SUKABUMIUPDATE.com - Menjelang Pemilu 2024, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) semakin diperketat. Ketentuan ini secara lebih rinci mengatur bagaimana ASN menggunakan media sosial selama masa politik. Penjabat (Pj) Wali Kota Sukabumi Kusmana Hartadji mengatakan ASN harus berposisi tidak memihak.
ASN dilarang menyukai, mengomentari, membuat unggahan, membagikan, dan bergabung hingga mem-follow akun capres dan cawapres. Aturan ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB). SKB tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu ini diteken sejumlah pihak pada 2022.
"ASN kan harus netral. Siapa pun pemimpin kita adalah atasan kita apalagi di masa pemilu," kata Kusmana setelah apel perdananya di Balai Kota Sukabumi, Senin (25/9/2023).
Kusmana berharap aturan itu dapat dipahami secara utuh oleh para ASN. "Mudah-mudahan ini bisa dipahami (larangan tersebut). Tugas ASN melayani masyarakat, dan nanti siapa pun yang terpilih, sudah ada catatannya. Netralitas ASN harus dijaga selama periode saya mengisi kekosongan pemerintahan di Kota Sukabumi," ucap dia.
Baca Juga: ASN Harus Netral! Dilarang Like, Comment dan Follow Akun Medsos Capres/Cawapres
"Ketidaknetralan ASN akan sangat merugikan negara, pemerintah, dan masyarakat. Ketidaknetralan ASN akan berdampak pada terjadinya diskriminasi layanan, adanya konflik, atau benturan kepentingan, dan ASN menjadi tidak profesional," kata Kusmana.
Mengutip tempo.co, penanda tangan SKB ini antara lain Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Agus Pramusinto, dan Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja.
Berikut sejumlah hal yang masuk kategori pelanggaran etik ASN dalam Pemilu, dikutip dari lampiran II SKB ini:
1. Memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait calon peserta Pemilu dan pemilihan.
2. Sosialisasi atau kampanye media sosial/online calon presiden, wakil presiden, DPR, DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, atau wakil wali kota.
3. Melakukan pendekatan kepada partai politik sebagai bakal calon dan masyarakat (bagi independen) sebagai bakal calon dengan tidak dalam status CLTN.
4. Menghadiri deklarasi atau kampanye pasangan calon dan memberikan tindakan atau dukungan keberpihakan.
5. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
6. Membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam grup/akun pemenangan atau calon.
7. Memposting pada media sosial atau media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan calon presiden, wakil presiden, DPR, DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, atau wakil wali kota; tim sukses dengan menunjukkan atau memperagakan simbol keberpihakan, memakai atribut partai politik, dan/atau menggunakan latar belakang foto/gambar terkait partai politik atau calon; alat peraga terkait partai politik atau calon dengan tujuan untuk memberikan dukungan terhadap partai politik, calon, atau pasangan calon.
8. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap partai politik, calon atau pasangan calon yang menjadi peserta Pemilu atau pemilihan sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, dan pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerja, anggota dan masyarakat.
9. Menjadi tim ahli, tim pemenangan, konsultan, atau sebutan lainnya bagi bakal calon atau bakal pasangan calon yang menjadi peserta Pemilu atau pemilihan sebelum penetapan peserta Pemilu atau pemilihan.
10. Menjadi tim ahli, tim pemenangan, konsultan, atau sebutan lainnya bagi partai politik, calon, atau pasangan calon bagi peserta Pemilu dan pemilihan setelah penetapan peserta.
11. Memberikan dukungan kepada bakal calon perseorangan (kepala daerah/anggota DPD) dengan memberikan surat dukungan, mengumpulkan fotokopi KTP atau surat keterangan penduduk.
12. Membuat keputusan atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan partai politik, calon atau pasangan calon pada masa sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
13. Bentuk pelanggaran atau dugaan pelanggaran yang tidak termasuk dalam matriks bentuk pelanggaran yang diuraikan di atas.