SUKABUMIUPDATE.com - Sejumlah sub penyalur LPG 3 kilogram bersubsidi di Kota Sukabumi mengeluhkan penjualan elpiji dipangkalannya mengalami penurunan drastis. Hal tersebut diungkapkan Ketua Paguyuban Pangkalan Gas LPG 3 Kilogram Kota Sukabumi, Dadang Suherman (54) kepada sukabumiupdate.com, Jumat (24/02/2023).
Menurut Dadang, penurunan penjualan sudah mulai dirasakan sejak awal januari 2023. Dampak utama yang dirasakannya adalah bagaimana para pemilik pangkalan harus berjibaku dengan pencapaian target harian yang lambat.
Dadang menambahkan, kasus seperti ini baru pertama kali terjadi sepanjang dirinya menjadi sub penyalur LPG 3 kilogram di Kota Sukabumi.
Dadang menyebutkan, faktor penyebab lambatnya penyerapan LPG ke tingkat konsumen diduga sejumlah warung-warung yang menjadi penjual LPG ditingkat akhir mendapatkan akses LPG 3 kilogram lebih murah dari yang dijual oleh pangkalannya.
"kalau yang bisa menjual lebih rendah dari pangkalan tidak ada lagi selain dari agen," duga Dadang.
Padahal, menurut Dadang, keuntungan agen sudah tinggi, sehingga apa yang dilakukan agen sangat mengacaukan situasi penjualan di sejumlah pangkalan.
Baca Juga: Warga Jangan Lupa! Inilah 7 Wakil Rakyat Dapil V Kabupaten Sukabumi
"sekarang ini penjualan di setiap pangkalan sangat kacau," tandasnya.
Dadang menduga, apa yang menjadi nekadnya para agen menjual langsung ke pengecer tingkat akhir, karena mereka memiliki stok yang melimpah (overload).
"pengamatan saya di kota Sukabumi ini terlalu banyak agen, sehingga mereka kebingungan mengeluarkan barang," sambung Dadang
Ditempat yang sama, aktivis Sukabumi, Taufik Hudyat menyampaikan bahwa keadaan kekacauan di setiap pangkalan menurut pengamatannya dimulai sejak terbitnya SK Walikota Sukabumi terkait pengaturan Harga Eceran Tertinggi (HET). Dimana Kota Sukabumi ditetapkan HETnya sebesar Rp19.000.
"para pangkalan sangat mengikuti SK Walikota tersebut, walaupun mereka tidak diajak bicara sebelum SK itu diterbitkan," timpalnya.
Menurut Taufik, dengan keadaan seperti ini walikota Sukabumi harus mengevaluasi efektifitas SK tersebut. Alih-alih menguntungkan masyarakat, justru sebaliknya.
"keputusan Walikota tentang pengaturan harga LPG itu harus di evaluasi atau bila perlu dicabut, karena SK Walikota terasa percuma bagi para pemilik pangkalan dan para konsumen," bebernya.
Yang terjadi justru, menurut Taufik, dengan overloadnya DO ditingkat agen, menyebabkan distribusi elpiji 3 kilogram bersubsidi menjadi tidak efektif.
"dimana supply melebihi deman yang menyebabkan beralihnya pemakai non subsidi pindah ke LPG 3 kg, dan akhirnya mengakibatkan beban subsidi negara," pungkasnya.