SUKABUMIUPDATE.com – Senja baru saja berlalu saat langit Kota Sukabumi dipenuhi dengan hiruk-pikuk dan ketegangan. Pada malam itu, 27 November 2024, tepat pukul 19.30 WIB, di sebuah rumah yang riuh di sudut Kampung Cikujang, Dayeuhluhur, seluruh mata tertuju pada layar yang menampilkan hasil hitung cepat Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Ketegangan semakin terasa saat konferensi pers mulai dibuka, mengumumkan hasil yang kemudian mengubah arah masa depan kota ini.
"Data quick count sudah mencapai 91,00%.Di setiap kecamatan, kita terus unggul, hingga tujuh kecamatan terakhir, kita tetap unggul," kata pria paruh baya dengan wajah yang tampak tenang meski di dalam hatinya bergejolak, duduk disampingnya sosok pria muda yang dikenal sebagai ustad Musa. Suasana sejenak hening, dan tiba-tiba sorak sorai memenuhi ruang memecahkan sejuta tanya yang mengendap di udara.
Kedua sosok itu adalah Ayep Zaki dan Bobby Maulana, pasangan calon pendatang baru yang berhasil mencuri perhatian di panggung politik Pilkada Kota Sukabumi.
Malam itu, Ayep Zaki dan Bobby Maulana diyakini telah meraih kemenangan besar, setelah menumbangkan pasangan petahana Fahmi-Dida dan Muraz-Andri dalam waktu yang relatif singkat, hanya sekitar 117 hari setelah deklarasi mereka pada 2 Agustus 2024.
Meskipun hasil hitung cepat menunjukkan keunggulan, Ayep Zaki tetap mengingatkan bahwa perhitungan real count dari KPU yang resmi masih perlu ditunggu. Kemenangan ini bukan hanya menjadi momen bersejarah bagi Ayep Zaki, yang dikenal sebagai "Juragan Tempe," tetapi juga menandai awal dari perjalanan panjang untuk menjalankan tanggung jawab besar sebagai pemimpin di Kota Sukabumi.
"Kita tetap menunggu perhitungan real count dari lembaga resmi, KPU," ujar Ayep Zaki, menandakan penghormatannya dalam menyikapi proses demokrasi yang masih berlangsung.
Dimulai dengan langkah zigzag
Kekalahan yang dialami Ayep Zaki dalam Pemilihan DPR RI 2024 tidak membuatnya menyerah. Ia kembali bangkit dengan semangat baru sesaat setelah ditunjuk sebagai Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Sukabumi yang diembannya sejak 20 Maret 2024.
Awalnya, Ayep Zaki berencana maju dalam Pemilihan Wakil Bupati Sukabumi dengan menumpang ke middle party asuhan Zukifli Hasan, dengan harapan dapat dipinang oleh pasangan calon Bupati Iyos Somantri. Namun, perjalanan politik Ayep Zaki tampaknya tak berjalan sesuai rencana. Tanpa diduga, langkah politiknya malah berbelok, memilih untuk maju dalam Pilkada Kota Sukabumi, meskipun tanpa basis dukungan yang kuat.
Sebagai seorang pengusaha, Ayep Zaki ternyata memiliki ambisi besar dalam dunia politik. Ia tak segan memborong partai-partai untuk memperlancar langkah politiknya. Meski hanya tersisa lima dari delapan partai yang dikonsolidirnya, yang kemudian dikenal dengan Koalisi Sukabumi Maju (KSM), yang terdiri dari Nasdem, PDIP, PPP, PAN, dan Hanura dengan total 14 kursi atau 40 persen dukungan di parlemen, Ayep Zaki pun berhak atas klaim 75.939 suara warga Kota Sukabumi.
Satu bulan berselang, di sebuah sore dalam dekapan hujan deras, tepat pukul 15.38 WIB, keputusan yang telah dinanti-nanti akhirnya tiba. Hari itu, 4 Desember 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sukabumi melalui Surat Keputusan No. 842 Tahun 2024, mengumumkan hasil resmi pemilihan kepala daerah.
