SUKABUMIUPDATE.com - Anggota DPRD Jabar Hasim Adnan meminta Kementerian ATR/BPN turun ke Desa Tanjungsari, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi untuk menelusuri dugaan mafia tanah.
Dia menyatakan, mafia tanah itu diduga bermain dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sehingga warga di Kedusunan Cidahu terancam kehilangan hak atas tanahnya.
“Seminggu yang lalu, saya kedatangan perwakilan warga dari kedusunan Cidahu, yang melaporkan kronologis terjadinya kesalahan peta hasil dari program PTSL dan bisa berdampak pada hilangnya hak warga atas tanah yang sudah mereka garap puluhan tahun,” ujar Hasim Adnan.
Baca Juga: Lapang Bola Terancam Mafia Tanah? Kades di Sukabumi Surati Presiden
“Pasalnya, peta yang dikeluarkan BPN pada Tahun 2015 terdapat seluas 114,0109 ha sudah dikuasai rakyat, yang selanjutnya terdaftar sebagai objek pajak bumi dan bangunan sehingga terbit sebanyak 831 SPPT. Namun, berbeda jauh dengan peta terbaru hasil program PTSL pada Oktober 2022,” kata anggota DPRD Jabar Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Sebagaimana laporan dari warga, Hasim menjelaskan, bahwa pada bulan Oktober 2022 dilaksanakan program Pengukuran Tanah Sistematis Lengkap berbasis Partisipasi Masyarakat (PTSL PM) di kedusunan Cidahu. Dan berdasarkan peta tanah yang didapat dari petugas ukur BPN, tanah yang dikuasai oleh masyarakat kedusunan Cidahu hanya seluas 14,3707 ha terdiri dari 178 SPPT.
Sementara, seluas 99,6402 ha masuk pada peta tanah penguasaan Perhutani, sehingga sebanyak 653 SPPT tidak dilakukan pengukuran oleh petugas ukur dari BPN dengan dalih dokumen resmi dari BPN, tanah tersebut merupakan kawasan tanah penguasaan Perhutani dan bukan merupakan tanah dalam penguasaan masyarakat.
Baca Juga: Warga Sukabumi jadi Korban Mafia Tanah? Polisi Minta Ini Agar Bisa Lidik
“Setelah saya pelajari dokumen dan data-data yang ada, untuk sementara saya berkesimpulan bahwa indikasinya cukup kuat, ada mafia tanah yang bermain dalam proses PTSL di kedusunan Cidahu ini. Sehingga saya meminta Kementerian ATR/BPN turun tangan untuk melakukan investigasi, sebagai upaya perlindungan negara terhadap rakyatnya,” ujarnya.
“Saya sih berharap kesimpulan ini salah, atau sekadar kesalahan administrasi program PTSL dalam pencatatan saja. Sehingga pihak BPN setempat bisa segera melakukan pengukuran ulang berbasis peta BPN tahun 2015, dan tidak harus membuat warga waswas karena merasa haknya dirampas oleh negara,” ungkap Hasim.
Hasim juga mengingatkan kepada para pihak yang berkepentingan terkait kondisi di lapangan, bahwa rakyat di bawah punya penilaian yang sangat tajam merespon perubahan peta penguasaan lahan hasil PTSL Oktober 2022 yang jelas-jelas merugikan mereka.
Baca Juga: BPN Catat Ada 130 Kasus Mafia Tanah Sejak Tahun 2018
Merujuk surat yang diterima dari perwakilan warga, bahwa telah terjadi perampasan tanah masyarakat oleh Perhutani. Juga berisi beberapa tuntutan di dalamnya. Pertama, kembalikan tanah rakyat di kedusunan Cidahu seluas 99,6402 ha yang dirampas oleh perhutani.
Kedua, terbitkan dokumen resmi BPN termasuk di antaranya peta tanah yang menyatakan bahwa tanah di kedusunan cidahu seluas 99,6402 ha yang saat ini masuk pada peta tanah kawasan penguasaan perhutani, adalah tanah dalam penguasaan rakyat kedusunan Cidahu Desa Tanjungsari Kecamatan Jampangtengah Kabupaten Sukabumi.