SUKABUMIUPDATE.com - Pengamat politik, Eep Saefulloh Fatah menyampaikan pandangannya terkait kondisi bangsa Indonesia saat ini. Menurutnya polemik paska putusan MK terkait syarat capres-cawapres telah memicu keresahan masyarakat yang kemudian bisa berimplikasi menjadi faktor bagi pemakzulan Jokowi.
Berikutnya, Peneliti PolMark Research Centre itu juga membocorkan sedikit data tentang peta politik Pilpres 2024 yang kini sudah resmi diikuti tiga pasangan capres-cawapres seusai pendaftarannya ke KPU.
Kedua hal itu disampaikan Eef Sapulloh dalam podcast Abraham Samad Speak Up yang tayangkan pada Kamis 26 Oktober 2023.
Mulanya, Eep menyampaikan ada empat faktor peluang pemakzulan pejabat tinggi negara atau impeachment pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga: Oknum Pegawai Diduga Tilap Dana Rp7,2 M, BPR Sukabumi Pastikan Uang Nasabah Aman
Faktor pertama, kata Eep, yaitu skandal yang menyangkut langsung dengan presiden, artinya jika persoalan menyangkut langsung dengan pemimpin negara maka dapat menjadi landasan pemakzulan tersebut.
"Kalau bisa membuktikan bahwa memang ada skandal ada kekeliruan serius dan mendasar ada pelanggaran penyelewengan kekuasaan yang bisa dibuktikan dan berkaitan langsung dengan presiden dan presiden adalah pelakunya itu sudah tersedia faktor pertama," kata Eep di YouTube Abraham Samad Speak Up, seperti dikutip sukabumiupdate.com, Kamis (26/10/2023).
Kemudian, berkaitan dengan kasus batas usia capres dan cawapres yang ditetapkan Mahkamah Konstitusional (MK). Dalam putusan MK itu, dinilai menjadi jalan mulus bagi putera sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi pendamping Prabowo di Pilpres 2024.
Faktor kedua yang dapat menjadi pemakzulan pimpinan suatu negara adalah kegagalan kebijakan-kebijakan yang dirasakan secara nyata. Terkait hal ini masyarakat selalu terlena dengan hasil survei kepuasan pemerintahan. "Saya menduga kegagalan kebijakan yang nyata juga bisa tersedia saat ini,"
Baca Juga: Kena Mental! Ini 4 Dampak Psikologis akibat Serangan Hacker
Ketiga adalah resistensi parlemen yang melembaga dan kuat sampai kemudian meluas dan tersokong oleh resistensi oposisi dan lain-lain dari gerakan sosial di luarnya. "Resistensi parlemen bisa tersedia saat ini.
Bahkan menurut Eep, jika dua kubu (Anies-Cak Imin) dan (Ganjar-Mahfud) bergabung, ditambah Partai Demokrat, dengan defisit beberapa persen saja sudah cukup untuk mencapai 2/3 syarat mengajukan pemakzulan.
Terakhir, Eep mengatakan bahwa keresahan publik yang meluas dapat memakzulkan pemerintah saat ini. Meskipun saat ini keresahan belum meluas, namun demikian apabila sudah bertumpuk akan menyebabkan sebuah ledakan atau disebut dengan istilah silent majority.
"Apa yang menyebabkan Donald Trump kalah sama Joe Biden bukan Joe Biden yang sebegitu hebat sebegitu muda dan seterusnya, tapi karena silent majority yang tiba-tiba mengatakan "enough is enough" saya tidak boleh lagi diam," tandasnya.
Baca Juga: Sudah Dievaluasi Gubernur, DPRD-Pemkab Sukabumi Sahkan APBD-P 2023
Selanjutnya, menurut Eep, apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi saat ini dengan langkah-langkahnya bisa merubah kita dari demokrasi ke kakistokrasi
"Salah satu cara pembentukan kakistokrasi yaitu menyempitnya orientasi kebijakan publik pada kelompok yang semakin kecil," kata Eep.
"Itulah yang berbahaya, karena politik dinasti merupakan ujung dari penyempitan pembuluh darah demokrasi. Pembuluh darah yang besar yang sehat mengabdi kepada semua orang, menyempit hanya kepada pemilihnya, menyempit lagi hanya kepada relawan, dan ujungnya menyempit hanya kepada keluarganya. Bahaya itu, bisa kena serangan jantung nanti," tambahnya.
Data Pemenang Pilpres 2024.
Dari gambaran (data Agustus 2023) ketika setiap pemilih mencerna apa yang terjadi sekitar mereka. Lalu kemudian proses pencernaan terakhir pemilih menggunakan instrumen dalam dirinya, itulah hati para pemilih.
Baca Juga: Ranking FIFA Terbaru Timnas Indonesia Naik Dua Peringkat, Kini Posisi 145 Dunia
Menurut Eep, proses politik yangs paling serius adalah ketika kebijakan politik telah mematahkan hati orang, bukan logika yang patah. "Maka hati yang patah susah sekali kita obati dalam jangka pendek,"
Itulah yang akan bekerja dalam Pemilu 2024.
"Jangan-jangan pilihan Pak Jokowi mendukung Pak Prabowo dan anaknya. Kalau ternyata ternyata kemudian adalah bagian dari proses mematahkan hati pemilih. Jangan-jangan pasangan itulah (Prabowo-Gibran) yang tidak akan masuk putaran kedua. Sehingga dengan demikian di putaran kedua itu yang akan bertanding adalah pasangan Anies Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar melawan Ganjar Pranowo-Mahfud MD," imbuhnya.
Menimpali hal itu, Abraham mengkonfirmasi. "Berarti saya bisa menangkap, bahw isu politik dinasti membuat hati patah," tegas Samad.