Surat Keputusan yang disahkan oleh KPU ini bukan sekadar sebuah dokumen administratif dengan gemerlap angka-angka. Ia adalah saksi bisu dari sebuah perjalanan penuh keyakinan dan ikhtiar politik yang keras. Dalam sebuah kesempatan Ayep Zaki bahkan menyebut politik itu biadab jika tak dibarengi sumpah untuk jujur dan amanah.
Dengan dukungan dari Koalisi Sukabumi Maju (KSM) serta relawan yang tumbuh dan ditumbuhkan, Ayep Zaki menorehkan kemenangan yang tak hanya sekadar meraih dukungan, namun juga mengukir sejarah. Sebanyak 78.257 suara yang berhasil diraih, atau sekitar 44,9 persen, paslon dengan nomor urut 2 tersebut tak hanya berhasil menguasai seluruh kecamatan, bahkan hampir seluruh kelurahan yang ada di Kota Sukabumi.
Secara khusus Ayep Zaki mengungkap salah satu rahasia dibalik kemenangannya, yakni membuat lapisan tim yang melibatkan eks-Panwas. "Saya tarik mereka (para mantan Pengawas Pemilu) untuk membantu pemenangan, satu kecamatan satu," ungkap Ayep Zaki saat menjelaskan tim pemenangan selain partai politik dan relawan. “Tim lima belas per kecamatan juga dibentuk, yang kemudian berkembang menjadi tim koordinator di 500 lebih TPS,” terangnya.
Ayep Zaki juga mengungkap keterlibatan dukun modern bernama "konsultan politik" yang memberinya bantuan dari mulai data survei hingga pemetaan kekuatan politik sampai tingkat kelurahan. "Saya sadar saya akan kalah, tapi justru itu membuat saya bekerja lebih semangat," kata Ayep pZaki. Ia menambahkan bahwa selama masa kampanye, dukungan juga banyak datang dari ulama, meskipun bukan dari lembaga secara formal.
Ia juga mengungkap peluang kemenangannya bersumber dari banyaknya keluhan masyarakat Sukabumi yang diserapnya secara langsung, terutama harapan adanya perbaikan dalam beberapa sektor. "Masyarakat menginginkan pemimpin yang jujur dan amanah, perbaikan ekonomi, serta fasilitas pendidikan dan kesehatan yang lebih baik," tuturnya.
Meski demikian, Ayep Zaki menyatakan bahwa dirinya tidak punya kekuatan apapun untuk memenangkan pertarungan yang dimulainya hanya dengan modal elektabilitas 5 persen. "Tidak ada yang hebat tanpa izin Allah," ucapnya. “Saya tidak punya orang di belakang saya, engga ada, yang ada di belakang saya adalah Allah SWT, saya hanya minta kepada Allah, yang lainnya harus mengikuti instruksi, termasuk istri saya juga, semua juga tidak ada di belakang saya lebih hebat (selain Allah) itu tidak ada, saya hanya minta kepada allah SWT, jadi kalaupun ada yang hebat, ya Allah," tegas pemilik 77 cabang perusahaan tempe Azaki ini.
Selain itu, Ayep Zaki juga mengungkap bagaimana keberadaan Bobby Maulana menjadi kunci dalam proses pencalonannya di Pilkada Kota Sukabumi. Bobby merupakan sosok yang berhasil digaetnya untuk menjadi pendamping usai gagal membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh lainnya.
“Saya loby Bobby, ini dealnya dengan Bobby di bulan Juni, setelah ada penolakan-penolakan dari yang lain, saya ga sebutin nama ya yang nolaknya, yang jelas (mereka) tidak mau dengan saya, kan gitu. Saya dengan Bobby, Bobby mau, ya sudah, kita mulai bekerja,” sebut pria yang sudah mendirikan sebanyak 21 lembaga pendidikan itu.
“Waktu saya ajak dia sedang ada kontrak jangka panjang dengan stasiun TV, lebih dari satu TV, ya terpaksa kontraknya dihentikan,” tambahnya.
Pilihan terhadap Bobby bukan tanpa rasionalitas politik “Karena Bobby kan usia masih muda 36 tahun, dan punya basic bidang entertaiment, dia punya basis di seni (artis), dia punya basis di industri kreatif, memang saya membutuhkan orang-orang yang punya kemampuan di industri kreativitas,” imbuhnya.
