SUKABUMIUPDATE.com - Dua Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan M. Guntur Hamzah menjadi pembicara dalam Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara ke-2 (KNAPHTN-HAN ke-2) pada Sabtu (30/9/2023) di Batam.
Melansir dari mkri.id, dalam acara yang digelar secara hybrid ini, Enny menyampaikan bahwa MK telah menyiapkan piranti terakit penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum. Sedangkan M. Guntur mengulas tentang wacana pemilu berbasis eletronik (digital) atau E-voting.
Enny mengatakan, seluruh regulasi yang terkait itu (penyelesaian perselisihan hasil pemilu) sudah kami (MK) siapkan dan kami juga sudah memberikan bimbingan teknis kepada stakeholders terkait. Terutama partai politik peserta pemilihan umum kemudian KPU, Bawaslu dan dalam waktu dekat ini kami akan mengadakan kegiatan untuk advokat.
Baca Juga: 10 Negara dengan Tingkat Pengangguran Tertinggi di Dunia, Indonesia Ke Berapa?
Berdasarkan pengalaman, kata Enny, pada saat penyelesaian perselisihan hasil itu ia melihat banyak hal yang perlu dipahami dengan sangat baik terutama bagi partai peserta pemilu termasuk penyelenggaranya. Hal ini dikarenakan biasanya persidangan speedy trial dibatasi oleh waktu.
“Waktu untuk pendaftaran itu sangat terbatas sekali. Jadi sangat terbatas sekali 3x24 jam untuk kemudian pendaftaran dari pileg, pilpres itu tiga hari setelah diumumkan begitu juga dengan pilkada,” jelasnya di hadapan para peserta konferensi seperti dikutip sukabumiupdate.com, Senin (02/10/2023).
Menurut Enny, jadi pada waktu bimtek saya sampaikan andaipun anda akan mencalonkan dan sekarang sudah menjadi calon anggota legislatif, andapun harus mempersiapkan kalah atau menang. Ketika siap kalah anda juga harus sudah mempersiapkan bagaimana dokumen-dokumen yang anda gunakan, andaikata misalnya anda ingin mengajukan permohonan ke MK terkait penyelesaian perselisihan hasil itu.
Baca Juga: Potong Tubuh dan Cerita Tes Kanuragan di Curug Sodong Geopark Ciletuh Sukabumi
"MK memiliki fungsi dan kewenangan berkaitan dengan penyelesaian perselisihan hasil. Jadi yang mereka tunggu itu memang pada akhirnya hasil akhir yang telah ditetapkan oleh KPU yaitu rekapitulasi hasil akhirnya bukan final sekali sampai proses sengketa itulah yang final. Jadi, hasil yang sudah ditetapkan oleh KPU. Itu yang harus mereka tunggu," tuturnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan mengenai urgensi bagaimana Indonesia melakukan penataan pemilihan umum ke depan dengan menggunakan berbasis digital atau elektronik. Ia menyebut hal ini menimbulkan pro dan kontra serta tidak semua orang dapat menerimanya.
“Jangan sampai isu penggunaan elektronik atau e-voting ini juga hilang dari diskursus dalam mencari metode yang paling efektif, efisien, akuntabel, yang tentu saja penting untuk negara sebesar Indonesia," ungkapnya.
Baca Juga: Akses ke Curug Sodong Sukabumi Rusak Akibat Longsor, UPTD PU Ajukan Perbaikan
Menurut Guntur, memang ada beberapa kalangan yang melihat bahwa penggunaan atau penerapan e-voting bagi suatu negara itu cocok untuk negara yang tidak besar. Tetapi ada juga yang melihatnya bahwa negara besar sekalipun seperti Indonesia, Amerika dan Rusia juga sebetulnya sangat cocok dan kompatibel menggunakan metoda e-voting untuk pemilu yang berskala besar. Justru relevansinya e-voting itu ketika pemilih dalam jumlah yang besar. Kalau mungkin kecil ya bisa saja.
Penggunaan pemilu dengan menggunakan digital atau elektronik, Guntur menyebut kita belum memiliki payung hukum yang jelas untuk penggunaan e-voting ini. Wacana menyangkut ini sering kali muncul setiap pemilu dan pilkada. Namun kita belum betul-betul serius untuk mempersiapkan misalnya lima tahun kedepan atau sepuluh tahun kedepan. Sehingga nanti betul-betul dapat digunakan secara efektif.
"Jika bicara kembali menyangkut e-voting ini ketika menjelang pemilu, akan tetapi setelah pemilu lupa lagi. Padahal sebetulnya momentum itu selalu ada. Ia menyebut dua putusan MK pengen mendorong pemilu berdasarkan e-voting," imbuhnya.
Baca Juga: Loker Fresh Graduate Lulusan SMA Bidang Produksi, Penempatan Jabodetabek
Pada paparannya, Guntur menyebut E-Voting adalah pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan dengan cara memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara secara elektronik. Adapun Pemberian suara secara elektronik sebagaimana dimaksud dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan Pemerintah Daerah dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah.
Ia juga menyebut untuk melakukan e-voting, Indonesia harus menyiapkan ICT, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, kesadaran hukum masyarakat dan menyiapkan keamanan.
Sumber : mkri.id