SUKABUMIUPDATE.com - Ratusan warga Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, kembali mendatangi Resort Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Situ Gunung pada Selasa malam, 28 Maret 2023. Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan terkait aktivitas di dalam Situ Gunung termasuk yang dilakukan pihak swasta PT Fontis Aquam Vivam. Aksi serupa sebelumnya sudah dilakukan warga Desa Gede Pangrango pada Senin malam, 27 Maret 2023.
Tak jauh berbeda dengan tuntutan sehari sebelumnya, kedatangan warga pada Selasa malam sekira pukul 21.00 WIB itu juga menyampaikan beberapa tuntutan terkait dampak lingkungan sebagai akibat pembangunan besar-besaran di kawasan Situ Gunung, terutama setelah adanya konsesi swasta oleh PT Fontis Aquam Vivam. Berdasarkan informasi yang dihimpun sukabumiupdate.com, ada tiga tuntutan warga Desa Gede Pangrango yang dibahas dalam pertemuan tersebut.
Ketiga tuntutan yang disampaikan pada Selasa malam itu antara lain warga Desa Gede Pangrango mengeluhkan berkuranganya debit air, kemudian meminta adanya pemberdayaan masyarakat sekitar yang bekerja di Situ Gunung dan menyediakan ruang bagi warga yang ingin berdagang di kawasan tersebut, lalu meminta PT Fontis Aquam Vivam menghentikan segala aktivitas yang dapat mengganggu dan merusak kehidupan satwa maupun tumbuhan yang ada di Resort PTN Situ Gunung.
Baca Juga: Warga Protes Penebangan Pohon di Situgunung Sukabumi
Terkait debit air yang berkurang, Kepala Desa Gede Pangrango Asep Badrutamam mengatakan hampir 85 persen warganya bergantung pada aliran alir dari Gunung Gede Pangrango yang pada konteks ini di bawah pengelolaan Resort PTN Situ Gunung sebagai bagian dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP). Sementara soal pemberdayaan masyarakat, Asep berharap setiap UMKM warga diakomodir karena dapat menjadi potensi tambahan pendapatan BUMDes.
"Jadi yang ditangani (soal air oleh Resort PTN Situ Gunung dan PT Fontis Aquam Vivam) hanya yang dibutuhkan perusahaan. Penanaman hong (gorong-gorong) kurang akurat, bukan digali dulu tapi ditumpang di atasnya sehingga debit air berkurang. Debit air dari gunung, dari pusatnya. Kalau ada komunikasi dengan masyarakat (dalam pemasangan hong), mungkin masyarakat juga siap membantu," kata Asep.
Asep kemudian mengakui pedagang yang berjualan di kawasan Resort PTN Situ Gunung di bawah pengelolaan PT Fontis Aquam Vivam sudah difasilitasi mulai jaringan listrik dan kios. Namun yang disayangkan adalah produk yang dijual masyarakat juga didagangkan oleh pihak PT Fontis Aquam Vivam. Alhasil, masyarakat malah harus bersaing dengan perusahaan dalam mencari rupiah dari aktivitas wisata di kawasan itu. Situasi ini dinilai justru tidak memberdayakan warga sekitar.
"Warga kemudian menuntut untuk diberhentikannya segala aktivitas yang dapat merusak seperti adanya penebangan beberapa pohon. Ini berdasarkan laporan dan visual yang kami terima, makanya kami datang (ke Resort PTN Situ Gunung) untuk meminta diberhentikannya aktivitas tersebut," ujar dia.
Baca Juga: Ramadhan Buka, Flying Fox 730 Meter di Situ Gunung Sukabumi Bertarif Rp 150 Ribu
Dalam pertemuan itu, warga melalui Pemerintah Desa Gede Pangrango meminta pihak PT Fontis Aquam Vivam dan Kepala Resort PTN Situ Gunung untuk menandatangani surat kesepakatan soal penghentian penebangan pohon dan mengembalikan danau ke semula alias tidak boleh ada pembangunan di danau karena milik warisan leluhur. Surat ini disediakan lantaran menurut Asep ada rencana pembangunan sejumlah spot di danau Situ Gunung seperti tempat selfie, restoran, dan sebagainya.