Lebih dari itu, Ayep Zaki membocorkan faktor kemenangannya dalam pemilihan Walikota Sukabumi. Ia menyebut keluarga serta para sahabatnya memiliki pengaruh besar dalam pencapaiannya itu. “Tentu saja anak dan istri saya, keluarga saya, dan kawan-kawan saya semua mensupport, kalau orang tua sudah meninggal dua-duanya,” sebutnya.
“Keluarga semuanya mendukung, karena sebelum masuk politik saya sudah selesaikan terlebih dahulu kebutuhan keluarga. Adik keponakan yang ikut bersama saya sejak dulu dikala saya susah mereka terus mendampingi saya,” kata Ayep.
Terlebih, sambung Ayep, para sahabatnya yang tergabung dalam Forum Komunikasi Doa Bangsa (FKDB) turut menjadi pendukung utama dalam pencalonannya itu.
“Dikala situasinya sudah mulai membaik akhirnya saya minta restu kepada keluarga dan sahabat saya untuk maju di perhelatan politik sehingga atas restu keluarga dan sahabat saya itu yang ada di Forum Komunikasi Doa Bangsa (FKDB) saya maju di Pilkada,” terang mantan pegawai negeri sipil itu.
Hal yang mencengangkan, Ayep Zaki mengaku 90 persen anggaran politik yang dia gelontorkan itu bersumber dari perusahaan tempe yang dimilikinya.
“Kalau (jumlah) uang relatif, yang jelas 90% biaya dari tempe itu, karena memang tidak boleh diekspos lah, yang jelas biayanya ini 90% dari tempe, (sisanya) dari usaha yang lain lah kayak toko material dan dari UKM-UKM lain, saya disupportnya ya oleh FKDB (Forum Komunikasi Doa Bangsa),” pungkasnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI), Rijal Amirullah, menyebut kemenangan Ayep Zaki - Bobby Maulana di Kota Sukabumi dengan melihat kondisi masyarakat yang sudah melek teknologi, meski tingkat pendidikan masih rendah. Kemungkinan besar faktor utamannya mesin akar rumput di TPS-TPS-nya kuat, sehingga mampu menggiring masyarakat untuk memilih pasangan tersebut.
"Jadi tim pemenangan di level TPS, bergerak untuk mendapatkan simpati suara untuk memilih pasangan calon kepala daerah yang mereka dukung," kata dosen administrasi publik yang tengah menempuh program doktoral di Undip itu.
Amir menegaskan bahwa kerja tim pemenangan adalah yang paling utama, bahkan menurutnya, program kerja dan debat publik tidak terlalu berpengaruh. “Kalau melihat persentase masyarakat yang menggunakan hak pilihnya, sangat menurun, salah satunya melihat data dari berbagai hasil temuan penelitian, kebanyakan masyarakat kita memilih, bukan karena biografi calon atau gagasan calon, tapi money politik, sembako,” tuturnya.
Oleh karenanya, kata Amir, mengenai tren Pilkada, salah satu PR (pekerjaan rumah) kita bareng-bareng dari pemilihan ke pemilihan adalah bagaimana cara meminimalisir kecendrungan masyarakat memilih karena money politik, sembako dan lain-lain. "Jangan sampai ini bahkan menjadi tradisi yang ada di masyarakat," ujarnya.
Terpisah, warga Kota Sukabumi, Muhammad Sani Kresna Naufal Ruhyadi, (24 tahun), mengaku mengenal sosok Ayep Zaki sebagai seorang pengusaha di Sukabumi dan Bobby Maulana seorang artis juga host di stasiun televisi nasional.
"Pasti coblos No.02 supaya ada perubahan dan perbedaan nantinya di Sukabumi, juga memiliki sosok wajah baru untuk sukabumi kota dengan terpilihnya paslon No.02 semoga semakin tampak kemajuan dan lebih dikenal luas oleh masyarakat diseluruh Indonesia," kata Sani.
Sani pun berharap Ayep Zaki-Bobby Maulana dapat memperhatikan nasib warga Kota Sukabumi. "Semoga setelah dilantik menjadi pasangan walikota dan wakil walikota, selalu memperhatikan warganya terutama kepada para pemuda/i yang aktif dengan organisasi masyarakat misalnya (Karang Taruna) untuk membantu dan mendukung pada kegiatan yang dilakukan," harapnya.
