SUKABUMIUPDATE.com - Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Muhamad Yusuf menyoroti bebasnya terdakwa kasus pencabulan (asusila) anak tiri berinisial H (33 tahun). Terdakwa bebas lantaran surat dakwaan yang disusun penuntut umum tidak mencantumkan tanggal.
Yusuf mengaku tidak bermaksud menuduh adanya upaya persekongkolan hukum yang diproses sejak awal sehingga berakibat bebasnya terdakwa pada putusan sela imbas eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa terhadap celah cacat formil surat dakwaan.
Yusuf mengatakan Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi harus berhasil menangkap dan menghadirkan terdakwa dalam sidang setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali mengajukan berkas perkara tersebut.
Diketahui, setelah dinyatakan bebas dari tahanan Lapas Warungkiara melalui putusan sela di Pengadilan Negeri Cibadak, terdakwa H kabur dan hingga kini masih diburu Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi.
"Ini adalah suatu kecerobohan. Saya tidak bermaksud menuduh ada upaya persekongkolan hukum. Tetapi Kejari harus dapat membuktikan dengan menghadirkan kembali terdakwa agar menjadi benar bahwa atensi lembaganya fokus pada permasalahan perempuan dan anak di bawah umur," kata Yusuf kepada sukabumiupdate.com, Senin (7/11/2022).
Yusuf yang merupakan anggota Fraksi PKS mengatakan jika putusan sela yang menyatakan surat dakwaan JPU batal (nietig verklaring van de acte van verwijzing), misalnya dalam hal surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka memang sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, surat dakwaan tersebut batal demi hukum.
"Dalam seluruh proses peradilan pidana seutuhnya, seharusnya bisa diminimalisir kesalahan penulisan dan sebagainya karena akan menyangkut pada pembatasan hak seseorang," kata Yusuf.
Hal lain yang harus dilakukan JPU, sambung Yusuf, mengajukan ulang surat dakwaan dengan materi dan uraian tindak pidana agar bisa kembali diproses hukum. Namun masalah saat ini adalah terdakwa H sudah terlanjur kabur.
"Jadi harus ditangkap dulu dan dibawa ke persidangan. Saya minta Kejari Kabupaten Sukabumi menangkap dan menyerahkan pelaku kepada hakim PN Cibadak serta memohon juga kepada kepolisian ikut membantu mencari kembali dan menangkap pelaku agar kedaulatan hukum bisa tegak," kata dia.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi Tigor Sirait dikonfirmasi pada Senin ini menyatakan terdakwa masih dalam pengejaran. "Sementara ini masih dalam pengejaran," kata Tigor.
Dalam kasus ini, terdakwa H bebas setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibadak mengabulkan putusan sela yang bermula dari eksepsi yang diajukan kuasa hukumnya karena melihat celah cacat formil dalam surat dakwaan.
H menjadi terdakwa atas kasus pencabulan terhadap anak tirinya yang masih berusia 14 tahun. Dia menjalani serangkaian proses hukum mulai penyidikan di Polres Sukabumi hingga pelimpahan berkas ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, perbuatan cabul terdakwa kepada korban terjadi setahun yang lalu, sedangkan proses hukum kepada terdakwa H sudah berjalan lima bulan.
Bebasnya H dibenarkan Pengadilan Negeri Cibadak. Kebebasan terdakwa pencabulan itu tertuang dalam putusan sela bernomor 256/Pid.Sus/2022/ PN CBD. Perkara itu juga dinyatakan minutasi.
Saat ini JPU sudah kembali mengajukan berkas perkara tersebut setelah putusan sela ditetapkan pada 28 September 2022. Pengajuan kembali ini dilakukan pada 4 Oktober 2022. Kini, perkara ini kembali teraftar di Pengadilan Negeri Cibadak dengan nomor 307/Pid.sus/2022.
Respons Komnas PA
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) sebagai institusi independen untuk urusan perlindungan anak di Indonesia, ikut menaruh atensi dan marah besar terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Cibadak yang membebaskan terdakwa kejahatan seksual terhadap anak di Sukabumi hanya karena JPU tidak mencantumkan tanggal dakwaan.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan kejadian ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum dalam menangani perkara kejahatan seksual terhadap anak. JPU gagal dan leceh dalam menangani perkara-perkara kekerasan seksual.
Arist menilai dakwaan JPU perlu ditelusuri, apakah dakwaan itu merupakan dakwaan yang dibuat dengan cara "copy paste" dari perkara kejahatan seksual terhadap anak lainnya. Arist menyebut kasus ini mengerikan dan memalukan dalam penegakan hukum.
Sebab, celah dan kegagalan inilah yang dimanfaatkan kuasa hukum pelaku dalam eksepsinya untuk membebaskan kliennya.
Atas bebasnya pelaku, Arist meminta atensi Jaksa Agung agar segera memerintahkan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menangkap dan menyerahkan kembali pelaku kejahatan seksual terhadap putri tirinya kepada hakim untuk disidangkan perkaranya. "Jangan main-main terhadap setiap perkara kejahatan seksual seksual anak," kata Arist.
#SHOWRELATEBERITA