SUKABUMIUPDATE.com - Elemen buruh menyikapi langkah Dewan Pimpinan Kabupaten Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPK APINDO) Kabupaten Sukabumi yang melakukan audiensi dengan Wakil Bupati Sukabumi pada Selasa, 8 November 2022. Diketahui, dalam beberapa waktu terakhir APINDO buka-bukaan soal data Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) imbas resesi global yang mulai dirasakan sejumlah perusahaan.
Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK-SPSI) Kabupaten Sukabumi menilai audiensi APINDO dengan Wakil Bupati Sukabumi Iyos Somantri di Pendopo Sukabumi yang membahas isu gelombang PHK, terlalu didramatisir dan dibesar-besarkan. Sebab menurut SPSI, fakta di lapangan gelombang PHK buruh di Kabupaten Sukabumi tersebut tidak seseram yang digulirkan pengusaha.
Ketua Pimpinan Cabang SP TSK-SPSI Kabupaten Sukabumi Mochamad Popon mengatakan beberapa perusahaan-perusahaan di Sukabumi yang di dalamnya terdapat Pimpinan Unit Kerja (PUK) SP TSK-SPSI, masih berjalan normal. Meski diakui Popon ada sejumlah perusahaan yang melakukan sedikit pengurangan karyawan, namun masih bersifat wajar dan relatif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Benar ada gelombang PHK, tapi itu justru di perusahaan-perusahaan yang mayoritas mempekerjakan karyawannya dengan status kontrak dan sebagian dari itu malah tidak menaikkan upah pekerja tahun 2022 ini untuk masa kerja di atas satu tahun sebagaimana diatur Keputusan Gubernur Jawa Barat yang besarannya 3,27 hingga 5 persen," kata Popon kepada sukabumiupdate.com, Rabu (9/11/2022).
Popon menyebut mayoritas perusahaan-perusahaan yang melakukan gelombang PHK tidak melaksanakan keputusan gubernur dan artinya upah pekerja di perusahaan itu tidak mengalami kenaikan. Belum lagi banyak perusahaan yang menurut Popon tidak benar menjalankan ketentuan upah lemburnya terhadap karyawan atau diduga melakukan kerja paksa dan melakukan PHK buruh dengan alasan habis kontrak kerja.
"Tapi uang kompensasi terhadap karyawan yang di-PHK tersebut tidak diberikan," ujar Popon yang saat ini juga menjabat Sekretaris Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI.
Pohon menyatakan perusahaan-perusahaan yang banyak diisukan melakukan PHK oleh APINDO kebanyakan perusahaan yang tingkat kepatuhannya rendah sehingga sangat wajar ordernya dikurangi oleh buyer atau brand. Ini akibat perusahaan tersebut dinilai tidak melaksanakan kepatuhan dengan baik, khususnya dalam hal pemenuhan hak-hak normatif.
"Perusahaan-perusahaan itu pasti akan ditinggalkan dan dicabut ordernya oleh buyer," kata Popon.
"Kemudian yang sangat lucu dan menggelikan, isu gelombang PHK yang disampaikan APINDO saat audiensi dengan Wakil Bupati Sukabumi, ujungnya memberi rekomendasi untuk menjaga kondusifitas dan meminta pemerintah daerah tidak menaikkan UMK," imbuh dia.
Padahal, kata Popon, fakta saat ini Kabupaten Sukabumi sebagai daerah industri baru merupakan kabupaten yang sangat kondusif dalam hubungan industrial. Dan itu, sambung dia, merupakan bagian, salah satunya, hasil upaya serikat pekerja dan serikat buruh di Kabupaten Sukabumi, tanpa bantuan atau kerja sama dengan APINDO.
"Justru langkah-langkah APINDO Kabupaten Sukabumi yang selalu melakukan manuver-manuver tidak produktif, salah satunya dengan terus mengeksploitasi isu PHK, bisa memancing gejolak. Apalagi di perusahaan yang diangkat isu PHK-nya oleh APINDO, banyak yang tidak menjalankan kepatuhan norma pekerja, salah satunya tidak membayarkan kompensasi terhadap mereka yang habis kontraknya," kata Popon.