Deretan Walikota Sukabumi dari masa ke masa
Sejarawan Sukabumi, Irman Firmansyah Sufi, pemilihan Kepala Daerah bukanlah hal baru dalam pola pemerintahan di wilayah Sukabumi. Pada masa VOC di wilayah Sukabumi sempat ada wilayah mandiri yang ditunjuk oleh Gubernur Jendral Willem van Outhoorn kepada Angabeij Naija Mangala, Kepala negorij Jampan (Negri Jampang), yang diperbolehkan mandiri dengan umbulnya.
Naija Mangala sendiri adalah kepala Jampang yang sudah tinggal bertahun-tahun di Jampang bersama para umbul dan kemudian ditunjuk oleh VOC untuk mengepalai beberapa umbulnya diantaranya Ubul Naija Gati dengan 45 cacah, Umbul Wirabaya dengan 25 cacah, Umbul Wangsa candra dengan 81 cacah, umbul Arsad Jaya dengan 10 cacah dan Umbul Wira nanga dengan 10 cacah, sisanya adalah para cacah alihan atau pindahan yang jumlahnya sekitar 82 cacah. Kemudian ada yang diijinkan tinggal disebelah utara Cimandiri hingga Sungai Citarik sekitar 25 Cacah Bersama 126 kepala.
Mereka masing-masing kemudian diwajibkan untuk menyetor menyetor satu kati nila halus kering yang disiapkan oleh seluruh rakyatnya dan dibawa ke Batavia untuk dibayar, dan juga untuk membuat benang kapas sebanyak-banyaknya. Semua sarang burung juga harus dikirim ke Batavia dan ditujukan kepada Gubernur Jenderal. Keputusan ini dibuat di Kastil Batavia pada tanggal 28 Juni 1700 dan dicap dengan tinta merah. Jika merujuk pada Keputusan ini maka penunjukan Kepala Daerah saat itu sebagian masih mengadopsi sistem vasal mataram yang mewajibkan upeti, meskipun ada embel-embel dibayar.
Sementara jabatan walikota Sukabumi, kata penulis The Sukabumi Untold Story itu, tidak lepas dari munculnya gemeente Sukabumi sebagai dampak desentralisasi Hindia Belanda. Walikota (Burgemeester) pertama adalah Mr. George Francois Rambonnet (1926-1933) yang ditunjuk dari hasil seleksi yang prosesnya dilakukan pada Juli 1925. Tercatat sebanyak 31 orang melamar menjadi wali kota, namun terpilih tiga orang. Satu dari tiga calon wali kota ini akhirnya terpilih yaitu G.F Rambonnet.
Pasca Rambonet sempat digadang-gadang Muhamad Thamrin yang diajukan fraksi nasionalis di gemeenteraad untuk menjadi walikota, namun kiprahnya kemudian dijegal partai IEV (Indische Europe Verbond), sehingga akhirnya ditunjuk Dr. Albert Leonard Anihenie Van Unen (1934-1939). Selanjutnya pada masa kegentingan sebelum pecahnya perang dunia II ditunjuklah Mr. Willem Johannes Philippus Van Waning (1939-1942).
Ketika Jepang masuk kemudian ditunjuk Raden Rangga Adiwikarta (1942-1943) mulai 29 april 1942, Adiwikarta adalah berasal dari Tasikmalaya dan lulusan Osvia. Ia sempat menjadi Wedana Cicurug dan wedana Sukabumi. Kemudian dimas jepang sempat pula ditunjuk Raden Abas Wilagosomantri (1942-1943) yang sempat menjadi wedana sukanagara, cianjur dan patih sukabumi.
Kemudian Walikota yang cukup terkenal adalah Mr. Rd. Syamsudin (1945-1947) yang merupakan pejuang pergerakan yang sempat menjadi anggota Voksraad dan Tjuo Sangi in. Beliau ditunjuk oleh rakyat untuk menjadi Walikota Sukabumi saat pengambilalihan kekuasaan dan namanya diabadikan menjadi nama jalan dan rumah sakit. Kemudian ditunjuk Raden Mamur Soeria Hoedaja (1946-1948) menggantikan Syamsudin yang mundur karena focus pada perjuangan. Saat terjadi agresi Belanda, Soeria Hudaya sempat diculik oleh pasukan Kawilarang dan dibawa ke Nyalindung, namun kemudian dibebaskan sesudah di interogasi.
