SUKABUMIUPDATE.com - Polemik yang terjadi baru-baru ini di tengah masyarakat Indonesia terkait rencana revisi UU Pilkada yang akan dilakukan oleh DPR RI mengundang banyak atensi publik. Ragam reaksi ditunjukan oleh para mahasiwa serta aktivis dengan menggelar aksi demonstrasi.
Pengamat politik Sukabumi, Aang Rahmatulloh menyebut jika polemik yang terjadi merupakan sebuah dinamika politik di indonesia. “Saya kira ini sudah menjadi sebuah dinamika yang berkembang dan terjadi di Indonesia khususnya (melibatkan) para akademisi, mahasiswa dan semua aktivis bergerak. Mungkin mereka itu mempunyai sebuah kesimpulan bahwa ada yang tidak sesuai dalam demokrasi di Indonesia yang tidak baik-baik saja” ujar Aang kepada sukabumiupdate.com, pada Sabtu (23/8/2024).
Menurut Aang, putusan Mahkamah Konstitusi itu menjadi putusan final dan mengikat, maka dengan adanya upaya untuk merevisi putusan MK itu dianggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan.
“Saya kira ini sudah menyangkut masalah politik dan menurut saya ini abuse of power atau adanya penyalahgunaan kekuasaan karena ada upaya untuk merevisi putusan MK yang bersifat final dan mengikat,” kata dia.
Disinggung terkait rencana pengusungan Kaesang, anak bungsu Jokowi (Presiden Indonesia) di Pilkada mendatang dan diduga mengakali sistem yang sudah ada, pihaknya menganggap itu mejadi ciri adanya penyalahgunaan kekuasaan di era Jokowi.
Baca Juga: Muncul Isu Penyusup, Buntut Bentrok Massa Aksi Kawal Putusan MK di Sukabumi
“Ini merupakan sebuah ciri bahwa abuse of power ini sudah muncul dan Indonesia darurat demokrasi dan sedang dalam kedaan baik-baik saja,” ucapnya.
“Kalau misalkan Gibran selaku anak Presiden tidak akan mencalonkan mungkin dulu tidak ada yang namanya gejolak di MK tentang putusan tersebut termasuk sekarang anak bungsunya pak Jokowi, Kaesang mau maju di Pilkada tetapi terkendala di masalah usia dan lewat Mahkamah Agung dikabulkan tapi lewat Mahkamah Konstitusi itu dibantah atau tidak dikabulkan,” jelas dia.
Maka dari itu, gejolak yang terjadi di tengah masyarakt belakangan ini disebutnya sebagai sebuah peringatan bagi penguasa untuk tidak sewenang-wenang.
“Saya kira ini merupakan sebuah warning (peringatan) yah, yang namanya pemerintah itu tidak bisa sewenang-wenang, artinya mereka (pemerintah) ini ada yang mengawasi terutama mahasiswa sebagai agen sosial of control dan dalam ketentuannya jangan sampai menimbulkan polemik komflicated di seluruh masyarakat Indonesia dalam mengeluarkan kebijakan,” ungkapnya.
Terlebih, pihaknya selaku akademisi mengaku sudah berkomunikasi dengan akademisi lainnya membicarakan persoalan yang sedang terjadi di tengah masyarakt.
“Saya kira saya sendiri selaku akademisi sudah berkolaborasi dan berkomunikasi dengan yang lain kalau misalkan ini tidak sesuai dengan harapan ya kemungkin kami akan kembali turun kejalan, back to basic lah sebagai demonstran,” pungkasnya.