SUKABUMIUPDATE.com - Lima orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang dirawat di Panti Sosial Aura Welas Asih (AWA) akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024. Mereka ikut melakukan pencoblosan pada Rabu, 14 Februari 2024 di Desa Jayanti, Kecamatan Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, sesuai domisili panti.
Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Tempat Pemungutan Suara (TPS) 23 Desa Jayanti, Dedy Sugianto, mengatakan sebenarnya terdapat tiga puluh ODGJ di Panti Sosial AWA yang mendapatkan hak pilih. Namun setelah diverifikasi, lanjut Dedy, hanya lima orang yang dapat secara mandiri menggunakan hak pilihnya.
"Alhamdulillah kemarin kita mendapatkan nama-nama yang berasal dari Panti Sosial Aura Welas Asih, dan itu ada kurang lebih 30 nama. Tapi kita verifikasi kembali, ternyata dalam verifikasi itu yang mampu secara mandiri dan bisa melaksanakan pemilu hanya lima orang," kata dia kepada sukabumiupdate.com, Selasa (13/2/2024).
Dedy mengungkapkan dua puluh lima ODGJ lainnya tidak bisa ikut memilih karena ada yang sudah meninggal dunia. Namun kebanyakan adalah masih mengalami sakit berat terkait kejiwaannya sehingga tidak dapat dipaksakan. Menurut Dedy, apabila mereka ikut mencoblos, dikhawatirkan terjdi hal-hal yang tidak diinginkan di TPS.
Baca Juga: 21.947 TPS Dekat Posko Tim Kampanye, Bawaslu Buka Data dan Petakan TPS Rawan
"Kalau yang lainnya itu ada yang meninggal dan ada yang masih sakit berat. Artinya belum bisa melaksanakan pemilihan dan takutnya kalau dipaksakan dibawa ke sini (TPS), bisa membuat hal-hal yang tidak diinginkan di TPS," ujarnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kelima ODGJ yang akan memilih adalah orang telantar dan tidak memiliki identitas. Panti Sosial AWA kemudian membuatkan administrasi domisili di Desa Jayanti. Ketika pemilihan nanti, mereka akan didampingi pihak panti dan petugas TPS. Pencoblosan dimulai Rabu besok sekira pukul 07.00 WIB.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Panti Sosial Aura Welas Asih dan mereka siap mendampingi. Kami tidak akan membiarkan mereka memilih sendiri. Bukan apa-apa, kami bukan ahli hal-hal soal orang mengalami sakit jiwa. Takutnya nanti di TPS kalau tidak didampingi, melakukan hal yang mengganggu jalannya pemilihan," kata Dedy.
"Sesuai aturan, kami buka pemilihan itu jam tujuh pagi. Kami juga akan tunggu saksi dan panwas atau PTPS hadir semua. Paling telat jam 07.30 kita buka, kalau jam tujuh siap semua kita mulai," ungkapnya.
Staf Administrasi Panti Sosial AWA, Mayang, mengatakan pihaknya telah melakukan simulasi pemahaman tentang proses pemilihan kepada para pasien ODGJ, termasuk informasi terkait kandidat presiden-wakil presiden dan calon legislatif. Mayang menegaskan setiap pasien ODGJ memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri.
"Kesiapannya sih sudah melakukan simulasi, coba memberi tahu siapa saja presidennya, terus caleg-calegnya. Pokoknya diberi arahan, tapi ada yang tahu, ada yang tidak. Mereka punya pilihan sendiri sehingga biar mereka yang milih," ujarnya.
Kelima ODGJ yang mendapatkan hak pilih tersebut, kata Mayang, adalah Tuti, Jani, Agus, Tubagus Irwan, dan Hendar. Mayang menyebut meski ada banyak pemilih tetap yang terdaftar, namun sebagian besar dari mereka telah meninggal dunia.
"Kalau dari data itu banyak, hanya ketika sudah didata kembali, kebanyakan yang kebagian (hak pilih) itu sudah tidak ada (meninggal). Memang kebanyakan orang telantar (OT) yang memang dibuatkan domisili di sini sehingga memdapatkan hak pilih. Nanti saat pemilihan pasti akan didampingi petugas panti dan TPS," kata dia.