SUKABUMIUPDATE.com - Fenomena kawanan monyet ekor panjang yang menyerbu pemukiman di sejumlah kampung di Desa Sukamekar Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi telah meresahkan warga.
Pihak pemdes dan kecamatan setempat kemudian meneruskan laporan keresahan warga ini kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sukabumi.
“Kita sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak, jadi ketika ada surat dari pak camat langsung koordinasi dengan pak camatnya kemudian kita cek lokasi dan kita berkoordinasi dengan beberapa instansi,” kata Plt Kepala Resort Konservasi Wilayah VII Sukabumi BKSDA Jabar Isep Mukti Miharja, Selasa (23/5/2023).
Baca Juga: Kawanan Monyet Masuk Permukiman di Sukaraja Sukabumi, Warga Bingung Cara Mengusirnya
Adapun dugaan sementara terkait fenomena ini, Isep menyebut kemungkinan adanya perubahan perilaku pada kawanan monyet sehingga masuk ke pemukiman dan menjarah hasil pertanian warga.
“Saya melihatnya dua sisi dulu pertama apakah monyet itu awalnya didatangkan orang atau memang dari dulu juga ada, nah informasi yang saya dapatkan dari orang perkebunan bahwa di situ memang ada habitat monyet. Nah dari dulu itu dari dulu kapan itu yang menjadi cerita," tuturnya.
Menurut Isep, ketika monyet memang hidup di antara hutan dan perkampungan, primata tersebut dapat berubah perilakunya karena adanya perkebunan dan pertanian.
“Monyet itu memang hidupnya di koridor. Maksud koridor itu tidak di hutan, tidak di kampung, jadi di tengah tengah antara hutan dan kampung berarti kan tidak menganggu. Tapi sekarang dengan banyaknya para penggarap pertanian di perkebunan mungkin di antaranya itu menjadi mengubah perilaku si monyet itu,” ujarnya.
“Jadi asalnya mungkin dia (monyet) hanya makan di tempat tempat koridor itu, di sungai mungkin ada makanan itu, nah ketika ada pertanian dia masuk ke situ lebih mudah mungkin cari makannya di tempat pertanian,” tambahnya.
Lebih lanjut, Isep juga mengatakan salah satu faktor penyebab lain perubahan prilaku pada satwa liar, karena adanya campur tangan manusia yang sering memberi makan secara cuma-cuma kepada satwa liar itu.
"Katanya juga ada informasi di atas itu pernah ada pengusiran, penghalauan. Hanya menghalaunya ternyata bukan lari ke atas mungkin malah makin ke bawah. Ketika makin ke bawah di situ ada makanan ada sayuran yang dia makan, nah kan seperti dikasih makan nah itu lah yang mengubah perilaku itu," ungkapnya.
Adapun demikian, menurut Isep masalah munculnya kawanan monyet ini bukan persoalan siapa yang salah dan siapa yang benar, melainkan persoalan ini harus diselesaikan secara bersama dari semua unsur yang terlibat.
"Jadi makanya itu kan yang harus dikaji itu tidak menyalahkan satu sisi misalnya masyarakat menyalahkan pemerintah, pemerintah menyalahkan masyarakat, tidak juga, kita harus duduk bersama, di situ dikaji apakah mereka berkebun di situ sudah sesuai dengan aturan atau tidak sesuai dengan tata ruang atau tidak, itu yang perlu dikaji, kemudian kita tidak bisa menyalahkan hanya perkebunan juga, jadi itu kan kompleks ya bukan masalah hanya satu sisi saja," papar dia.
"Monyet itu juga kan memiliki hak hidup makanya diciptakan oleh Tuhan kan begitu jadi bukan serta merta memindahkan, itu menjadi masalah baru ke tempat lain, Kita bisa berdampingan dengan mereka tapi tidak menganggu," lanjutnya.
Menanggapi soal adanya dugaan overpopulasi monyet, Isep menuturkan hal itu perlu dibuktikan dengan data yang diperoleh dari tahun ke tahun.
"Jadi mengatakan overpopulasi itu tidak juga belum bisa mengatakan itu overpopulasi kecuali sudah ada kajiannya tahun demi tahun tahap demi tahap," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, warga Desa Sukamekar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi diresahkan dengan monyet yang datang ke lingkungan permukiman. Warga resah sebab monyet yang datang bukan satu atau dua ekor, namun secara bergerombol.
Peristiwa tersebut rupanya bukan yang pertama, karena hal serupa pernah terjadi pada 2022 lalu.