SUKABUMIUPDATE.com - Di kawasan Leuweung Hideung yang berada di Kecamatan Cibitung, Kabupaten Sukabumi, ada sebuah areal yang bernama Tegal Si Awat-awat, atau Tegal Si Awet-awet, menyimpan banyak misteri, bagi warga Pajampangan. Termasuk misteri Mbak Ayu yang diduga masih hidup sorang diri ditengah hutan.
Leuweung Hideung sendiri merupakan salah satu hutan penyangga kawasan selatan (Pajampangan), berbatasan dengan Perum Perhutani.
Salah satu tokoh masyarakat Pajampangan, Kamaludin (72 tahun), atau akrab disebut Ki Kamal warga Kampung Pasir Karang RT 04/02 Desa Gunungsungging, Kecamatan Surade mengatakan banyak cerita atau versi terkait keberadaan Tegal Si Awat-awat, atau Tegal Si Awet-awet tersebut.
"cukup jauh, berada di kampung kadudahung, desa cibitung, lewat leuweung hideung, akses jalan dari kampung cikawung - karangbolong. Disana ada tempat atau area hutan Tegal Si Awat-awat, Leuit Salawe, serta Dungus Kamanggong," katanya kepada Sukabumiupdate.com, Rabu (22/2/2023).
Kamaludin menjelaskan lokasi tersebut bisa dikatakan kramat, atau angker. Tegal Si Awat-awat, atau Si Awet-awet, pada saat itu mungkin disebut area yang belum dikasih nama, area langka, karena pertama lokasinya jauh, keduanya jalan yang cukup terjal, perjalanan dengan medan cukup sulit. Menyusuri tebing, naik turun tebing, dan pegangan pada akar.
"mulai jaman penjajahan Belanda, Tegal Si Awat-awat pernah dijadikan markas sama anak-anak bambu runcing, pimpinan pak Tjetje Soebrata," terang Ki Kamal.
Cerita orangtua dulu, kata Ki Kamal, di areal Tegal Si Awat-awat, ada lumbung padi bernama Leuit Salawe Jajar, bekas atau patilasan Raja Mandala Gegerbitung, yakni Prabu Kebodongkol.
Disebut Prabu Kebodongkol, kata Kamal lantaran sering naik Kebodongkol (kerbau), dengan mahkota yang dipakai Pamor Kobra, dikepalanya Batara Durga.
"Itu cerita sesepuh dulu. Mereka bercocok tanam padi atau huma di kawasan Cireundeu, sebelah barat Leuweung Hideung, tempatna Prabu Kebodongkol," tuturnya
Adapun Dungus Kamanggong, sambung Kamal merupakan tujuh bukit, dataran tinggi (pasir), yang digunakan tempat Leuit Salawe Jajar. "Lokasi tersebut digunakan markas anak anak bambu runcing, pada saat mereka pergi kehutan, karena situasi dalam keadaan genting," paparnya.
Ki Kamal menceritakan, bahwa dirinya, pada tahun 1978 saat Kecamatan Cibitung masih masuk wilayah Kecamatan Surade, pernah menyusuri Leuweng Hideung, mulai dari Kampung Ciroyom, Leuweng Hideung, Tegal Si Awat-awat, lanjut ke Kadudahung, Pasir Torek, dan Pasir Salam dekat Sungai Cikaso.
"Perjalanan jalan kaki hampir 8 jam lebih, saat itu bersama Polhut, kuncen orang Cikawung, serta penilik kebudayaan menyusuri bukit, sungai, dan menginap selama 2 malam," bebernya.
Lanjut Kamal, di Tegal Si Awat-awat pada saat itu ditemukan batu hitam sebanyak 3 buah, sebesar betis berbentuk kerucut, menurut cerita kalau digali ada pundi abu jenazah, kemungkinan itu jaman hindu.
Dan sebelah selatan ada batu bentuk datar sebanyak 3 buah, disebut batu musyawarah, mungkin tempat bermusyawarah atau kumpulan, berada ditengah pohon kiara. "Dari cerita sepuh, bahwa dilokasi tersebut, dijadikan tempat pembuangan orang orang yang bermasalah," ungkapnya.
Kalau mau kesana, harus dengan kuncen, takutnya tidak tahu jalan, dan linglung.
"dulu ada cerita tidak akan ketemu dengan lokasi Tegal Si Awat-awat kalau tidak bawa sirih hitam, mungkin sekarang sudah ganti, tinggal minta antar sama kuncennya," kata Ki Kamal
Di Leuweng Hideung juga ada Mbak Ayu (52 tahun), dia pada tahun 1975, bermukim di tengah hutan, ditemani oleh kucing 4 ekor. Sekarang saungnya pakai asbes, dibuatkan sama Polhut.
"Dia bahasanya jawa, sejauh ini belum terungkap keberadaan Mbak Ayu tersebut," pungkasnya.