SUKABUMIUPDATE.com - Kisah warga negara indonesia atau WNI yang jadi korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) kembali menyedot perhatian publik. Puluhan WNI termasuk dari Sukabumi Jawa Barat, terjebak sindikat TPPO modus loker IT atau medsos spesialis dengan gaji tingi di luar negeri, khususnya di negara Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand dan sekitarnya.
Terbaru puluhan WNI, terjebak di wilayah konflik bersenjata di Myanmar. Mereka tak hanya tertipu, tapi juga disekap oleh kelompok bersenjata dan disiksa. Bahkan pada WNI asal Sulawesi Utara, bernama Rendy Ondang, ditemukan meninggal dunia di wilayah Bavet, Kamboja pada Selasa, 21 Maret /2023.
Jasad korban ditemukan dalam posisi duduk dengan badan sudah membengkak, dan lehernya terikat dengan tali ID Card. Korban diketahui berupaya kabur dari sekapan sindikat TPPO yang mempekerjakannya sebagai operator penipuan online alias scammer.
Salah seorang warga Kota Sukabumi Jawa Barat membagikan kisah kengeriannya saat terjebak di tangan sindikat TPPO. Pemuda berinisial Mar ini lolos dari sekapan para pelaku dan berhasil pulang ke Sukabumi pada akhir tahun 2022 silam.
Walaupun selamat, Mar trauma bahkan hingga saat ini ia masih belum berani banyak beraktivitas di luar rumah. “Saya masih shock, beruntung bisa pulang selamat ke Sukabumi. Sindikat TPPO yang memaksa WNI jadi operator investasi bodong atau scammer itu jahat dan sadis,” ucapnya kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (8/5/2023).
Ia kemudian menceritakan pengalaman mengerikan 1 bulan di sekap oleh sindikat TPPO di Kamboja. Mar bersama sejumlah rekannya dari Sukabumi tergiur lowongan kerja di luar negeri, yang menjanjikan upah besar.
Baca Juga: Warga Warudoyong Sukabumi Tersengat Listrik Saat Perbaiki Toren Air
Mereka berangkat dari Sukabumi, pada Selasa 2 Agustus 2022. Naik pesawat tiba di Bangkok lalu ke Chiang Mai Thailand, lanjut ke tepiang sungai mekong perbatasan Thailand dan Laos.
Setibanya di Laos F dan temannya itu ditempatkan di sebuah apartemen. Mereka langsung diarahkan bekerja bekerja sebagai pencari investor di situs Aplikasi Trading.
"Kami mulai curiga karena kerja cari investor di situs Trading. Tidak sesuai loker dan juga tidak ada kontrak perjanjian kerja atau apapun," ucapnya.
Mar yang masih bisa berkomunikasi langsung mengabarkan kondisi tersebut kepada keluarga, termasuk kepada publik melalui media sosial. Bahkan ia juga berusaha berkomunikasi dengan KBRI di Laos, untuk meminta pertolongan agar bisa secepatnya pulang ke Indonesia.
Karena mar ‘melawan’, ia langsung dikurung di sebuah bangunan. “Ketahuan lapor kbri saya diberhentikan kerja dan di diamankan di room . orang company menekan saya harus bayar tebusan, sebagai ganti rugi $4000 usd, karena perusahaan mengeluarkan biaya mendatangkan kita dari agent,” bebernya.
Selama dikurung, Mar dipaksa mengkonsumsi makanan yang tidak halal. Sebagai muslim mar, menolak hidangan makanan daging babi atau kodok yang sering disajikan oleh sindikat tersebut.
Baca Juga: Banyak di Garmen? 'Bobok Sama Bos' Jadi Syarat Perpanjangan Kontrak Kerja
“Untuk minum beli sendiri. Jadi selama sebulan saya dikurung di room itu. Banyak mengeluarkan duit pribadi,” ucap Mar yang juga menegaskan tidak menerima sepeser uang pun dari sindikat tersebut selama disana.
Ia beruntung, karena berhasil menghubungi KBRI, sehingga sindikat TPPO tersebut tak berani melakukan tindakan lainnya. “Mereka sudah takut karena ada laporan KBRI dan ke interpol. Mungkin cari aman saja, kita dikeluarin, kemudian kami dibawa ke orang KBRI sebelum akhirnya bisa pulang ke Indonesia.”
“kalo dihitung total ya selama bekal di sana dari company guest dan di guest house sampai pulang kami keluar uang kurang lebih Rp 5 juta per orang. Makanan dan minuman di sana mahal yg paling mahal di company,” sambung Mar.
Atas apa yang dialaminya, Mar berharap para pencari kerja untuk lebih berhati-hati dengan tawaran pekerjaan, khususnya di luar negeri, terutama generasi muda agar tidak mudah tergiur omongan upah besar dari bekerja di negara orang.
Menurut Mar, kebanyakan dari mereka yang tertipu sindikat TPPO, operator investasi bodong atau scammer ini adalah anak muda berusia 25 an. “Siapa sih yang nggak tergiur gaji belasan bahkan puluhan juta saat di negeri kita sendiri, kami anak -anak muda ini susah cari kerja,” jelasnya..
“Mudah-mudahan dari kasus korban TPPO ini, kami berharap pemerintah juga memperhatikan kaum muda. Terutama peluang kerja yang aman, memberikan pelatihan dan bimbingan keterampilan atau wirausaha,” tegasnya.