SUKABUMIUPDATE.com - Bupati Sukabumi Marwan Hamami membuka acara Sekolah Lapang Gempa Bumi (SLG) Kabupaten Sukabumi tahun 2023 bertempat di Grand Inna Samudera Beach Hotel, Kecamatan Palabuhanratu, Kamis (11/5/2023). Acara yang melibatkan puluhan warga dan TNI/Polri serta unsur lainnya ini bertujuan meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi ancaman gempa bumi dan tsunami.
"Kita ingin mewujudkan masyarakat Kabupaten Sukabumi yang siaga gempa bumi dan siaga tsunami, khususnya bagi masyarakat di sekitar pesisir pantai pariwisata," kata Hartanto, selaku kepala BBMKG Wilayah II, dikutip dari unggahan Instagram Dokpim Kabupaten Sukabumi.
Pemerintah Kabupaten Sukabumi menyambut baik acara BMKG tersebut. "Kami mengucapkan terima kasih kepada BMKG yang telah bersinergi dengan Pemkab Sukabumi melalui jalinan kerja sama yang saling menguatkan," kata Bupati Sukabumi Marwan Hamami. "Kegiatan SLG ini memberikan dampak positif dan menjadi pegangan bagi kita dalam menghadapi dan mengantisipasi bencana alam di Kabupaten Sukabumi," imbuhnya.
Baca Juga: Alasan Kenapa Indonesia Sering Terjadi Gempa Bumi, Ring of Fire Hingga Pertemuan Lempeng
Bupati Sukabumi berharap ilmu yang telah didapatkan para peserta SLG bisa diimplementasikan dan disosialisasikan kepada masyarakat Kabupaten Sukabumi, khususnya masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana "Setelah kegiatan ini, ilmunya bisa dimanfaatkan untuk disosialisasikan dan diinformasikan kepada masyarakat, supaya masyarakat bisa lebih waspada dan mampu mengantisipasi bencana," kata dia.
Berdasarkan sambutan yang disampaikannya, Marwan juga menyinggung dua bencana besar yang terjadi pada 2006 (tsunami Pangandaran) dan 2018 (tsunami Jawa Barat dan Lampung).
Menurut dia, pada 17 Juli 2006, gempa dengan kekuatan Magnitudo 7.7 di Samudera Hindia Selatan Jawa telah menimbulkan gelombang tsunami di pesisir Pantai Pangandaran yang tiba lebih dari 30 menit setelah gempa. Di pesisir Pantai Pangandaran, tsunami tersebut tercatat mencapai ketinggian maksimum sekitar 10 meter dan mengakibatkan 664 jiwa meninggal serta menghancurkan rumah-rumah nelayan di pesisir Pangandaran.
Kemudian pada 22 Desember 2018, masyarakat pesisir Jawa Barat dan Lampung bagian selatan dikejutkan dengan ‘silent’ tsunami yang terjadi pada malam hari. Peristiwa ini mengakibatkan sedikitnya 431 orang meninggal, 7.200 luka-luka, 46.646 orang mengungsi serta merusak sedikitnya total 1.778 rumah, 76 unit penginapan, 432 perahu dan kapal. Korban terbanyak di Kabupaten Pandeglang yaitu 292 orang meninggal, 3.976 luka-luka, 8 orang hilang, serta mengungsi sekitar 33.136 orang.
Kedua peristiwa tersebut membawa duka mendalam, tidak hanya bagi masyarakat Banten, Jawa Barat, dan Lampung, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Namun, sebagai insan yang beragama, seharusnya mampu mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut.
Dalam hal ini, sambung Marwan, setidaknya ada dua pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa tersebut. Pesisir selatan Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran) merupakan daerah yang memiliki potensi bencana tsunami. Pemerintah dan masyarakat di provinsi Jawa Barat (termasuk di dalamnya adalah Kabupaten Sukabumi) yang wilayahnya memiliki potensi bencana tsunami, perlu membangun kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tsunami.
Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Sukabumi beruntung mendapat perhatian dari pemerintah pusat dalam hal ini BMKG. BMKG telah memasang seperangkat Warning Receiver System New Generation di BPBD Kabupaten Sukabumi untuk menerima informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dari BMKG Pusat.
Selain itu, BMKG telah memilih Kabupaten Sukabumi sebagai satu dari 30 lokasi kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi (SLG) BMKG pada tahun 2023 ini. Melalui segenap peralatan BMKG serta kegiatan SLG dan BMKG Goes to School diharapkan dapat membantu meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Sukabumi dalam membangun kesiapsiagaan atas bencana gempabumi dan tsunami.
(Advertorial)