SUKABUMIUPDATE.com - Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK-SPSI) Kabupaten Sukabumi memberikan sejumlah catatan terhadap Peraturan Menaker (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023. SP TSK-SPSI menilai peraturan tersebut akan mendegradasi buruh terutama Muslim.
Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global ditandatangani oleh Menaker Ida Fauziyah tanggal 7 Maret 2023 dan langsung berlaku sejak diundangkan pada 8 Maret 2023.
Ketua Pimpinan Cabang SP TSK-SPSI Kabupaten Sukabumi Mochamad Popon mengatakan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 menyatakan perusahaan dapat menyesuaikan waktu kerja kurang dari tujuh jam per hari dan 40 jam per minggu untuk enam hari kerja dalam sepekan. Kondisi ini akan merugikan kaum buruh.
Baca Juga: Termasuk Pabrik Tekstil dan Alas Kaki, Menaker Izinkan Pengusaha Potong Gaji Buruh
Pasalnya, Popon mengungkapkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 bisa memberi ruang bagi pengusaha untuk melakukan pengurangan upah dengan berkurangnya waktu kerja yang bukan atas kehendak buruh. "Jelas akan membuat semrawut tata aturan yang berlaku," kata dia kepada sukabumiupdate.com, Jumat (17/3/2023).
Tata aturan yang dimaksud Popon adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan waktu kerja telah diatur yakni tujuh jam per hari untuk enam hari kerja dan delapan jam sehari untuk lima hari kerja alias total 40 jam dalam seminggu. "Mana mungkin peraturan menteri bisa melanggar atau menabrak aturan hukum yang ada di atasnya," ujarnya.
Popon mengatakan dalam undang-undang tersebut jelas disebutkan jika buruh tidak bekerja atau kurang waktu bekerjanya karena bukan alasan atau keinginan buruh sendiri atau karena keinginan perusahaan atau karena sesuatu yang bisa dihindari oleh pengusaha, maka pengusaha tetap wajib membayar upah buruh tersebut.
Kementerian Ketenagakerjaan selama ini dinilai selalu menggunakan diksi krisis dan sejenisnya untuk memberi pembelaan dan pemihakan terhadap para pengusaha dengan melegalkan penindasan terhadap buruh melalui aturan yang merugikan buruh dan menguntungkan pengusaha seperi yang terbaru adalah Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.
Baca Juga: Dana JHT Cair di Usia 56 Tahun, SPSI Sukabumi: Yang Kena PHK Muda Gimana?
Popon menyebut Kementerian Ketenagakerjaan RI sangat minim mengeluarkan kebijakan yang memberikan perlindungan terhadap buruh. Bahkan faktanya selalu membuat legitimasi untuk melakukan pembenaran terhadap dilanggarnya hak-hak normatif buruh atau pekerja yang jelas-jelas secara hukum di atasnya sudah diatur.
"Semestinya pemerintah menjadi pihak yang menegakkan aturan atau undang-undang yang dibuatnya sendiri, bukan malah menjadi alat legitimasi untuk menghalalkan pelanggaran terhadap hukum yang dibuat oleh pemerintah," kata dia.
Popon kemudian menaruh kecurigaan dengan diterbitkannya Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 menjelang Ramadhan. Dia menduga peraturan yang memberi jalan bagi pengusaha untuk melakukan pemotongan upah melalui pengurangan jam kerja ini sengaja dibuat untuk menyusahkan buruh yang mayoritas beragama Islam.
Diketahui, tak lama lagi umat Islam, termasuk di dalamnya para buruh, akan menjalankan ibadah puasa Ramadhan, di mana kebutuhan meningkat, terutama mendekati lebaran atau Hari Raya Idulfitri. Popon menyebut pengurangan upah ini akan memengaruhi konsentrasi buruh yang mayoritas muslim dalam menjalankan ibadah puasa.
"Saya sih tidak berharap Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ini dimaksudkan untuk merusak kualitas ibadah Ramadhan buruh yang mayoritas muslim. Juga tidak berharap Permenaker ini sebagai bagian dari proxy war dari kekuatan asing, pengusaha asing, dan terutama kaum Yahudi. Apalagi sebentar lagi isunya Israel akan ikut Piala Dunia U-20 di Indonesia, sementara Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel, sehingga saya mendorong partai-partai Islam dan kekuatan masyarakat muslim harus melakukan penolakan terhadap Permenaker ini yang jika dibiarkan bisa semakin mendegradasi buruh yang mayoritas muslim," kata Popon.
Baca Juga: Tak Hanya UMK 2023, Buruh Sukabumi Minta Ada Aturan Upah Pekerja di Atas Satu Tahun
Beberapa masalah lain dari Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang disampaikan Popon adalah terkait munculnya ruang konflik antara buruh dan pengusaha. Sebab, posisi buruh selama ini selalu lemah dan semakin dilemahkan oleh pemerintah. Akibatnya, buruh berpotensi kembali menjadi korban atau pihak yang dikorbankan pemerintah.
"Karena kunci pemberlakuan Permenaker ini adanya kesepakatan (buruh dan pengusaha), maka kami mengimbau kepada buruh khususnya anggota dan serikat-serikat pekerja di perusahaan yang berafiliasi dengan SP TSK-SPSI Kabupaten Sukabumi untuk tidak melakukan kesepakatan apa pun yang berdampak pada pengurangan jam kerja yang berdampak pada pengurangan upah sebagaimana yang diatur dalam Permenaker 5/2023 tersebut," ujar Popon.