SUKABUMIUPDATE.com - Berada di wilayah Pajampangan Sukabumi, Leuweung Angrit menjadi kawasan yang disebut oleh warga sebagai hutan adat dan diandalkan masyarakat saat musim kemarau lantaran masih memiliki mata air alami.
Leuweung Angrit terletak di Kampung Cileungsir, Kampung Pasirgomong, dan Kampung Cisalada, Desa Cibadak, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi. Dulu, kawasan ini dikelola warga bernama H Ripai lalu dilanjutkan anaknya, H Juaeni.
"Sudah sejak dulu Leuweung Angrit merupakan hutan adat. Dulu ada pengurusnya, H Ripai lalu turun ke anaknya H Juaeni. Beliau yang selama itu menjadi pengurus sudah meninggal. Kini diurus anaknya H Juaeni," kata Ketua Karang Taruna Pelita Muda Desa Cibadak Ali Wahyudin kepada sukabumiupdate.com, Jumat (21/10/2022).
Belum diketahui pasti bagaimana status hutan adat Leuweung Angrit, namun Ali menyebut kawasan ini awalnya memiliki luas kurang lebih 50 hektare dan berkurang menjadi 35 hektare, hingga data terakhir menurut Pemerintah Desa Cibadak adalah 27 hektare.
"Luas lahan berkurang karena kebanyakan alih fungsi menjadi kebun warga," ujarnya.
Di kawasan Leuweung Angrit, kata Ali, terdapat mata air bernama Ciangrit yang mengaliri lahan pertanian di Kampung Cisalada serta blok persawahan Datar Salam. Mata air ini menjadi andalan warga sekitar karena saat musim kemarau masih ada air yang mengalir, meski sedikit berkurang.
Selain itu, di Leuweung Angrit juga masih hidup sejumlah satwa seperti moyet, beruk, lutung, bermacam-macam burung, babi hutan, landak, hingga trenggiling. "Tapi kalau pohon-pohon besar sepertinya sudah berkurang, hanya ada pohon mani'i dan pohon teureup. Yang banyak sekarang bambu lengka," kata Ali.
"Kemarin 15 Oktober 2022 kami melakukan survei untuk melakukan konservasi dengan penanaman pohon, bagian dari menyelamatkan hutan adat Leuweung Angrit dari kepunahan. Tentu ini tidak bisa dilakukan sekelompok orang, perlu intervensi dari pemdes dan muspika, baik secara peraturan maupun pembenahan," tambah dia.
Lokasi Leuweung Angrit berjarak sekitar tiga kilometer dari jalan raya. Sementara ke permukiman penduduk berjarak paling dekat 100 meter dan paling jauh sekitar 500 meter.
Kepala Desa Cibadak, Sajidin, mengatakan sudah direncanakan soal kegiatan penanaman pohon dan pengukuran batas Leuweung Angrit. Sajidin juga menyebut akan dilakukan penyegaran pengurus untuk mengelola hutan adat ini.
"Kami sangat setuju untuk melakukan penyelamatan hutan adat itu. Dalam waktu dekat akan dilakukan penanaman pohon serta penyegaran pengurusnya," kata dia. "Adapun masalah data luasan, kemungkinan 27 hektare, hasil pengukuran yang riil, namun nanti akan diukur ulang sesuai batas-batasnya," imbuhnya.
#SHOWRELATEBERITA