SUKABUMIUPDATE.com - Emma Poeradiredja adalah sosok penting dalam sejarah politik Bandung, dikenal sebagai perempuan Sunda pertama yang jadi anggota Dewan Kota Bandung. Saat itu, Dewan Rakyat Hindia Belanda yang kini adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), disebut dengan istilah Volksraad.
Prestasi Emma Poeradiredja ini menjadi tonggak bersejarah dalam representasi perempuan di ranah politik, khususnya di Bandung.
Lantas, siapakah Emma Poeradiredja yang berhasil jadi perempuan pertama dalam parlemen Kota Bandung? Berikut profilnya yang telah dirangkum dari berbagai sumber:
Profil Emma Poeradiredja
Emma Poeradiredja adalah perempuan Sunda yang lahir pada 13 Agustus 1902 di Cilimus, Kuningan, Jawa Barat. Emma adalah tokoh perempuan yang mengenyam pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
Emma Poeradiredja dikenal sebagai tokoh yang aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan terlibat dalam berbagai organisasi sosial dan politik.
Baca Juga: Menko Yusril Sebut Peristiwa 1998 Bukan Pelanggaran HAM Berat, Begini Respons Publik
Indonesia diketahui berhasil duduk sebagai anggota Dewan Kota pada tahun 1939. Emma Poeradiredja terpilih sebagai anggota gemeenteraad atau Dewan Kota Bandung, menjadikannya perempuan pribumi pertama yang menduduki posisi Volksraad di wilayah tersebut.
Melansir Repository USAHID yang ditulis oleh Marlinda Irwanti, bertajuk "Kiprah Perempuan Parlemen", selain Emma, tiga perempuan lainnya juga berhasil menjadi anggota dewan di masa pemerintahan Hindia Belanda. Mereka adalah Siti Sukaptinah (Nyonya Sunario Mangunpuspito) anggota Dewan Kota Semarang, Siti Sundari Sudirman, anggota Dewan Kota Soerabaya dan Sri Oemiati (Yat) (adik dr. Soetomo pendiri Budi Utomo) mengisi kursi kosong di Dewan Kota Cirebon tahun 1941.
Emma Poeradiredja merupakan pendiri organisasi perempuan terbesar di Pasundan, yaitu Pasundan Iestri, dan terlibat aktif dalam Kongres Pemuda I dan II (dikenal Sumpah Pemuda) serta Kongres Perempuan Indonesia III.
Di Kongres Pemuda II (Sumpah Pemuda), Emma yang menjabat sebagai Ketua Cabang Bandung Jong Islamieten Bond, berpidato mengenai peran para perempuan agar terlihat tidak hanya dalam pembicaraan pergerakan, namun juga dengan perbuatan.
Kiprah Emma Poeradiredja dalam memberdayakan perempuan Sunda dan perjuangannya dalam bidang sosial, pendidikan, dan kesehatan membuatnya menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah pergerakan perempuan di Indonesia.
Dalam penelitian Angga Pusaka Hidayat dan Widyo Nugrahanto tahun 2018, bertajuk "Dina Mangsa Tahapan Katilu: Biografi Politik Emma Poeradiredja, 1935-1941", menurut Émma Poeradiredja, perempuan dapat menjalankan empat peran dalam kehidupan masyarakat, yakni :
- perempuan sebagai ibu,
- perempuan sebagai pemimpin dalam urusan rumah tangga,
- perempuan sebagai isteri, dan
- perempuan sebagai warga negara.
Emma Poeradiredja diketahui masih aktif meski sudah lanjut usia. Namun, aktivitas yang padat membuat Emma kelelahan dan jatuh sakit. Setelah dirawat selama 3 hari di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Emma Poeradiredja menghembuskan nafas terakhirnya. Emma kemudian dimakamkan di Makam Pahlawan Cikutra Bandung keesokan harinya, pada 20 April 1976.
Emma Poeradiredja akan selalu dikenang sebagai pelopor bagi perempuan Sunda di bidang politik, membuka jalan bagi banyak perempuan lainnya untuk berpartisipasi secara aktif di ruang publik, khususnya parlemen.