SUKABUMIUPDATE.com - Sebanyak 20 Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar. Dari 20 WNI korban TPPO Myanmar, 2 diantaranya disebut warga Kabupaten Sukabumi dan 1 warga Kota Sukabumi.
Terkait warga Kabupaten Sukabumi yang disebut-sebut menjadi korban TPPO Myanmar, Bupati Sukabumi menyatakan hal itu belum jelas.
"Belum jelas, karena identitasnya rubah-rubah jadi masih terus diselidiki. Tapi Mudah-mudahan kalau ada persoalan memang kita akan bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri," ujar Marwan di acara TNI Manunggal Membangun Desa di lapang sepakbola Bojong Ringkung, Desa Segaran Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, Rabu (10/5/2023).
Baca Juga: Sinopsis Dedemit, Film Horor Indonesia yang Banjir Review Buruk
"Karena orang ini kata kakaknya kerja di Thailand, dari Thailand bekerja di Laos tiba-tiba ada di Birma, kan ini juga sulit, jadi perjalanannya itu yang tidak terdeteksi,” imbuhnya.
Terkait kasus tersebut, Marwan meminta warga berhati-hati dan jangan mudah tergiur dengan perekrutan tenaga kerja ke luar negeri. Menurut dia, perekrutan tersebut biasanya mengiming-imingi gaji besar.
“Jangan asal tergiur oleh upah dan penempatan, kadang-kadang ini penipuan," kata Marwan.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia melalui KBRI Yangon dan KBRI Bangkok berhasil membebaskan 20 WNI korban perdagangan manusia di online scams, keluar di wilayah konflik di Area Mae Htaw Talay, Myawaddy, Myanmar.
Melalui kerja sama KBRI Yangon dengan jejaring lokal yang memiliki akses ke Area Mae Htaw Talay, Myawaddy, para WNI dapat dibebaskan dan dibawa menuju perbatasan Thailand . Ke-20 WNI berhasil dibawa ke perbatasan dalam dua gelombang, yaitu pada 5 Mei 2023 sebanyak 4 orang, dan 6 Mei 2023 sebanyak 16 orang,
Tim Pelindungan WNI KBRI Bangkok selanjutnya akan membawa mereka ke Bangkok. Untuk proses pemulangan, KBRI Bangkok akan berkoordinasi dengan otoritas Thailand untuk perizinan repatriasi ke Indonesia.
Dilansir dari tempo.co, sebanyak 20 WNI diduga menjadi korban TPPO di Myanmar. Para pekerja tersebut sebelumnya diberangkatkan untuk bekerja ke Thailand, namun dikirim ke Myanmar secara ilegal.