SUKABUMIUPDATE.com - Cerita panjang aktivitas para penambang rakyat (Gurandil) di wilayah Pajampangan, dibalik adanya peningkatkan kesejahteraan, pertaruhan nyawa, juga tidak lepas dari dunia perdukunan, atau mistis.
"Tidak tahu pasti, kapan dimulainya ada pertambangan emas. Namun seingat saya, mulai ramai adanya tambang di Pasirpiring pada tahun 1982," kata UJ (48 tahun) warga Kecamatan Waluran kepada Sukabumiupdate.com. Jumat (3/3/2023).
Saat usia remaja, lanjut UJ, saya hanya karyawan, mencatat para gurandil yang mau menambang, waktu itu dengan cara memahat, beda dengan sekarang menggunakan hamer, setelah beberapa tahun, baru ikut masuk lobang sebagai gurandil.
"Waktu itu, pembagian hasil dengan membagikan batu bahan emas. Pembagian untuk Gurandil, karyawan, lalu semabko dan untuk pemodal, dan biaya untuk ke dukun atau orang pintar, yang disebut jatah menyan," jelasnya.
Jatah menyan atau biaya untuk ke dukun atau ahli syariat, lanjut UJ, biasanya dilakukan oleh pemilik lubang, biasanya dilakukan sebelum melakukan penambangan dengan cara membakar kemenyan atau apel jin.
"Sebelum melakukan aktivitas penambangan, biasanya yang punya lubang, membakar kemenyan atau apel jin didalam lubang, setelah itu, selama dua hari tidak ditambang, dengan maksud agar urat-urat emas atau urat inti emas terlihat," ungkapnya.
"Selain adanya ritual membakar kemenyan atau apel jin, juga ada larangan dilokasi tambang, bahwa tidak diperbolehkan melakukan sembelih hewan dilokasi, baik untuk dimakan, atau sekedar membunuh. Diyakini saat itu, lubang tidak akan ada emasnya, biasanya sampai satu atau dua minggu," terangnya.
Hal lainnya, menurut UJ yang paling menakutkan, mengancam keselamatan bagi gurandil adalah terjadinya lubang ambruk, lubang berair, terutama saat musim hujan, juga instalasi listrik, terjadinya kesetrum, makanya kalau terjadi hujan disertai angin, biasanya ada kode, agar para gurandil yang ada didalam lubang, segera keluar," terangnya.