakaan laut. Tata kelola wisata pada penanganan keamanan dan keselamatan wisatawan belum menjadi perhatian serius, baik pemerintah maupun pelaku usaha pariwisata.
Berdasarkan data yang dikirim Yanyan, dalam SK Bupati Sukabumi Nomor: 556/Kep.103-Dispar/2020, bantuan insentif Satuan Tugas Pemandu Keselamatan Wisata Tirta untuk tahun 2022 adalah Rp 144.400.000. Angka tersebut sudah dipotong pajak penghasilan (PPh) dan diberikan untuk empat kegiatan yaitu liburan menjelang Ramadan, Idulfitri, serta Natal dan Tahun Baru. Adapun pengalokasiannya dilakukan sesuai skema atau kesepakatan seluruh personel satuan tugas yang telah didokumentasikan dalam bentuk berita acara.
Kesepakatan itu antara lain bantuan insentif operasional bagi 40 personel diatur dan diberikan kepada seluruh anggota Balawista, baik yang tergabung dalam satuan tugas maupun yang belum bergabung. Rincian alokasinya 60 persen untuk bantuan insentif operasional per tahun, 15 persen untuk biaya kesekretariatan Balawista (alat tulis kantor, pembayaran listrik, dan operasional kesekretariatan), 20 persen asuransi BPJS Ketenagakerjaan per tahun, dan 5 persen untuk perbaikan ringan sarana dan prasarana keselamatan.
"Bantuan insentif operasional dari 60 persen yang diterima anggota diberikan secara proporsional berdasarkan kehadiran, lama bergabung dengan asosiasi lifeguard Balawista, dan tanggung jawab selama bertugas. Rata-rata yang diterima personel lifeguard dari empat kegiatan tahunan (bukan per bulan) adalah Rp 350 ribu sampai Rp 650 ribu," ujar Yanyan.
Baca Juga: PART II: Dua Tahun 37 Orang Tewas di Laut Sukabumi, Membongkar 30 Menit Kritis Korban
Selain persoalan bantuan insentif operasional, Yanyan mengatakan Balawista sangat membutuhkan peralatan. Ini tak lain karena penanganan korban tenggelam rata-rata dilakukan tanpa alat, kecuali penanganan di sekitar pos di kebun kelapa Pantai Karanghawu-Palabuhanratu. Sarana dan prasarana di pos itu pun belum memadai.
Yanyan mengungkapkan dari bentangan pantai Kabupaten Sukabumi sekitar 117 kilometer, hanya 56 kilometer yang saat ini ditangani Balawista. Sementara sisanya atau 61 kilometer, terutama yang dikelola pemerintah desa, masyarakat, dan pelaku usaha pariwisata, tidak memiliki lifeguard. Balawista hanya menangani objek wisata pantai dan kawasan curug di delapan kecamatan CPUGGp dengan mendirikan 26 pos pelayanan dan pengawasan.
Wilayah lain di luar CPUGGp untuk sementara ini belum tertangani lantaran terbatasnya anggota Balawista, meski dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, kawasan objek wisata yang memiliki potensi kecelakaan tenggelam diwajibkan memiliki jaminan keamanan dan keselamatan.
"Penempatan di luar delapan kecamatan maupun penambahan pos di lingkungan delapan kecamatan kawasan CPUGGp saat ini tidak memungkinkan, mengingat penempatan petugas lifeguard harus dibarengi kelengkapan keselamatan maupun insentif. Sementara saat ini insentif sangat terbatas dan peralatan yang ada saja kurang memenuhi standar keselamatan," kata dia.
Idealnya, kata Yanyan, penempatan petugas dengan ketentuan tugas delapan jam sehari, diperlukan rata-rata lima orang per pos pelayanan dan pengawasan. Tetapi, penempatan petugas juga mempertimbangkan kondisi kawasan berdasarkan potensi bahaya dan risiko. Artinya, bagi lokasi yang memiliki risiko tinggi, minimal perlu delapan orang petugas.
Setiap pos pun seharusnya memiliki standar kelengkapan keselamatan yang wajib ada antara lain rescue board, rescue tube, perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) termasuk alat kedaruratan, peluit, dan bendera peringatan. Sementara kelengkapan lain yang dapat menyesuaikan adalah kendaraan patroli pantai, pengeras suara, teropong, dan alat komunikasi (handy talkie). Adapun 26 pos saat ini hanya memiliki 3 rescue board (tidak layak pakai), 12 rescue tube (6 tidak layak pakai), dan 15 bendera peringatan (seharusnya setiap pos 4 buah atau diperlukan 104 buah).
Yanyan mengatakan tata kelola keamanan dan keselamatan perlu dilakukan supaya teridentifikasi potensi pariwisata berikut potensi bahaya dan risikonya. Namun kenyataannya, saat ini keamanan dan keselamatan wisatawan masih dianggap tidak penting, walaupun peraturan perundang-undangan sudah mengisyaratkan wajib hukumnya.
Yanyan menyebut ketika pemerintah maupun masyarakat atau pelaku usaha membuka atau membangun pengembangan objek wisata, faktor keamanan dan keselamatan wisatawan tidak pernah masuk dalam perencanaan. Dia mencontohkan seperti pengembangan Pantai Karanghawu, Citepus, dan yang akan datang pembangunan Alun-alun Laut Gadobangkong Palabuhanratu, termasuk Pantai Minajaya, tidak ada dalam perencanaannya terkait keamanan dan keselamatan wisatawan ketika kawasan tersebut selesai dibangun.
"Ini yang dimaksud dengan pentingnya tata kelola tersebut seperti contoh pelaku usaha membuka lokasi parkir di Citepus, mereka tidak mempersiapkan petugas lifeguard," katanya.
Yanyan berharap Balawista Kabupaten Sukabumi ke depannya mampu menjadi organisasi yang lebih profesional, kompeten, dan sejahtera, apabila tata kelola keamanan dan keselamatan wisatawan disepakati bersama.
"Harapan dan mimpi kami Balawista profesional, kompeten, dan sejahtera. Kuncinya adalah adanya tata kelola keamanan dan keselamatan wisatawan yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan sehingga mampu menjawab pertanyaan mengapa masih ada kecelakaan tenggelam yang menelan korban meninggal," kata Yanyan.
Sebagai informasi, CPUGGp tersebar di 74 desa di delapan kecamatan Kabupaten Sukabumi yakni Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu, Simpenan, Waluran, Ciemas, Ciracap, dan Surade. Menurut data Satpolairud, pada 2021 terdapat 17 korban tewas di laut CPUGGp, 14 orang pada 2022, dan 6 orang pada 2023 sampai Mei. Total ada 37 orang yang meninggal terseret ombak dalam dua tahun terakhir.