SUKABUMIUPDATE.com - Tawuran merupakan masalah pelajar yang hingga saat ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Aksi kekerasaan pelajar di Sukabumi baru-baru bahkan merenggut nyawa, korbannya pelajar SMK dan sebagian dari kelompok pelaku pun masih berstatus siswa SMK di Kabupaten Sukabumi.
Tawuran antar pelajar perlu mendapat perhatian penuh dari seluruh pihak. Tak hanya dari aparat hukum, tetapi juga adanya andil dari institusi pendidikan, keluarga dan lingkungan sosial pelajar itu sendiri.
Sukabumi menaruh harapan kejadian tawuran dapat dicegah semaksimal mungkin. Salah satunya melalui agenda pembahasan strategi pencegahan tawuran antar pelajar.
Pasca kejadian merenggut nyawa tersebut, pada Selasa (18 Oktober 2022/10/22) para kepala sekolah tingkat SMK dan SMA di Kabupaten Sukabumi berkumpul. Mereka membahas bagaimana aksi-aksi kekerasaan yang dilakukan para pelajar ini bisa dihilangkan.
Pertemuan itu berlangsung di Aula Kantor Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Inisiatornya pihak kepolisian dan pemerintah daerah. Kasat Binmas Polres Sukabumi AKP I. DJubaedi, S.H. menyampaikan tiga poin landasan yang harus diperhatikan bersama.
Tiga poin tersebut yakni peran guru di sekolah, peran orang tua di luar sekolah, dan kualitas pendidikan di lingkungan keluarga.
“Tentang bagaimana meningkatkan kualitas, peran orang tua dalam pengawasan terhadap putra dan putrinya di luar jam sekolah dan mengenai pola pikir dan teknik pendekatan guru kepada para siswa, itu harus dikaji kembali,” ujar Djubaedi saat itu.
Lantas apakah fenomena tawuran dapat dicegah?
Mengutip dari berbagai sumber, simak informasi seputar tawuran termasuk cara mencegahnya!
A. Pengertian Tawuran
Tawuran berasal dari kata dasar "tawur" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Tawur berarti perkelahian beramai-ramai; perkelahian massal: tiba-tiba terjadi - antara kedua keluarga yang berselisih itu.
Berdasarkan pengertian tersebut, tawuran adalah perkelahian massal antar dua kelompok yang saling berselisih. Dalam hal ini kelompok yang dimaksud adalah pelajar -biasanya pelajar yang berasal dari sekolah yang berbeda.
Tawuran dapat dipicu oleh arogansi yang tinggi atau hanya sekadar kecemburuan sosial antar kelompok. Faktor tersebut tumbuh seiring waktu sampai menjadi permusuhan yang tak terelakkan.
B. Penyebab Tawuran
Motif tawuran cukup beragam mulai dari hasrat dominasi kelompok tertentu hingga dendam yang mengakar.
Tawuran tidak hanya merugikan bagi aspek material dan para pelaku saja, tapi juga menimbulkan korban di luar pelaku hingga merenggut nyawa seseorang.
1. Tabiat atau Watak Seseorang
Tawuran dapat terjadi akibat buruknya tabiat atau watak seseorang. Mudah terprovokasi, ingin menjadi nomor satu, tidak mau kalah, arogan, merasa hebat adalah beberapa sifat tabiat yang memicu terjadinya tawuran.
Akhirnya, tawuran menjadi bentuk manifestasi emosional yang tidak terkontrol saat adanya faktor pemicu.
2. Kondisi Keluarga
Tawuran tak dapat dipungkiri dapat disebabkan oleh kondisi keluarga. Penanaman nilai budi pekerti di dalam keluarga adalah modal penting untuk hidup rukun bersosial.
Namun demikian kondisi keluarga yang acuh tak acuh membuat perkembangan anak tidak terpantau secara maksimal. Orang tua yang tidak menaruh perhatian penuh tetapi malah meluapkan emosi dalam bentuk kekerasan membuat anak tumbuh menjadi sosok yang temperamen.
Belum lagi, pergaulan yang tidak dibatasi oleh keluarga dapat memperparah kondisi emosional anak.
3. Faktor Lingkungan
Pergaulan atau lingkungan termasuk salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan anak mengikuti tawuran.
Kebiasaan melihat, merasakan hingga mencontoh perilaku kekerasan menjadikan lingkungan anak tidak cukup baik untuk tumbuh dan berkembang.
SIfat anak sebagai peniru ulung memperkuat alasan terjadinya tawuran. Anak akan terbiasa untuk melegalkan segala bentuk jenis kekerasan saat dirinya merasa tidak sesuai dengan lingkungan.
