SUKABUMIUPDATE.com - Viral di media sosial sebuah video yang berisi pengakuan dari seorang warga Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan bernama Abdul Rahim, yang mengaku telah 16 kali disuntik atau menerima 16 dosis vaksin Covid-19. Pria berusia 49 tahun itu mengaku berperan sebagai joki vaksin dengan alasan ekonomi.
Abdul yang merupakan seorang kuli bangunan itu menjelaskan menerima bayaran Rp 100-800 ribu untuk setiap suntikan yang diterimanya. Total, dia menyebut ada 14 orang yang pernah digantikannya menjalani vaksinasi Covid-19.
Dokter spesialis patologi klinis dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Tonang Dwi Ardyanto, menekankan bahwa apa yang viral tentang Abdul Rahim tersebut baru sebatas pengakuan. Menurutnya, perlu data lebih valid untuk membahas kemungkinan-kemungkinan bagaimana Abdul bisa melakukan itu.
"Mengingat dalam proses vaksinasi, ada tahapan screening data maupun kondisi pasien,” ujar dia seperti dilansir dari Tempo, Rabu 22 Desember 2021.
Sedangkan mengenai konsekuensi dalam tubuh penerima sejumlah besar dosis vaksin Covid-19 dalam waktu berdekatan itu, Tonang mengatakan, belum ada pembahasannya dalam laporan-laporan ilmiah.
Dari setiap uji klinis yang dilakukan, Tonang yang juga epidemiolog ini menjelaskan, yang dicari hanya dosis optimal, yang mampu memicu antibodi, tapi sekaligus dengan risiko efek samping dan efek simpang yang minimal.
"Namun, secara teori, dosis yang semakin tinggi, semakin kuat memicu respons antibodi, tapi juga semakin tinggi risiko terjadi efek tidak diinginkan," katanya sambil menambahkan, “Itu secara teori ya."
Dia menguraikan, setiap uji klinis sudah didahului oleh uji pra-klinis pada hewan. Jadi, dosen tetap ilmu patologi klinis di UNS itu menambahkan, sudah ada rentang dosis yang masih aman, sebelum diujikan pada manusia.
Selanjutnya dalam tahap uji klinis tahap satu, diuji dulu hasil dari hewan tadi, untuk mencari dosis yang optimal dari dasar uji pada hewan, termasuk tentu terkait pengetahuan sebelumnya tentang obat dan vaksin sejenis. “Jadi urutannya begitu. Sementara kita juga belum tahu persis akurasi informasi terkait orang yang divaksin 16 dosis itu,” tutur Tonang.
Tonang mengingatkan agar benar-benar dipastikan terlebih dulu informasi itu, dan jangan sampai terjebak dan terbawa ke diskusi tanpa basis data yang jelas. Namun, ini juga bisa menjadi pembelajaran untuk dua pihak. Untuk penyelenggara vaksinasi, dia menyarankan, agar benar-benar menjalankan proses screening agar risiko terjadi duplikasi menjadi minimal.
“Dan untuk masyarakat, apapun yang namanya obat, menjadi berisiko bila berlebihan. Sudah ada takarannya, sudah diuji klinik, mari dijalani dengan baik,” ujar Tonang menambahkan.
Kasus di Batam
Pada hari menerima dua dosis vaksin Covid-19 itu, Harjito mengaku tak merasakan efek apapun. "Ia hanya merasa diusap," kata Ery Syahrial, Ketua RT 01/04 Perumahan Bepede, yang juga mewakili keluarga Harjito.
Harjito akhirnya merasakan suntikan vaksin pada hari itu namun betapa terkejutnya saat surat dokter yang diterimanya menyebut dua dosis vaksin telah diberikan oleh dua vaksinator yang berbeda. Pada hari itu, menurut surat keterangan dokter, Harjito sudah dua kali disuntik untuk proses yang normalnya berselang dua minggu.
Saat dimintai komentarnya, Tonang saat itu juga menyatakan butuh kejelasan atas apa yang terjadi dengan Harjito. Menurut dia, untuk mendapat dua suntikan di dua lokasi vaksinasi berbeda saja sulit, karena ada aplikasi P-Care. "Apalagi di satu lokasi vaksinasi, langsung dapat dua suntikan vaksin. Lebih sulit lagi," kata dia.
SUMBER: TEMPO