SUKABUMIUPDATE.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merilis data penanganan dugaan pelanggaran dalam tahapan pemilihan umum atau Pemilu 2024. Terhitung hingga 8 Januari 2024 atau 36 hari jelang pemungutan suara, Bawaslu menangani 1.032 dugaan pelanggaran. Data itu berasal dari 703 laporan dan 329 temuan.
"Berdasarkan hasil penanganan pelanggaran, 322 dinyatakan sebagai pelanggaran dan 188 bukan pelanggaran, sedangkan sisanya tidak dapat diregistrasi karena tidak memenuhi syarat formal atau materil," kata anggota Bawaslu, Puadi, Selasa, 9 Januari 2024.
Berdasarkan jenisnya, mengutip tempo.co, Puadi menjelaskan 322 pelanggaran tersebut terdiri atas 50 pelanggaran administrasi, 205 pelanggaran kode etik, 57 pelanggaran hukum, dan 10 dugaan tindak pidana pemilu. Pada jenis pelanggaran administrasi, tren pelanggaran yang paling banyak terjadi di Komisi Pemilihan Umum atau KPU.
Menurut Puadi, kasus pelanggaran ini yakni KPU melakukan rekrutmen penyelenggara tidak sesuai prosedur. KPU Provinsi melakukan penerimaan penyerahan dukungan pemilih Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak sesuai ketentuan.
Baca Juga: Bawaslu Putuskan Gibran Langgar Aturan soal Bagi-bagi Susu di CFD
Dia menjelaskan, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten-Kota melakukan pergantian calon sementara anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten-Kota pada masa pencermatan rancangan DCT tidak sesuai Tata Cara, Prosedur, dan Mekanisme.
Sementara jenis pelanggaran kode etik, bentuk pelanggaran adalah Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Tidak profesional menyeleksi pengawas kelurahan desa.
Selain itu, KPU tidak profesional dalam perekrutan panitia pemilihan kecamatan (PPK)/panitia pemungutan suara (PPS)/kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), KPU Kabupaten-Kota tidak profesional dalam seleksi PPK. "Dan PPS tidak netral atau menunjukkan keberpihakan kepada peserta pemilu," ujar Puadi.
Pada jenis pelanggaran kode etik, tren bentuk pelanggaran adalah aparatur sipil negara (ASN) memberikan dukungan melalui media sosial/masa kepada peserta pmilu, mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung peserta pemilu, melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik.
Bawaslu juga menemukan bupati/wakil bupati/wali kota/wakil wali kota menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan daerah yang dipimpin. Adapun dugaan tindak pidana pemilu, trennya melanggar Pasal 520, Pasal 521, Pasal 493, dan Pasal 492 Undang-Undang Pemilihan Umum.
"Bawaslu mendorong masyarakat untuk memasifkan pengawasan partisipatif dengan cara ikut mengawasi pemilu dan melaporkan dugaan pelanggaran ke pengawas pemilu terdekat," tutur Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi, itu.
Menurut Puadi, laporan pelanggaran merupakan laporan langsung warga negara yang mempunyai hak pilih, peserta pemilu, atau pemantau pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Sementara temuan pelanggaran pemilu adalah dugaan pelanggaran pemilu yang berasal dari hasil pengawasan jajaran Bawaslu.
Sumber: Tempo.co