Pasca long march kembalinya pejuang dari Yogyakarta, ditunjuk Raden Ebo Adinegara (1948-1950), Beliau adalah walikota yang jago bertarung dan juga putra ulama Cianjur yang terkenal menciptakan
slogan Cianjur Ngaos Mamaos Maenpo. Ayahnya adalah pendiri Tareqot Naqsabandiyah Kholifiyah. Selanjutnya ditunjuk Raden Widjaja Soerija (1950-1950), pada masa ini status Kota Sukabumi adalah Kota kecil merujuk pada UU No 17 Tahun 1950. Beliau digantikan oleh Raden S. Affandi Kartadjumena (1950-1952).
Selepas itu ditunjuk Raden Soebandi Prawiranata (1952-1959) merupakan pejabat Priangan pada masa Jepang. Di masa Soebandi Kota kecil Sukabumi berubah menjadi Kota Praja Sukabumi melalui UU No 1 Tahun 1957.
Selanjutnya sebelum pecahnya peristiwa G/30/S/PKI tiga orang walikota berturut turut adalah Mochamad Soelaeman (1959-1960), Raden Soewala (1960-1963), Raden Semeru (1963-1963) dan Drs. Achmad Darmawan Adi (1963-1966). Status Kota Praja Sukabumi kemudian berubah menjadi Kotamadya Sukabumi melalui UU No 18 Tahun 1965.
Pasca peristiwa Gestapu ditunjuk pejabat singkat yaitu Raden Bidin Suryagunawan (1966-1966) yang merupakan putra seorang Bupati, kemudian ia dialihtugaskan menjadi residen Purwakarta.
Selanjutnya Saleh Wiradikarta (1966-1978) dipilih sebagai Walikota Sukabumi. Pada masa saleh ini dibentuk panitia penyusunan Sejarah kotamadya sukabumi sehingga akhirnya muncul hari jadi Sukabumi tangga 1 April 1914. Kotamadya DT II Sukabumi (UU No 5 Tahun 1974). Beliau kemudian digantikan Soejoed (1978-1988) mantan sekretaris kota Sukabumi yang kemudian menjadi walikota Sukabumi. Selepas itu terpilih H. Zaenudin Mulaebary (1988-1993) mantan pejabat dilingkungan pemkab Bandung yang sukses merevitalisasi pasar di Sukabumi.
Kemudian H. Udin Koswara (1993-1997) tokoh pelajar PII yang juga ahli hukum tata negara dipilih sebagai walikota Sukabumi. Jabatan ini sempat diselingi oleh R Nuriana (Pejabat Sementara) yang menjabat
setahun (1997-1998). Setelah itu terpilih Dra. Hj. Molly Mulyahati Djubaedi (1998-2003) yang merupakan Walikota Perempuan pertama di jawa barat dan banten. Beliau giat dalam upaya implementasi good governance. Pada masa ini status Kotamadya Sukabumi berubah menjadi Kota Sukabumi (UU No 22 Tahun 1999).
Molly kemudian digantikan Mokh. Muslikh Abdussyukur (2003-2013) yang berperan penting dalam reformasi birokrasi publik. Beliau adalah mantan pejabat sukabumi dilingkungan pemkot Sukabumi dan sempat menjabat sekretaris kota. Sesudah Muslikh, H. Mohamad Muraz (2013-2018) menjabat sebagai Walikota Sukabumi. Beliau adalah orang sukabumi asli yang sempat menjabat banyak jabatan di lingkungan pemkot sukabumi hingga sekretaris daerah kota sukabumi.
Di tangan Mohamad Muraz Kota sukabumi meraih beberapa prestasi mulai dari juara LAKIP Adipura Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI. Beliau kemudian digantikan oleh H. Achmad Fahmi (Petahana) (2018-2023). Fahmi pernah menjadi wakil dimasa Muraz, namun legacynya tidak berlanjut sebagai petahana karena dikalahkan oleh pendatang baru Ayep Zaki.
Asep Awaludin, Nida Salma, dan Turangga Anom, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.