C. Cara Mencegah Tawuran
Tawuran sejatinya dapat dicegah dengan perilaku-perilaku sehat yang jauh dari unsur kekerasan. Adapun cara mencegah tawuran dapat dilakukan melalui:
1. Pendekatan Keluarga
Cara mencegah tawuran yang pertama adalah dengan melakukan pendekatan yang sehat antar keluarga. Kejadian tawuran dapat dicegah melalui pendekatan keluarga yang baik.
Hal ini dikarenakan, keluarga adalah bentuk rumah terbaik dalam membentuk dan mengelola karakter anak.
Saat terjadi tawuran, keluarga mau tidak mau dituntut harus ekstra dalam menjaga keamanan dan keselamatan anaknya. Keluarga dapat membantunya dengan cara melibatkan sang anak dalam berbagai kegiatan sosial.
Rangsangan hidup rukun dan saling tolong menolong dapat membantu anak untuk belajar bagaimana menjadi anak yang baik dan bertoleransi tinggi.
Selain itu, bekal ilmu agama pada anak dapat ditanamkan oleh orang tua sejak dini. Prinsip agama yang kuat pada anak dapat menolong anak untuk berani berkata tidak pada hal-hal yang sudah jelas buruk dampaknya.
2. Pengendalian Diri
Selain dorongan dari keluarga, tawuran juga dapat dicegah dengan pengendalian diri yang baik. Sejatinya, tawuran berasal dari niat buruk seseorang dalam diri.
Pengendalian diri dapat diasah melalui aktif berkegiatan baik intra maupun ekstra kurikuler. Kegiatan yang diikuti dapat menjadi sarana mengasah kemampuan serta mengembangkan kompetensi dan potensi yang dimiliki.
Pengembangan kemampuan di tempat yang tepat dapat membantu anak untuk mengenal dirinya dan tumbuh menjadi seseorang yang berkarakter.
3. Pembatasan Pergaulan
Batasan diri atau personal boundaries juga penting untuk mencegah terjadinya tawuran. Tawuran dapat terjadi akibat mudahnya tergoda oleh ajakan baik dari teman maupun ajakan asing dari kelompok tertentu.
Apabila kamu tidak cukup berani untuk menolak ajakan, maka kamu dapat memanfaatkan adanya mediasi atau perantara komunikasi.
Hal ini dimaksudkan agar adanya penengah saat dua orang atau lebih tidak memiliki pendapat yang sama.
D. Konsekuensi Bagi Pelaku Tawuran
Tawuran, layaknya tindak kekerasan pada umumnya juga harus mendapatkan hukuman yang sesuai. Penegakan hukum dengan memberikan konsekuensi bagi para pelaku tawuran dapat dilakukan melalui:
1. Penegakan Hukum oleh Aparat
Penegakan hukum oleh aparat merupakan tindak tegas akibat kejadian ricuh dan kekerasan antar pelaku tawuran. Aparat dapat memberikan konsekuensi berupa surat peringatan hingga penahanan di balik jeruji besi dengan batas waktu tertentu.
Penindakan oleh aparat adalah bentuk pemberian efek jera sehingga diharapkan tawuran tidak terjadi lagi di kemudian hari.
2. Penegakan Hukum di Lingkungan Keluarga
Keluarga layaknya pondasi karakter anak jelas perlu memberikan konsekuensi kepada anggota keluarganya yang telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Efek jera di lingkungan keluarga bisa diwujudkan melalui dua cara yaitu pendekatan internal anak serta pendisiplinan perilaku.
Pendekatan internal berguna agar anak dapat mengutarakan alasan mengapa mereka berbuat demikian sehingga menjadi sarana introspeksi pola pendidikan dan pengasuhan keluarga secara utuh.
Sedangkan pendisiplinan perilaku menjadi tahap selanjutnya setelah pendekatan secara internal dilakukan.
Segala bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma (tawuran) harus diberikan konsekuensi agar sang anak memahami apa yang dia lakukan adalah salah. Misalnya dengan pembatasan uang saku atau fasilitas yang dimiliki.
3. Penegakan Hukum di Lingkungan Sekolah
Payung pendidikan terakhir dalam memberikan efek jera pelaku tawuran adalah sekolah. Institusi pendidikan memang sudah seharusnya berperan dalam mendidik dan membentuk karakter anak bangs amenjadi lebih baik.
Sekolah dapat memberikan sanksi berupa pencatatan di buku hitam, piket kebersihan selama jangka waktu tertentu hingga pemberian edukasi secara efektif dan rutin.
Itulah beberapa informasi mengenai tawuran mulai dari pengertian, penyebab, cara mencegah hingga konsekuensi yang dapat diberikan.
Seluruh pihak berperan penting dalam pembentukan karakter generasi bangsa yang berprinsip tanpa terkecuali.
Sehingga, sebagai warga negara tidak terbatas akan perannya baik aparat, keluarga dan guru dapat mewujudkan visi bersama mencegah terjadinya kekerasan antar pelajar.
#SHOWRELATEBERITA
Writer: Nida Salma Mardiyyah