"Untuk sementara belum terealisasi terkait penandatanganan surat kesepakatan tersebut, karest (kepala resort) hanya ber-statement, disaksikan semua warga yang hadir," kata Asep.
Kepala Resort PTN Situ Gunung Asep Suganda menjawab tuntutan warga Desa Gede Pangrango. Sama seperti tanggapan sebelumnya, Asep mengatakan tidak ada penebangan pohon di Situ Gunung. Ini menurutnya sesuai dokumen perencanaan, pengembangan ekowisata berkelanjutan, pengelolaan secara lestari berdampak pada kesejahteraan, dan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan. Dalam pertemuan itu Asep juga menyampaikan komitmennya soal isu penebangan ini.
"Sebagai janji saya terhadap kawasan hutan, bilamana esok hari ada penebangan kayu damar (jenis pohon), silakan tangkap saya. Kemudian, harapan dari Karang Taruna Gede Pangrango, monggo menjadi kontrol sosial kami," kata dia di hadapan warga yang datang.
Sementara yang dimaksud pengurangan debit air, sambung Asep, masyarakat meminta dibantu soal air irigasi pada posisi-posisi rawan dengan dipasangi gorong-gorong. Ini supaya air tidak ke mana-mana dan tidak tercemar sehingga debit air mengalir lancar ke masyarakat. "Artinya masyarakat ingin dibantu oleh corporate social responsibility (CSR) PT Fontis Aquam Vivam agar irigasi tersebut bisa terawat kemudian air tidak tercemar dan debit air tidak berkurang," ujar Asep Suganda.
Situ Gunung dan Pemanfaatannya
Situ Gunung semula masuk ke kawasan Cagar Alam Cimungkad, yang diresmikan pada 1889. Cimungkad saat ini dikenal sebagai kawasan konservasi Elang Jawa yang masuk ke Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi. Sejak dulu, sejumlah peneliti flora dan fauna, termasuk dari Belanda, datang ke Cagar Alam Cimungkad. Ini dibuktikan lewat beberapa foto zaman Belanda yang diarsipkan. Pada 1928, Belanda disebut menjadikan Situ Gunung sebagai waterpark atau taman air.
Seiring berjalannya waktu, dalam wawancara beberapa waktu lalu, Asep Suganda mengatakan pada 1977, Cagar Alam Cimungkad dan Cagar Alam Cibodas di Cipanas, Kabupaten Cianjur, ditetapkan sebagai zona inti Cagar Biosfer Cibodas oleh UNESCO.
Baru pada 6 Maret 1980, Cagar Biosfer Cibodas ditetapkan menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango atau TNGGP lewat Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 736/Mentan/X/1980 dengan luas 15.196 hektare yang meliputi tiga kabupaten: Cianjur, Sukabumi, dan Bogor.
Pada 2003, TNGGP mengalami perluasan lahan menjadi 21.975 hektare. Ini disebabkan zona penyangga (hutan produksi) di TNGGP ikut ditetapkan sebagai taman nasional lewat Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 174-KPTS/II/2003. Resort Situ Gunung sendiri dengan luas 2.093 hektare menjadi bagian dari TNGGP. Luas Situ Gunung tersebut sudah mencakup danau, hutan damar, curug Sawer setinggi 35 meter, dan beberapa spot lainnya yang kini menjadi daya tarik wisata di Kabupaten Sukabumi maupun Jawa Barat.
Baca Juga: Situ Gunung Sukabumi: Kisah Mbah Jalun, Gunung Api Purba, hingga Wisata Dunia
Asep Suganda mengatakan, dari 2.093 hektare total lahan Situ Gunung, hanya 222 hektare yang ditetapkan sebagai zona pemanfaatan. Ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Aturan ini menyebut taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata, dan rekreasi.
Kawasan pelestarian alam, termasuk taman nasional, mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan taman nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai keperluan. Dalam zona pemanfaatan, dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan.
"Zona pemanfaatan yang 222 hektare ini berada di ketinggian 1.050 hingga 1.200 meter di atas permukaan laut atau MDPL," kata Asep Suganda.
