SUKABUMIUPDATE.com - Wakil Bupati Sukabumi Iyos Somantri menerima audiensi elemen buruh yang tergabung dalam tujuh serikat pekerja. Ada sejumlah poin yang dibahas dalam audiensi di Pendopo Sukabumi pada Kamis (17/11/2022) ini seperti Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).
"Saya mewakili Pak Bupati Sukabumi untuk menemui aliansi serikat pekerja. Alhamdulillah audensi dilaksanakan dengan baik dan lancar," kata Iyos.
Iyos mengatakan elemen buruh meminta bantuan kepada pemerintah daerah terkait penetapan UMK tahun 2023 dan soal antisipasi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sudah terjadi di beberapa perusahaan.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Sukabumi mencatat hingga hingga 31 Oktober 2022 sudah lebih dari 19 ribu pekerja terkena PHK sebagai langkah efisiensi perusahaan, terutama sektor padat karya yang selama ini bertumpu pada pasar Eropa, Amerika, dan Asia.
Kenaikan harga BBM bersubsidi beberapa waktu lalu tak luput dari isu yang disampaikan buruh pada audiensi kali ini lantaran berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan mereka. Sehingga, kenaikan UMK 2023 dengan formulasi yang diharapkan pekerja, menjadi poin utama yang disorot.
"Kami sudah menampung aspirasinya dan insyaallah akan segera disampaikan kepada Dewan Pengupahan untuk dibahas bersama-sama di forum Tripartit yakni pemerintah, pengusaha, dan rekan-rekan buruh," kata Iyos.
"(Pembahasan) Tripartit ini akan dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama karena sesuai jadwal, mungkin minggu depan sudah mulai pembahasan UMK," imbuh dia.
Ketua Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Kabupaten Sukabumi Ade Jalaludin mengatakan dalam audiensi tersebut pihaknya meminta penetapan UMK 2023 didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, bukan PP Nomor 36 Tahun 2021.
"Kalau PP 36 (PP Nomor 36 Tahun 2021) kita tolak karena kenaikannya itu hanya 1,12 persen. Apalagi kalau kita lihat konsumsi di Kabupaten Sukabumi. Masa Sukabumi dengan Bogor jauh sekali (UMK-nya), padahal kebutuhannya sama, harga bensin, kebutuhan pokok, beras, semua," kata Ade.
Ade mengatakan pihaknya juga akan melakukan survei pasar untuk merumuskan formulasi UMK 2023 sesuai PP Nomor 78 Tahun 2015.
Diketahui, dalam PP Nomor 78 Tahun 2015, penetapan besaran upah minimum menggunakan formulasi penjumlahan angka inflasi dengan pertumbuhan ekonomi.
Sementara dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 yang merupakan aturan turunan Undang-Undang tentang Cipta Kerja, besaran upah minimum mengacu pada pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang terjadi.
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah juga menyebut upah minimum tahun depan akan lebih tinggi dari 2022. Ini karena UMK mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Sinyal kenaikan upah minimum 2023 muncul dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa, 8 November 2022.
Melansir tempo.co, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir soal pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,72 persen pada kuartal ketiga tahun ini dan laju inflasi per Oktober 2022 sebesar 5,7 persen secara year on year (yoy), kenaikan upah minimum tahun depan disebut-sebut minimal bakal mencapai 12-an persen.
#SHOWRELATEBERITA