"Begitu juga dengan tuntutan tidak naiknya UMK tahun depan, menurut saya sangat tidak kontekstual karena banyak perusahaan di bawah naungan APINDO atau bahkan yang manajemennya rusak dan masuk sebagai pengurus APINDO, tidak menjalankan kenaikan UMK tahun ini bagi pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun sesuai keputusan gubernur. Jadi bagaimana mungkin teriak jangan naik upah, sedangkan upah tahun ini saja tidak mereka naikkan dan keputusan gubernur tidak mereka jalankan. Artinya tidak patuh terhadap keputusan pemerintah dan itu sangat merugikan buruh di perusahaan-perusahaan tersebut," ujar dia.
Atas kondisi itu, Popon mengatakan pihaknya mendesak Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi segera menurunkan tim pengawas ketenagakerjaan agar memeriksa perusahaan-perusahaan yang disebutkan APINDO melakukan PHK besar-besaran, sedangkan perusahaan tersebut tidak memberikan pesangon atau kompensasi terhadap buruhnya yang menjadi korban PHK. Sebab ini jelas melanggar aturan dan harus ditindak tegas oleh pemerintah lantaran sangat merugikan buruh.
SPSI juga mendesak Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi menindak tegas perusahaan-perusahan yang diisukan oleh APINDO melakukan gelombang PHK, karena diduga ada indikasi perusahaan itu tidak menjalankan kepatuhan di antaranya melakukan kerja paksa yakni kerja lembur karyawan tidak dibayar, tidak menjalankan kenaikan upah untuk pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun, tidak membayar kompensasi terhadap karyawan yang habis kontrak, dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
"Tindakan dan perilaku yang tidak patuh terhadap norma itu justru membahayakan untuk industri padat karya di Sukabumi karena akan menurunkan daya saing Kabupaten Sukabumi dan akan ditinggalkan para buyer atau brand atau para pembeli internasional lantaran dianggap tingkat kepatuhannya rendah sehingga para buyer akan mencabut ordernya," kata Popon.
Data APINDO Soal PHK
Dalam audiensi dengan Wakil Bupati kemarin, Ketua DPK APINDO Kabupaten Sukabumi Sudarno mengatakan kehadirannya menemui Wakil Bupati Sukabumi untuk meminta dukungan penyelematan sektor industri. Terutama industri padat karya. "Industri padat karya ini menyerap tenaga kerja dengan sangat banyak. Sehingga, kami mohon dukungan penyelamatan sektor ini," kata dia.
Hal yang dirinya minta adalah terkait kondusifitas hubungan kerja di Kabupaten Sukabumi. Ini untuk meningkatkan kepercayaan buyer dari luar negeri. "Pasca pandemi dan resesi ini, permintaan ekspor tujuan Amerika dan Eropa menurun. Makanya, kami minta adanya kondusifitas agar buyer luar negeri bisa percaya dengan situasi yang aman di kita dan order lagi kepada kami," ujar Sudarno.
Sudarno juga meminta kenaikan UMK untuk 2023 bisa mengikuti regulasi yang berlaku sehingga tidak memberatkan semua pihak.
Data terbaru APINDO mencatat hingga 31 Oktober 2022, sudah lebih dari 19 ribu pekerja di Kabupaten Sukabumi terkena PHK sebagai langkah efisiensi perusahaan, terutama sektor padat karya yang selama ini bertumpu pada pasar Eropa, Amerika, dan Asia.
Untuk meredam gelombang PHK akibat resesi global yang salah satunya dipicu perang Rusia-Ukraina, para pengusaha berharap pemerintah daerah menjaga iklim usaha. APINDO pun menyerahkan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Sukabumi agar tetap berupaya mengamankan sektor usaha dari ancaman kebangkrutan.
#SHOWRELATEBERITA