SUKABUMIUPDATE.com - Di ruangan seluas 3x5 meter persegi, Solehudin Ghojali (47 tahun) dengan tekun membina dan melahirkan generasi Islam di rumahnya. Sejak 2004 atau sudah 19 tahun, warga Kampung Lembur Situ, Desa Warnasari, Kecamatan/Kabupaten Sukabumi, ini terus menjaga tradisi mengaji bersama sang istri, Leli Nurlaeli (39 tahun).
Tak banyak yang diimpikan pasangan guru mengaji ini, selain ingin anak-anak di kampungnya dapat membaca Al-Qur'an dan memiliki pemahaman agama yang baik. Berbekal ilmu yang mereka punya, Solehudin dan Leli saat ini setiap hari membimbing sekitar 70 santri berusia tiga tahun sampai pelajar tingkat sekolah menengah pertama, tanpa berharap imbalan.
Rutinitas keduanya dalam mengajar dibagi beberapa waktu. Ini lantaran ruangan di rumah Solehudin tidak cukup jika harus menampung 70-an anak sekaligus. Alhasil, dia membuat jadwal mengaji menjadi tiga waktu yakni setelah salat Subuh, Magrib, dan Isya. Adapun yang diajarkan adalah seputar materi buku Iqra, Al-Qur'an, ilmu tajwid, hingga kitab kuning.
Baca Juga: Pemkot Sukabumi Serahkan Kadeduh untuk Juara MTQ Jabar dan Insentif Guru Ngaji
Rumah Solehudin dan istrinya ini sebenarnya tidak besar, hanya 6x9 meter persegi untuk total luas bangunan. Tetapi, mereka masih bisa menyediakan ruangan khusus sebagai tempat belajar anak-anak di kampungnya. Selain itu, kondisi rumah Solehudin juga sudah mengalami banyak kerusakan dan acapkali bocor di beberapa titik ketika hujan datang.
"Sering bocor itu karena atap rumahnya menggunakan asbes dan tidak memiliki langit-langit," kata Solehudin kepada sukabumiupdate.com di rumahnya pada Senin, 13 Maret 2023.
Selain tempat mengaji, rumah tersebut dihuni Solehudin bersama istri dan empat anaknya. Diketahui, anaknya yang paling besar saat ini duduk di bangku sekolah menangah atas (laki-laki), anak kedua di sekolah menengah pertama (laki-laki), anak ketiga masih pendidikan anak usia dini (perempuan), dan anak bungsunya laki-laki baru berusia 10 bulan.
Pada 2016, rumah semi permanen terbuat dari campuran papan dan bilik bambu yang ditempati keluarga Solehudin ini sempat direnovasi akibat pada bagian atap ambruk karena lapuk dimakan usia. Dia kemudian membangun kembali rumahnya itu dengan dana seadanya yaitu bantuan dari pemerintah desa setempat sebesar kurang lebih Rp 4 juta.
Solehudin sendiri tak menyangka uang Rp 4 juta mampu mendirikan kembali rumahnya bahkan menjadi lebih baik dari sebelumnya. "Saya berpikir karena Allah Maha Kaya. Saya ikhtiar saja. Alhamdulillah selesai juga," ujarnya yang merupakan lulusan Pondok Pesantren Siqoyaturrahmah Sukabumi.
Kondisi ekonomi Solehudin tak bisa dibilang memadai. Selain mengajar puluhan santri di rumahnya (beberapa santri kadang memberi sumbangan membayar listrik), dia juga mengajar di madrasah setelah waktu Zuhur dan mengajar privat apabila ada yang memintanya. Tetapi, penghasilan ini tak seberapa untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Baca Juga: Semangat Ustadz Tajudin: Difabel Asal Cikakak Sukabumi yang Aktif Mengajar Mengaji
Aktivitas lain yang sering dilakukan Solehudin untuk mencukupi keperluannya sehari-hari adalah membantu orang lain dengan menjual air galon dan gas LPG di rumahnya dengan imbalan Rp 500 per satu kali penjualan. Namun, dia tak pernah berkecil hati dan selalu berharap apa yang dilakukannya membawa manfaat untuk orang lain, terutama santrinya.
"Harapan saya untuk para santri, mudah-mdahan mereka menjadi anak yang saleh dan salihah, memiliki ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. Bagi saya pribadi juga mudah-mudahan dari mengajar mengaji ini ganjarannya akan sampai kepada saya, seperti hadis yang menerangkan bahwa bilamana anak Adam meninggal, semua amalnya putus kecuali tiga, pertama sedekah jariyah, kedua ilmu yang bermanfaat, dan ketiga doa anak yang saleh dan salihah," kata dia.