SUKABUMIUPDATE.com - Di Sukabumi, tradisi membuang ari-ari bayi dilakukan dengan dua cara menurut kepercayaan masing-masing. Tak sembarangan! Soal cara membuang ari-ari bayi konon katanya berpengaruh terhadap karakter anak tersebut saat dewasa.
Pertama, cara membuang ari-ari bayi yang dipegang teguh oleh masyarakat adalah dikubur. Masyarakat meyakini anak yang ari-ari bayinya dikubur tak akan pergi jauh.
Kedua, jika ari-ari bayi dibuang ke sungai, maka anak akan menjadi perantau ulung yang gemar berkelana.
Lantas, benar kah kepercayaan masyarakat soal cara membuang ari-ari bayi tersebut? Simak penjelasannya berikut ini!
Baca Juga: Mengenal Sindrom Asperger: Pengidap Disabilitas yang Cerdas, Termasuk Autis?
Menanggapi hal itu, pengamat sejarah Sukabumi, Irman Firmansyah mengatakan tradisi membuang ari-ari telah berkembang di Sukabumi hampir disemua tempat, terutama di pedesaan. Ini menjadi kepercayaan masyarakat Sukabumi yang dilakukan secara terus menerus dari generasi ke generasi.
"Biasanya ada dua cara membuang ari-ari yaitu dikubur atau dibuang ke sungai atau laut" kata Irman, dikutip Kamis (8/6/2023).
Mitos dan Fakta Membuang Ari-ari Bayi di Sukabumi
Ari-ari si "Teman Bayi"
Mitos yang pertama yakni, ari-ari dianggap sebagai saudara dari bayi sehingga akan dikunjungi oleh sang bayi pada hari ketujuh.
Tetapi faktanya, kata Irman, ari-ari hanya sekadar bagian tubuh dari bayi tersebut.
Cara Membuang Ari-ari Bayi: Dikubur dan Dibuang ke Sungai
Kepercayaan masyarakat juga menganggap jika mengubur ari-ari bayi, maka sang anak tidak akan pergi jauh. Cara ini juga menjadi ikhtiar secara kultur agar anak masih tumbuh dan berkembang di sekitar tempat tinggal sampai dewasa, bahkan hingga akhir hayat.
Sementara untuk ari-ari yang dibuang ke sungai, orang tua berharap supaya sang anak berani berkelana jauh dan tidak berkembang di sekitar tempat tinggal saja.
Menilik secara fakta, nyatanya kepercayaan tersebut kadangkala berbeda. Pasalnya, banyak orang tua yang membuang ari-ari dengan cara dikubur tetapi sang anak justru jadi perantau ulung.
Baca Juga: 5 Cara Menyimpan Daging Kurban Agar Awet dan Tahan Lama, Boleh Dicuci?
Seperti diketahui, Irman yang saat ini juga sebagai Ketua Yayasan Dapuran Kipahare mengungkapkan, ada kemungkinan kepercayaan membuang ari-ari di Sukabumi eksis sejak munculnya ritual di masa megalithikum.
Kala itu, masyarakat sudah menetap dan melakukan ritual ibadah. Ketika Islam masuk, ritual membuang ari-ari masih berlanjut dengan disertai doa doa islam, mengingat dalam islam ada anjuran untuk mengubur ari-ari bayi. Ritual dibuang ke sungai pun, kata Irman, hampir sama dengan cara dikubur.
Biasanya, mak paraji/dukun beranak yang membawa ari-ari bayi, akan menggunakan Gedebog pisang dan dibentuk seperti wadah. Gedebog pisang tersebut dipayungi dan berjalan dan dibuang ke sungai dengan disertai doa-doa.