SUKABUMIUPDATE.com- Aktivitas penambang emas ilegal di kawasan Perhutani Blok Cibuluh yang belakangan diketahui merenggut dua orang korban akibat tertimbun longsoran tanah didalam lobang. Tentunya menjadi sorotan semua pihak, namun dibalik semua itu beredar isu dan mitos yang berkembang di kalangan warga Pajampangan.
Diketahui dalam kurun waktu seminggu sudah memakan korban, satu warga Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, dan satu lagi warga Desa Tamanjaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi.
Isu dan mitos yang beredar bahwa lobang emas yang menelan korban, akan menjadikan emas di dalam lobang tersebut bertambah banyak, satu beban akan menghasilkan kilogram emas.
Baca Juga: Renggut 2 Nyawa, Polhut Bakar Peralatan Tambang Emas Ilegal di Ciemas Sukabumi
"Memang pada awal pembukaan tambang emas, satu beban menghasilkan ons emas, bisa mencapai Rp 10 juta, 15 juta, hingga 20 juta. Yang beredar di masyarakat satu beban menghasilkan kiloan emas, itu hoak," ucap YS (45 tahun) warga Kecamatan Ciemas kepada Sukabumiupdate.com, Sabtu (19/5/2023).
Yah, isu yang beredar satu beban kalau diolah menghasilkan kiloan emas, itu bohong, ujar YS, sehingga lokasi tersebut menjadi buruan para penambang. Ditambah dengan mitos, kalau lokasi tambang banyak yang meninggal atau korban, itu diyakini emasnya akan bertambah.
"Dan itu terjadi pada kasus lahan di Kampung Cibuluh, dalam rentan waktu sekitar satu minggu sudah dua orang yang tertimbun. Itu tidak menjamin dan bukan ukuran bahwa banyak korban, akan banyak emasnya, bahkan ada korban juga saat lobang tidak ada emasnya," jelasnya.
Baca Juga: Tersebar di Beberapa Kecamatan, Hasil Tambang Emas Pajampangan Dijual Kemana?
Kondisi sekarang sudah ditertibkan sama polisi, TNI, dan pihak Perhutani, tinggal rawan kecelakaan saja, lanjut YS, bisa disebut rawan karena lobang lobang tersebut selain jarak antar lobang tidak jauh hanya dua meter, kiri kanan, depan belakang, juga lobang tersebut tidak ada pasangan kayu atau bambu, karena menang lobang gaut atau rebutan.
"Memang kedalamannya tidak mencapai puluhan, paling maksimal tujuh meter, sudah dapat urat emasnya. Juga lobang tersebut rawan ambruk, karena dilokasi tersebut, urat emasnya ngampar di bawah, jadi kalau diambil dinding lobang diatas tidak ada tahanan sehingga rawan ambruk, apalagi di atasnya batu batu besar, batu jenis korong atau besi. Tidak seperti lobang lobang yang aktif digarap ditanah warga, selain ada pasangan, juga urat emasnya berdiri," terangnya.
YS katakan terkait satu hal lagi bahwa ada piring ajaib atau istimewa untuk mensurvei emas di lokasi Cibuluh. Sebenarnya itu bukan piring istimewa atau ajaib, itu piring biasa baik kecil atau pisin, atau piring besar dari bahan beling atau kaca, tembus pandang yang bias dimiliki ibu-ibu.
Baca Juga: Cerita Gurandil Ciemas Sukabumi, Bertaruh Nyawa Demi Rupiah di Tambang Emas
Para penambang yang mengolah menggunakan sistem gulundung, memang sering melakukan survei menggunakan piring, sebelum mengambil bahan emas, tidak seperti penambang sistem rendam, tidak menggunakan survei seperti itu.
"Yang disurvei berupa bebatuan atau butiran tanah seperti pasir yang diambil didasar lobang yang mau ditambang, paling juga sebesar telur, kalau batu ditumbuk dulu, lalu campur air masukan ke piring, lalu dikocok kocok, terus berulang kali, nanti akan kelihatan butiran butiran logam, ada yang warna kuning, kuning semu putih, itu menandakan kadar emas, ada juga tidak ditemukan butiran tersebut, berarti tidak jadi menambang disitu," terangnya.
"Gulundung itu proses pengolahan beban dengan menggunakan kuik atau air raksa, sedangkan rendam menggunakan sianida," ungkapnya.