SUKABUMIUPDATE.com - Kawanan monyet ekor panjang penghuni Cagar Alam Hutan Sukawayana di Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, kerap turun serta menampakan diri dan berkerumun di pinggir Jalan Sukawayana, jalan utama Palabuhanratu-Cisolok.
Satwa bernama latin Macaca fascicularis itu kerap bergelantungan pada kabel listrik dan kabel jaringan internet yang membentang di bahu jalan raya. Kawanan monyet liar ini juga sering menyeberangi jalan menuju kawasan hotel mewah milik BUMN hingga masuk ke permukiman untuk mencari makanan.
“Turunnya pagi jam 7, jam 12 siang, dan jam segini (sore jelang Magrib). Dari dulu begitu, kalau lapar, pagi datang siang muter ke tempat yang lain, ke rumah warga sama warung, culang colong makanan,” ujar Sri (45 tahun), warga sekitar kepada sukabumiupdate.com, Minggu (23/10/2022).
Penjaga warung kopi dan bensin itu menduga kawanan monyet liar ini turun gunung karena kehabisan stok makanan di habitatnya di Cagar Alam Sukawayana.
“Harapan saya ke pemerintah sediakan mereka makanan, jangan dipelihara doang. Biar berkurang juga mereka nyolongnya. Soalnya di sini (cagar alam) gak ada makanan, enggak ada buah-buahan, makanya menjarah makanan dari warga atau paling enggak ngejarah dari tempat sampah hotel,” ujarnya.
Kepala Resor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sukabumi Isep Mukti Miharja membenarkan soal fenomena sering turunnya monyet-monyet liar ke jalan raya Sukawayana tersebut.
Isep menduga hal itu karena adanya kebiasaan dari manusia yang sering melempar makanan sehingga memicu perilaku dari kawanan monyet itu.
"Ada kebiasaan suka melempar makanan, ketika itu akhirnya perilakunya berubah. Mungkin di atasnya ada (tanaman) buah-buahan, namun belum berbuah, karena di bawah dengan mudahnya ada yang kasih makan akhirnya berubah perilakunya. Mungkin merasa mudah mendapatkan makanan daripada ngambil dari pohon," kata Isep.
Menurut Isep, ada banyak contoh ketika hewan liar yang kemudian berubah perilakunya karena mendapat makanan dari manusia. Hal itu sebenarnya akan menyulitkan ketika proses rehabilitasi atau menghilangkan kebiasaan dari monyet tersebut.
"Monyet ini mungkin berpikir mudah mendapat makanan daripada ngambil dari pohon, itu di beberapa tempat ada kejadian seperti itu. Ini berubah perilaku dan sangat sulit kita menangani. Memang bisa direhabilitasi, tapi lama," ujarnya.
"Itu jenis monyet ekor panjang dan kebetulan di beberapa tempat banyak sampai ke Asia Tenggara, masih dikatakan belum masuk ke aturan kita, jadi belum dilindungi," tambah dia.
Saat ditanya apakah monyet tersebut memang habitat asli dari kawasan Cagar Alam Sukawayana, Isep mengaku belum mengetahui pasti karena belum menemukan referensi sejarahnya.
"Katakan liar namun sejarahnya belum tahu, apa asli dari situ atau ada yang mungkin dulunya sengaja dibuang namun hingga saat ini belum menerima laporan monyet itu membahayakan warga atau pengendara yang melintas," ucap Isep.
Isep berencana akan memasang papan peringatan larangan memberi makan dan membuang sampah di area Cagar Alam Sukawayana untuk sedikit mengurangi kebiasaan monyet-monyet liar itu berkerumun di pinggir jalan.
“Ke depannya bisa direncanakan seperti itu atau papan-papan larangan termasuk buang sampah juga, karena di tempat lain contoh di Talaga Warna, itu ketika bawa plastik pasti diambil, karena dia itu sudah menyerang. Kalau yang ini enggak, saya sering berjumpa kita berbagi ruang dengan mereka, dia punya hak hidup kita pun jangan saling ganggu," tuturnya.
"Secara analogi Taman asional Gede Pangrango berapa ekor macannya, itu banyak sekali. Itu yang sering naik gunung banyak tapi ada enggak cerita yang pernah termakan. Berarti mereka sudah menempatkan diri masing-masing tidak akan saling ganggu," kata dia menambahkan.
#SHOWRELATEBERITA