SUKABUMIUPDATE.com - Perkebunan teh yang ada di daerah Pajampangan Kabupaten Sukabumi menarik untuk ditelisik karena memiliki kisah panjang mengenai pekerja pemetik teh yang didatangkan dari luar daerah hingga upaya belanda membuat pekerja itu tak pulang ke kampung halamannya.
Salah satu tokoh Pajampangan Kamaludin (72 tahun) menuturkan kebun teh di wilayah Pajampangan dibuka oleh Belanda pada tahun 1927 kemudian sempat dikuasai Jepang sejak 1942. Kebun teh tersebut diteruskan oleh Indonesia semenjak Merdeka pada 1945 hingga saat ini.
Kamaludin menyatakan pada tahun 1927 berdiri perkebunan Teh Citalahab di Kecamatan Jampangtengah disusul oleh perkebunan Teh Bojongasih dan perkebunan Teh Cigaru - Cijiwa di Desa Bojongasih, Kecamatan Simpenan pada tahun 1930 dan perkebunan Teh Cimenteng yang masuk Kecamatan Simpenan dan Kecamatan Lengkong tahun 1940.
Baca Juga: 7 Mitos Bunga Wijaya Kusuma, Datangkan Jodoh Hingga Kesayangan Nyi Roro Kidul
Adapun perkebunan yang usianya paling muda adalah perkebunan Teh Nagawarna Lengkong yang dibuka tahun 1960. Kebun teh ini berada dekat SMAN Lengkong.
Dari sejumlah perkebunan itu, teh terbaik dihasilkan dari perkebunan Citalahab, perkebunan Cimenteng serta perkebunan Jayanegara Kabandungan.
Namun karena tidak memiliki mesin untuk pengolahan maka mulai tahun 1961, teh dari perkebunan Cimenteng dibawa untuk diolah di perkebunan Jayanegara yang pemiliknya Hj Aja Wiarsih binti H. Alimudin. Demikian juga dengan teh dari perkebunan Citalahab serta Teh Cigaru - Cijiwa.
Baca Juga: Masjid Al Jabbar Bakal Ditutup Sementara, Ridwan Kamil Ungkap Alasannya
Sedangkan Teh perkebunan Nagawarna Lengkong diolah di Jalan Baros Sukabumi dan usai diolah dikembalikan lagi ke Lengkong.
“Usai diolah, teh dikemas di Cigandok Lengkong selanjutnya diekspor ke negara Jepang, Filipina, Australia serta New Zealand," paparnya.
Kamal menyatakan ketika perkebunan teh itu dikuasai Belanda, buruh pemetik teh itu didatangkan dari luar Sukabumi. Mereka datang dari Banyumas, Brebes, Plered dan Sleman. Oleh Belanda, mereka diberi tempat tinggal berupa bedeng.
Baca Juga: Lempar Bakso Diduga Isi Sabu ke Lapas Nyomplong Sukabumi, Pelaku Ditangkap
Para pekerja itu umumnya buta huruf. Sebab yang menjadi hal utama, buruh perkebunan yang penting patuh, taat kepada mandor dan majikan perkebunan.
Belanda juga mendatangkan hiburan kesenian daerah asal para buruh pemetik teh itu, tujuannya agar para buruh perkebunan merasa betah.
Tapi hal itu merupakan trik Belanda, agar para buruh ini tak ingat pulang. Selain mendatangkan hiburan dari daerah asal, Belanda juga mengenalkan judi seperti gupluk, sintir, serta judi lainnya. Tujuannya agar uang yang didapat habis terkikis sehingga mereka tidak bisa pulang ke daerah asal.
Baca Juga: Profil Ade Ary Syam Indradi, Kapolres Metro Jaksel Asal Sukabumi
“Sungguh dahulu begitu menyedihkan, memprihatinkan. Mereka tidak bisa berdikari untuk ikut mengolah lahan perkebunan, tapi mereka terlena dengan kesenangan yang disuguhkan majikan perkebunan,” ungkap Ki Kamal.
Hingga saat ini sebagai bedeng tersebut masih ada dan sudah beberapa kali direhab diantaranya ukurannya yang diperluas. Sehingga bentuknya seperti rumah pada umumnya.
"Dulu ukuran 3 meter X 5 meter untuk yang sudah berkeluarga, sekarang mungkin sudah berbeda, terdiri dari ruangan tengah, satu kamar ukuran kecil, dan dapur, namanya tipe 26," ujarnya.
Jumlah bangunan itu tergantung banyaknya pekerja. Misalkan ada 30 keluarga, maka dibuatkan 30 bedeng ukuran tipe 26.
"Untuk yang masih sendiri dikasih 3 meter X panjang misal 30 meter, lalu disekat sekat sehingga 10 sekat. Dengan bahan bangunan kayu, bambu, dan atapnya seng, mungkin sekarang sudah ganti atapnya pakai djabesmen," jelasnya.
Suasana di perkebunan pun sudah jauh berbeda, seperti di perkebunan Cimenteng ada sekolah dasar. Sarana pendidikan juga dibangun diareal perkebunan, baik di Lengkong, Cigaru, bahkan tiap perkebunan.
"Namun suasana rumah Bedeng tetap menjadi ciri khas sebagian karyawan yang masih menempatinya, ada juga yang sudah pindah ke perkampungan beli tanah dan membuat rumah,” ujarnya.