SUKABUMIUPDATE.com - Hari ini, Senin 20 Maret 2023, laman Google Indonesia dihiasi dengan gambar doodle penyair Sapardi Djoko Damono lengkap dengan topi pet yang menjadi ciri khasnya.
Ilustrasi tersebut ditampilkan bertepatan dengan hari lahir Sapardi pada 20 Maret 1940. Penyair kelahiran Solo, Jawa Tengah ini wafat dalam usia 80 tahun pada 19 Juli 2020.
Mengutip tempo.co, Sapardi Djoko Damono merupakan salah satu penyair terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Tepat tiga tahun yang lalu, 19 Juli 2020, Sapardi telah wafat. Penyair yang lahir pada 20 Maret 1940 ini juga dikenal sebagai akademisi, pengamat sastra, pakar sastra, dan kritikus sastra. Selama 80 tahun, Sapardi telah melalui berbagai kisah yang menarik dan inspiratif.
Baca Juga: Misteri Bulan Jatuh di Langit Cicantayan Sukabumi 125 Tahun Silam
Dilansir dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Sapardi Djoko Damono adalah putra pertama dari pasangan Sadyoko dan Saparian. Ia lahir di Solo, Jawa Tengah. Masa pendidikan dasarnya pun ia habiskan di Solo juga. Pendidikan yang dijalaninya adalah SR (sekolah rakyat) Kraton "Kasatriyan" Solo, lalu SMP Negeri II Solo. Kemudian, pendidikan SMA ia tempuh di SMA Negeri 2 Surakarta dan lulus pada 1958.
Setelah lulus dari SMA, Sapardi menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) UGM, dengan mengambil jurusan Sastra Inggris. Pendidikan Sastra Inggris yang ia terima membuatnya menjadi penerjemah beberapa buku asing.
Karya terjemahan Sapardi Djoko Damono, antara lain Lelaki Tua dan Laut (The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway), Duka Cita bagi Elektra (Mourning Becomes Electra karya Eugene O'Neill), Amarah I dan II (The Grapes of Wrath, karya John Steinbeck), dan sebagainya.
Selepas lulus dari UGM, Sapardi memperdalam ilmu humanities di University of Hawaii, Amerika Serikat. Pendidikannya tersebut ia tempuh selama satu tahun, yakni dari 1970 hingga 1971.
Karir akademiknya pun semakin cemerlang ketika ia mendapat gelar doktor di bidang ilmu sastra dengan disertasi yang berjudul "Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur" pada 1989. Ia kemudian dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) Universitas Indonesia pada 1995.
Baca Juga: Kisah Haru TKW di Malaysia, Bertemu Keluarga di Sukabumi Setelah 19 Tahun Berpisah
Sebagai akademisi sekaligus penyair, karya-karya Sapardi sangatlah dijunjung tinggi oleh para penyair dan pengamat sastra tanah air. Dalam buku Sastra Indonesia Modern II, Andries “Hans” Teeuw memuji keindahan dan keorisinilan karya Sapardi.
“Dia seorang penyair yang orisinil dan kreatif, dengan percobaan-percobaan pembaharuannya yang mengejutkan, tetapi dalam segala kerendahan hatinya, boleh jadi menjadi petunjuk tentang perkembangan-perkembangan mendatang,” ucap Andries Teeuw seperti dikutip dari Ensiklopedia Kemendikbud, 19 Juli 2021.
Berkat keindahan karyanya, Sapardi Djoko Damono mendapat berbagai penghargaan. Pada 1996 ia memperoleh Kalyana Kretya dari Menristek RI. Tahun 2003 Sapardi mendapat penghargaan The Achmad Bakrie Award for Literature dan tahun 2004 Sapardi memperoleh Khatulistiwa Award. Pada tahun 2012, Sapardi juga mendapat penghargaan dari Akademi Jakarta.
Seperti dilansir tempo.co, penyair Joko Pinurbo pun juga mengungkapkan kekagumannya terhadap Sapardi. Sapardi merupakan penyair aliran lirisisme, yang dimulai oleh Amir Hamzah dan Chairil Anwar. Puisi-puisinya terdiri dari sajak sederhana, tetapi berhasil membuat banyak orang kagum.
Baca Juga: Puisi Bacalon Kades di Kabupaten Sukabumi Tentang Pesta Demokrasi
“Dia (Sapardi) adalah salah satu rasul utama dunia puisi Indonesia,” ujar Penyair Joko Pinurbo sebagaimana dikutip dari Majalah Tempo, 19 Juli 2021.
Joko Pinurbo terkenal dengan panggilan Jokpin, mengutip laman wikipedia merupakan seorang penyair asal kelahiran Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. "Joko Pinurbo lahir 11 Mei 1962 (umur 60) Indonesia Sukabumi, Jawa Barat, Pekerjaan Sastrawan, Tahun aktif 1983 sampai sekarang," tulis wikipedia.