SUKABUMIUPDATE.com - Aktivitas tambang emas di wilayah Pajampangan bukanlah hal baru. Sudah puluhan tahun masyarakat di selatan Sukabumi ini menggantungkan hidupnya dari kegiatan yang sebenarnya tidak memiliki izin atau disebut pertambangan tanpa izin (Peti).
Salah satu lokasi yang hingga kini mayoritas warganya sebagai gurandil adalah Desa Mekarjaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Selama ini mereka melakukan penambangan di atas lahan pribadi, perkebunan, bahkan di lahan milik Perhutani.
Penduduk Desa Mekarjaya sudah turun-temurun melakukan aktivitas tambang emas tersebut. Jurnalis sukabumiupdate.com bersekesempatan menemui salah satu penambang emas di Desa Mekarjaya, Yusup (45 tahun), pada Rabu, 1 Maret 2023.
Baca Juga: Limbah Cemari Sungai, Warga Mekarjaya Sukabumi Tagih Janji Perusahaan Tambang Emas
Pria yang akrab disapa Bokir ini ditemui di lokasi tambang yang ada di Kampung Pamoyanan, Desa Mekarjaya. Dia mengungkapkan kegiatan tambang emas di desanya sudah ada sejak dulu, bahkan Bokir telah mulai melakukan penambangan ketika masih berusia remaja.
"Kegiatan atau aktivitas penambangan ini sudah sejak dulu. Waktu saya masih remaja sudah mulai melakukan penambangan," kata dia.
Hampir 80 persen, kata Bokir, warga Desa Mekarjaya menggantungkan hidupya pada hasil tambang meski harus bertaruh nyawa, selain bertani. Bokir menyebut ada ribuan lubang tambang emas yang saat ini tersebar di wilayah Desa Mekarjaya.
Sebagian besar dari lubang-lubang itu digarap di atas lahan milik pribadi dan diproduksi di tempat, tetapi ada pula yang diproduksi di rumah. Sementara lubang tambang yang lain, sebagian digarap di lahan Perhutani yang sudah tidak produktif. Lahan ini dimanfaatkan oleh warga dengan skala kecil.
"Lahan-lahan yang ditambang kebanyakan milik pribadi, tapi ada juga milik perkebunan dan Perhutani yang sudah tidak produktif, dimanfaatkan oleh warga dan hanya skala kecil. Para gurandil atau penambang mengakui selama ini mereka tidak mengantongi izin tambang, namun kegiatan tersebut menjadi tumpuan hidup mereka, dan apa pun risikonya tidak akan berhenti melakukan kegiatan," ujar Bokir.
Baca Juga: Diprotes Gegara Pakai Batu Bara, Tambang Emas di Simpenan Sukabumi Ditutup
Tambang rakyat di Desa Mekarya sudah lama berjalan. Awalnya, para gurandil melakukan penambangan secara manual dengan membuat lubang dan turun langsung ke lubang tersebut untuk mengambil bahan emas, begitu juga pengolahannya. Walaupun cara ini dinilai kurang aman dan mengancam keselamatan.
Bokir mengatakan pada sekitar 1980, pengolahan emas ini masih menggunakan bahan kimia raksa atau merkuri (Hg) dengan sistem gulundung (bahas emas berupa bebatuan digiling sampai jadi lumpur).
"Kalau bicara lama atau tidak lama, saya belum lahir juga sudah ada yang namanya gurandil. Baru pada 2012, menggunakan bahan kimia sianida (CN) dan karbon untuk pembakaran dengan sistem pengolahan direndam," kata dia.
Setiap lubang tambang emas yang dibuat masyarakat memiliki diameter satu meter dengan kedalaman mencapai kurang lebih 50 meter. Di dalam lubang tersebut terpasang lampu penerangan dan blower. Sementara di atas permukaan lubang diberi pasangan kayu dan bambu untuk menjaga keamanan.
"Di dalam (lubang) itu seperti terowongan. Awalnya dibuatkan lubang atau disebut sumuran. Setelah sumuran pertama sekitar 15 hingga 20 meter, lalu dibuatkan terowongan ke kiri dan ke kanan, lalu sumuran lagi, dan dibuatkan terowongan lagi. Di dalam itu ada dua sumuran. Jadi jumlahnya tiga sumuran dengan yang di permukaan tanah. Bisa memuat 13 atau 15 penambang," ujar Bokir.
Baca Juga: Sosialisasi Perizinan Bersama DPMPTSP, Wabup Sukabumi Bahas Legalitas Tambang
Setiap satu lubang galian tambang, kata Bokir, bisa mempekerjakan 50 orang (satu shift) mulai penambang yang masuk ke lubang dan bagian pengolahan hingga menjadi bijih emas yang siap dijual.
Sementara jam kerja di dalam lubang dibagi menjadi dua waktu, di mana shift siang pukul 08.00 hingga 14.00 atau 15.00 WIB, dan dilanjutkan shift malam. Artinya, untuk satu lubang bisa mempekerjakan 100 orang (dua shift). Kondisi ini diakui atau tidak, bisa dibilang cukup memberikan penghasilan bagi warga yang tidak bekerja.
"Di Desa Mekarjaya hampir ada ribuan lubang. Dengan hasil tambang, mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya, atau ke ponpes, bisa membuat rumah, hingga membeli motor atau mobil. Namun perjalanan gurandil tidak selamanya mulus, kadang suka ada penertiban dan mereka terpaksa harus libur dulu beberapa hari. Terkadang juga di musim hujan lubang berisiko penuh air," kata Bokir.
"Harapan kami, pemerintah bisa hadir dan memberikan solusi, terutama dalam perizinan tambang agar kami tidak merasa waswas dalam melakukan aktivitas tambang, walaupun yang digarap adalah milik lahan pribadi, tetapi kami sadar tidak mengantongi izin," imbuhnya.
Kepala Desa Mekarjaya Bambang Sujana mengatakan mayoritas warganya sebenarnya adalah petani dan aktivitas tambang menjadi sampingannya.
"Kalau 80 persen warga penambang itu tidak benar karena warga Mekarjaya mayoritas petani, cuma di sela-sela kegiatan bertaninya menambang. Kalau pagi sampai siang atau sore di kebun, setelah itu baru ke tempat tambang. Itu juga tidak semua petani ikut menambang," kata Bambang.