SUKABUMIUPDATE.com - Kalibundeur sebagai salah satu nama kecamatan di Kabupaten Sukabumi ternyata menyimpan cerita sejarah dibalik namanya yang terkesan terpengaruh faktor Jawa (Jawanisasi).
Hal tersebut setidaknya bisa digali dari nama Kalibundeur sendiri, Kalibundeur yang terdiri dari dua kata yakni "Kali" dan "Bundeur". Kata "Kali" dari bahasa Jawa yang berarti sungai dan "Bundeur" juga bahasa Jawa yang berarti bulat, berbeda untuk dua tempat yang maknanya identik misalnya Tegalbuleud atau Gunungbuleud. Sebuah penamaan tempat yang berbeda dari pakem penamaan yang biasa dipergunakan di tatar Sunda. Biasanya dalam bahasa Sunda penamaan tempat berawalan Ci dari kata Cai.
Sesepuh Kalibundeur, Risman Sumantri, mengungkapkan kepada sukabumiupdate.com saat bersama-sama menghadiri peringatan 41 tahun Kecamatan Kalibunder yang dilaksanakan di halaman kantor kecamatan, Sabtu (28/1/2023).
Baca Juga: Turun-temurun, Cerita Bertahannya Anyaman Bambu dari Kalibunder Sukabumi
Dari cerita Risman, mulanya Kalibundeur merupakan sebutan untuk kampung Tarikolot, disebut Kalibundeur karena kampung tersebut merupakan perbukitan yang dikelilingi oleh selokan atau sungai (kali).
Camat Kalibundeur, Deni Yudono, juga menceritakan jika di Kalibundeur terdapat makom (leluhur) bernama Raden Jaya Raksa dan Raden Nayasentana, kedua orang tersebut merupakan gegeden atau pentolan kerajaan Mataram (Jogjakarta), dan satu lagi makom Mbah Kondang Hapa dari Sumedang.
"Masa selesai VOC di Batavia atau Jakarta, dua gegeden atau pentolan kerajaan tersebut, tidak pulang ke Kerajaan Mataram, tapi mencari tempat untuk isstirahat, dan menyebarkan ajaran Islam. Pada akhirnya menemukan tempat yang asri, sejuk dan nyaman, sebuah bikit atau pasir yang dikelilingi sungai atau selokan, sejak itulah tempat dikurilingan ku susukan, nya ti harita eta patempatan teh disebut Kalibunder," ungkap Deni.
Baca Juga: Mendunia, Spot Wisata Karang Kontol Sukabumi Menarik Perhatian Media Amerika dan Inggris
Tambah Deni, dulu pusat perkotaan tempatnya di Kalibunder berada sekitar makom tadi, kemudian pada saat penjajahan Belanda, direlokasi ke Sukasari, karena Belanda punya visi misi kedepannya wilayah Kalibunder akan dijadikan hutan sebagai resapan air.
"Sejak zaman Belanda itulah nama Kalibunder kemudian menjadi nama yang melekat sampai sekarang," ujar Deni.
Deni menuturkan, Kalibundeur merupakan kecamatan yang terbilang masih muda, sebelum dimekarkan Kalibundeur termasuk wilayah Jampangkulon.
"Kecamatan Kalibunder merupakan pemekaran dari Kecamatan Jampangkulon, melalui peraturan pemerintah RI Nomor 53 tahun 1981, ditandatangani Presiden R1 Soeharto, pada tanggal 24 Desember 1981," kata Deni
Baca Juga: Diduga Hasil Aborsi, Warga Jampangtengah Sukabumi Temukan Mayat Bayi di Saluran Air
Pada awal pemekaran, tambah Deni, Kecamatan Kalibunder baru memiliki tiga desa, yakni Desa Kalibunder, Bojong, dan Cimahpar. "Seiring perkembangan Desa Kalibunder, mengalami pemekaran, sehingga berdiri Desa Sukaluyu, begitupun dengan Desa Bojong, dibagi dua, berdirilah Desa Balekambang, selanjutnya Desa Cimahpar, dipecah sehingga ada Desa Sekarsari. Dan Sekarsari dipekarkan, maka ada Desa Mekarwangi, sehingga sekarang berjumlah tujuh desa," pungkas Deni.
Dari pantauan Sukabumiupdate.com, ratusan warga dari Desa Kalibunder, Sukaluyu, Sekarsari, Cimahpar, Balekambang, Mekarwangi, serta Bojong, yang didampingi para kepala desanya, antusias mengikuti berbagai perlombaan yang diadakan panitia dalam rangka peringatan ke-41 Kecamatan Kalibundeur.
Selain warga, juga dari Polsek Kalibunder, Koramil Jampangkulon, PGRI Kecamatan Kalibunder, Puskesmas Kalibunder, pelajar SMPN Kalibunder, SMAN 1 Kalibunder, KNPI Kecamatan Kalibunder, Karang Taruna Kecamatan Kalibunder, Petani Milenial Kalibunder, kader PKK, OKP, serta Ormas.