SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin meminta KPU meninjau ulang pemberhentian sementara proses rekapitulasi penghitungan perolehan suara tingkat kecamatan terhitung mulai Minggu, 18 Februari 2024, hingga dua hari ke depan. Penundaan ini dilakukan dengan alasan pembenahan Sirekap. Padahal, kata dia, permasalahan pada Sirekap berbeda dengan proses rekapitulasi.
“Kami terus menerima laporan dari banyak pengurus daerah yang menyampaikan bahwa proses rekap di kecamatan disetop oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) berdasarkan instruksi KPU RI dengan alasan sistem Sirekap eror,” kata dia yang pernah menjabat Direktur Eksekutif Sigma melalui keterangan tertulisnya, Minggu, 18 Februari 2024.
Mengutip tempo.co, Said mempertanyakan munculnya permasalahan pada Sirekap yang menyebabkan proses rekapitulasi harus ditunda. Padahal Sirekap dan proses rekapitulasi merupakan dua entitas yang berbeda dan tak boleh saling mempengaruhi satu sama lain.
“Sirekap hanyalah instrumen untuk memenuhi asas keterbukaan informasi publik atas hasil pemilu sebagai bagian dari data publik yang berhak diketahui oleh masyarakat. Data Sirekap bukanlah data resmi hasil pemilu. Hal ini jelas disebutkan dalam peraturan KPU,” kata Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh itu.
Baca Juga: 74% Data KPU: Anies-Imin Kejar Prabowo-Gibran di Sukabumi, Ganjar-Mahfud Tertinggal
Menurut Said, jika ada masalah pada Sirekap itu hanyalah masalah teknis yang tak mempengaruhi keabsahan hasil pemilu, mengingat hasil resmi pemilu justru diperoleh dari proses rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan secara berjenjang dimulai dari tingkat kecamatan oleh PPK.
“Munculnya masalah teknis pada Sirekap, menurut saya KPU cukup memperbaiki sistem pengolahan data formulir model C.HASIL dari tiap TPS ke dalam sistem Sirekap. Tak perlu permasalahan Sirekap dikaitkan dengan proses rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan yang menurut saya perlu tetap diteruskan. Jangan disetop,” katanya.
Said menuturkan, proses rekapitulasi suara tak boleh dipengaruhi dan sama sekali tak boleh didasari dari data di Sirekap, dan permasalahan yang muncul pada Sirekap tak boleh mengganggu berjalannya proses rekapitulasi di tingkat kecamatan.
“KPU bisa mengatasinya dengan cara memerintahkan Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk menempelkan formulir model C.HASIL SALINAN di tiap desa/kelurahan agar masyarakat tetap bisa melihat hasil pemilu. Dengan cara ini, asas transparansi yang tidak bisa dipenuhi oleh Sirekap bisa dipenuhi oleh PPS,” ujarnya.
Namun, kata dia, masalahnya hampir semua PPS enggan menempelkan formulir model C.HASIL SALINAN. “Padahal, mengumumkan lembaran hasil pemilu oleh PPS adalah kewajiban yang tak boleh diabaikan menurut ketentuan Pasal 391 UU Pemilu. Kalau formulir model C.HASIL SALINAN tidak ditempel, maka Pasal 508 UU Pemilu mengancam PPS dengan ancaman pidana kurungan selama 1 (satu) tahun ditambah denda sebesar Rp 12 juta,” ujarnya.
Tempo telah berupaya meminta konfirmasi Komisioner KPU, baik Hasyim Asy’ari, August Mellaz, Idham Holik, hingga Betty Epsilon Idroos. Namun hingga berita ini diunggah komisioner tak merespons pertanyaan yang dilayangkan Tempo.
Penghentian proses rekapitulasi suara diduga juga terjadi di Tangerang, Banten. Berdasarkan dokumen yang diterima Tempo, Ketua KPU Kota Tangerang menginformasikan kepada 13 Ketua PPK se-Kota Tangerang bahwa adanya penjadwalan ulang pleno PPK.
“Berdasarkan arahan KPU RI pada tanggal 18 Februari 2024, untuk memastikan kualitas data Sirekap yang akan digunakan untuk rekapitulasi tingkat kecamatan lebih akurat, jadwal pleno PPK agar di jadwalkan ulang menjadi tanggal 20 Februari 2024, dan bagi yang sudah berjalan agar di-skors sampai dengan tanggal 20 Februari 2024,” katanya.
Sumber: Tempo.co