Luas wisata atau zona pemanfaatan 222 hektare meliputi danau, hutan damar, air terjun curug Sawer, hingga spot lainnya yang kini menjadi daya tarik wisata. Sementara zona inti Situ Gunung berada di dekat puncak Gunung Gede dan Pangrango. Di zona inti, setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.
Berdasarkan data pada 1980-an, Asep mengatakan luas danau Situ Gunung mencapai 12 hektare. Namun, munculnya sedimentasi serta tumbuhnya rumput dan ganggang, mengakibatkan danau ini menyempit menjadi kurang lebih hanya 7,6 hektare dengan kedalaman maksimal tiga meter. Luasan danau tersebut menjadi bagian dari pembukaan lahan di zona pemanfaatan yang diizinkan. Sebab dari 222 hektare zona pemanfaatan, hanya 10 persen (22,2 hektare)--termasuk konsesi swasta--yang bisa digunakan sebagai fasilitas wisata.
"Tujuannya supaya alam tetap seimbang dan tidak membuka tutupan lahan seluas-luasnya," ujar Asep.
Hingga saat ini, Situ Gunung disebut Asep menjadi objek wisata yang masih terjaga kelestariannya. Bahkan, beberapa satwa liar endemik Gunung Gede Pangrango seperti macan tutul, babi hutan, landak, kijang, rusa, hingga beberapa jenis burung, reptil dan serangga unik lainnya, terlihat di kawasan Situ Gunung. Ini terabadikan oleh camera trap yang dipasang per enam bulan. "Ada 300 hingga 500 foto," kata Asep.
Menjadi Wisata Dunia
Sejak 2019, Situ Gunung disulap menjadi wisata kelas dunia. Ini disebabkan andil pihak swasta yang datang dengan konsep wisata baru di kawasan itu: jembatan gantung atau suspension bridge. Mengutip situgunungbridge.com, jembatan gantung suspension bridge merupakan jembatan gantung terpanjang yang berada di tengah hutan di Asia Tenggara dan menjadi daya tarik wisata dunia. Jembatan ini membentang sepanjang 243 meter, dengan lebar 1,8 meter, dan ketinggian 121 meter di atas permukaan tanah.
Jembatan gantung suspension bridge pertama kali dibangun pada pertengahan 2017 oleh PT Fontis Aquam Vivam. Proses pembangunan jembatan dilakukan secara manual dengan melibatkan warga lokal dan tenaga ahli dari Bandung. Meski tidak menggunakan alat berat, pembangunan jembatan ini selesai dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, lebih tepatnya selama empat bulan. Untuk keselamatan dan kenyamanan, selama pembangunan dilakukan pendampingan teknis dari Puslitbang Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Pada 9 Maret 2019, jembatan gantung suspension bridge diresmikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan. Hadir dalam peresmian itu para pejabat seperti Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Bupati Sukabumi Marwan Hamami, dan beberapa pejabat lainnya. Selain jembatan gantung suspension bridge, saat ini di Situ Gunung juga terdapat jembatan anggrek, jembatan merah, jembatan 183/Tarzan Camp, hingga wahana keranjang sultan.
Pembangunan spot wisata di Situ Gunung sempat memicu polemik lantaran khawatir dapat merusak kelestarian alam. Namun, Asep Suganda menegaskan seluruh pembangunan fasilitas wisata dilakukan di zona pemanfaatan. Termasuk pembangunan oleh swasta di Situ Gunung yang memiliki lahan konsesi seluas 102 hektare (bagian dari 222 hektare zona pemanfaatan). Dari 102 hektare tersebut, hanya 10 persen (10,2 hektare) yang boleh menjadi fasilitas wisata, salah satunya jembatan gantung suspension bridge.
"Saya sebagai ujung tombak harus mengawasi konsesi ini. Ketika perusahaan lewat 10,2 hektare, kartu merah. Ketika lewat, ini bisa diputus kerja samanya dan izinnya bisa dicabut," kata dia.
Kini, Situ Gunung sudah bertransformasi menjadi wisata dunia. Pembangunan di kawasan ini diharapkan mampu memberi dampak nyata, terutama dalam bidang ekonomi, bagi masyarakat sekitar. Sisi gelap pembangunan harus bisa dikonversi oleh nilai manfaat yang berkelanjutan bagi pariwisata dan kelestarian alam Sukabumi.