SUKABUMIUPDTAE.com - Kepala Daerah asal Partai Gerindra yakni Wali Kota Bukittingi Erman Safar menggugat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta usia capres dan cawapres boleh di bawah 40 tahun sepanjang berpengalaman di pemerintahan.
Pasal yang digugat yaitu Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang berbunyi: Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
"Menyatakan bahwa frasa 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau memiliki pengalaman sebagai Penyelenggara Negara'," demikian petitum permohonan Erman Safar dengan registrasi No : 55/PUU-XXI/2023 Rabu, 17 Mei 2023 Pukul 09.00 seperti dipublikasikan oleh Mahkamah Konstitusi.
Melansir dari wikipedia H. Erman Safar, S.H. yang bergelar Tuangku Nan Kuniang lahir 13 Mei 1986 (36 tahun) adalah pengusaha dan politikus Partai Gerindra yang menjabat sebagai Wali Kota Bukittinggi periode 2021-2024.
Baca Juga: Resep Bu Siti Punya 2 Suami Muda, Rutin Mandi Kembang Setiap Malam Jumat
Dalam surat Permohonan Pengujian Materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dikuasakan kepada Bungaran & Co Law Office dengan registrasi No : 55/PUU-XXI/2023 Rabu, 17 Mei 2023 Pukul 09.00 seperti dipublikasikan oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana dihimpun sukabumiupdate.com tercantum beberapa kepala daerah lainnya selain Erman Safar yang ikut sertaa sebagai pemohon, yakni :
1) Pemohon I : Erman Safar - Wali Kota Bukittinggi Periode 2021-2024
2) Pemohon II : Pandu Kesuma Dewangsa - Wakil Bupati Lampung Selatan Periode 2021-2026
3) Pemohon III : Emil Elestianto Dardak - Wakil Gubernur Jawa Timur Periode 2019-2024
4) Pemohon IV : Ahmad Muhdlor - Bupati Sidoarjo Periode 2021-2026,
5) Pemohon V : Muhammad Albarraa - Wakil Bupati Mojokerto Periode 2021-2026
Sebelumnya, gugatan uji materi tentang aturan syarat minimal usia bagi cawapres dalam UU Pemilu sudah dilayangkan oleh Partai Garuda. Permohonan tersebut diajukan oleh Ketua Umum Partai Garuda, Ahmad Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal Partai Garuda Yohanna Murtika pada 2 Mei 2023 lalu.
Baca Juga: Aktivis Perempuan Miftahul Janah Maju DPR RI Dapil Sukabumi, Ini Dia Profilnya
Partai Garuda berpendapat, mereka berpotensi dirugikan dengan adanya aturan pada pasal 169 huruf q UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Sebab, Partai Garuda menjadi tidak dapat mencalonkan kepala daerah yang sedang menjabat atau yang pernah menjabat yang usianya di bawah 40 tahun. Padahal yang bersangkutan memiliki potensi dan sudah berpengalaman di dalam pemerintahan sehingga layak dicalonkan sebagai cawapres.
Bahkan, 2 Bulan sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Senin (3/4/2023). Sidang perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI/Pemohon I) dan sejumlah perseorangan warga negara Indonesia, yakni Anthony Winza Probowo (Pemohon II), Danik Eka Rahmaningtyas (Pemohon III), Dedek Prayudi (Pemohon IV), dan Mikhail Gorbachev (Pemohon V).
Pasal 169 huruf q UU Pemilu berbunyi, “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden. Adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”
Melalui Francine Widjojo, para Pemohon menyatakan batas minimal syarat umur untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden pada norma tersebut dinyatakan jelas yakni 40 tahun. Sementara para Pemohon saat ini berusia 35 tahun, sehingga setidak-tidaknya batas usia minimal usia calon presiden dan wakil presiden dapat diatur 35 tahun dengan asumsi pemimpin-pemimpin muda tersebut telah memiliki bekal pengalaman untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden. Sehingga norma ini menurut para Pemohon bertentangan dengan moralitas dan rasionalitas karena menimbulkan bibit-bibit diskriminasi sebagaimana termuat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Baca Juga: 9 Rekomendasi Pondok Pesantren Legendaris di Sukabumi
“Padahal pada prinsipnya, negara memberikan kesempatan bagi putra putri bangsa untuk memimpin bangsa dan membuka seluas-luasnya agar calon terbaik bangsa dapat mencalonkan diri. Oleh karenanya objek permohonan adalah ketentuan yang diskriminatif karena melanggar moralitas. Ketika rakyat Indonesia dipaksa hanya memilih pemimpin yang sudah bisa memenuhi syarat diskriminatif, tentu ini menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang memilih maupun orang yang dipilih,” sebut Francine di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul.
Untuk itu para Pemohon meminta Mahkamah menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun.”