SUKABUMIUPDATE.com - Ramai pro dan kontra penggunaan obat antiparasit ivermectin untuk Covid-19. Sebagian mendesak penggunaannya secara luas demi bisa lepas dari cengkeraman pandemi yang semakin kuat saat ini, sebagian lainnya meminta menunggu hasil uji klinis skala besar untuk memastikan efikasi obat cacing itu dan keselamatan penggunanya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dalam pedoman pengobatan Covid-19, merekomendasikan untuk tidak menggunakan ivermectin pada pasien dengan Covid-19 kecuali dalam konteks uji klinis, dengan mengutip ‘bukti kepastian yang sangat rendah’ tentang obat tersebut.
Sementara Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengatakan ivermectin tidak boleh digunakan untuk mencegah atau mengobati Covid-19. Ivermectin, yang disetujui FDA untuk mengobati kondisi yang disebabkan oleh cacing parasit dan parasit seperti kutu, dalam dosis besar berbahaya dan dapat menyebabkan kerusakan serius.
Beberapa penelitian terbatas menunjukkan bahwa ivermectin dapat membantu mengobati Covid-19, sementara lainnya tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Banyak penelitian memiliki ukuran sampel yang kecil dan keterbatasan lainnya.
Sebuah studi baru telah menyalakan kembali perdebatan, membuat klaim tentang lebih sedikit kematian akibat virus corona dengan menggunakan ivermectin meskipun otoritas kesehatan masyarakat mengatakan diperlukan lebih banyak penelitian. "Studi baru menghubungkan ivermectin dengan 'pengurangan besar' dalam kematian Covid-19," demikian bunyi salah satu judul di Epoch Times sebagaimana dikutip politifact baru-baru ini.
Namun judul penelitian itu dinilai berlebihan, mengingat penelitian itu hanya mengatakan bahwa lebih sedikit kematian yang mungkin terjadi. Itu adalah ulasan uji coba yang dilakukan dengan ivermectin pada pasien Covid-19. Selain itu, penelitian ini dilakukan oleh para peneliti yang berafiliasi dengan kelompok yang mengkampanyekan ivermectin agar disetujui untuk penggunaan Covid-19.
Berikut studi yang mendukung dan penentangnya serta kata Perusahaan Farmasi pembuatnya
Studi uji coba yang mendukung
Studi peer-review di American Journal of Therapeutics diterbitkan 17 Juni dan dipimpin oleh Andrew Bryant, seorang rekan peneliti di gastroenterologi di Institut Ilmu Kesehatan Populasi Universitas Newcastle.
Para peneliti mengatakan mereka menganalisis hasil dari penelitian dan melihat tingkat kematian di antara orang-orang yang diberi ivermectin versus orang-orang yang tidak. Para peneliti menyimpulkan:
"Bukti dengan kepastian sedang menemukan bahwa pengurangan besar dalam kematian Covid-19 dimungkinkan dengan menggunakan ivermectin. Menggunakan ivermectin di awal perjalanan klinis dapat mengurangi jumlah yang berkembang menjadi penyakit parah. Keamanan yang nyata dan biaya rendah menunjukkan bahwa ivermectin cenderung memiliki dampak yang signifikan terhadap pandemi SARS-CoV-2 secara global."
Mereka menambahkan: "Profesional kesehatan harus sangat mempertimbangkan penggunaannya, baik dalam pengobatan dan pencegahan."
Penolak studi
Para ahli mengatakan uji coba yang diandalkan oleh penelitian itu tidak berkualitas tinggi. Dr. Amesh Adalja, seorang sarjana senior di Pusat Keamanan Kesehatan Universitas Johns Hopkins, mengatakan penelitian ini adalah meta-analisis (analisis analisis lain) "yang kekuatannya bergantung pada penelitian mendasar yang menyusunnya."
"Secara umum, sebagian besar studi ivermectin yang dimaksudkan untuk menunjukkan manfaat positif berkualitas rendah dan memiliki potensi sumber bias, itulah sebabnya obat ini tidak direkomendasikan oleh National Institutes of Health atau Infectious Diseases Society of America," ujarnya. "Hanya dengan uji coba kontrol acak yang dirancang dengan ketat, manfaat sejati apa pun dapat ditemukan."
Dengan asumsi meta-analisis itu benar, ivermectin "tampaknya perlu dipelajari lebih lanjut," kata Stephen Morse, seorang profesor epidemiologi di Columbia University Medical Center.
Beberapa obat awalnya tampak menjanjikan, tetapi tidak bertahan dalam pengujian klinis yang lebih ketat, kata Morse. Misalnya, beberapa bersikeras bahwa hydroxychloroquine adalah penyembuh, tetapi belum ada data pendukung yang kuat untuk itu, katanya.
"Itu bisa menjadi masalah nyata, dan meningkatkan harapan yang tidak realistis untuk obat yang mungkin sangat menjanjikan atau berguna, tetapi bukan sebuah kesuksesan," kata Morse.
Beberapa penelitian yang dianalisis dalam meta-analisis ivermectin tidak ditinjau oleh rekan sejawat, kata Dr. David Gorski, seorang profesor bedah dan onkologi di Wayne State University dan kepala bedah payudara di Karmanos Cancer Institute, yang mengkritik penelitian bulan Juni itu.
"Penggabungan data dari sejumlah besar kecil, uji klinis berkualitas rendah tidak secara ajaib membuatnya menjadi suatu uji klinis yang besar dan berkualitas tinggi," tulis Gorski, yang juga mengelola editor Science-Based Medicine, sebuah situs web yang mengevaluasi klaim medis.
Dia menambahkan: "Beberapa uji klinis berkualitas lebih tinggi yang ada yang menguji ivermectin terhadap penyakit secara seragam telah gagal menemukan hasil positif. Hanya uji coba yang lebih kecil dan berkualitas lebih rendah yang positif. Ini adalah indikasi yang baik bahwa obat tersebut mungkin tidak bekerja."
Gorski juga menunjukkan bahwa para peneliti, meskipun mengaku tidak memiliki konflik kepentingan, berafiliasi dengan Grup BIRD (British Ivermectin Recommendation Development).
BIRD menggambarkan dirinya sebagai "kampanye untuk obat aman ivermectin yang disetujui untuk mencegah dan menyembuhkan Covid-19 di seluruh dunia."
Tess Lawrie, yang merupakan salah satu penulis penelitian dan pemimpin BIRD, mengatakan kepada PolitiFact dalam email bahwa penelitiannya "menunjukkan bahwa pengurangan besar dalam kematian akibat Covid mungkin terjadi ketika ivermectin digunakan, terutama ketika digunakan sebagai pengobatan dini."
Meta-analisis lain, yang diterbitkan 28 Juni, sampai pada kesimpulan yang berlawanan.
Studi itu dipimpin oleh seorang peneliti Universitas Connecticut dan muncul di jurnal Clinical Infectious Diseases, sebuah publikasi dari Infectious Diseases Society of America. Ditemukan bahwa dibandingkan dengan standar perawatan atau plasebo, ivermectin "tidak mengurangi semua penyebab kematian." Studi menyimpulkan dengan mengatakan bahwa obat itu "bukan pilihan yang layak untuk mengobati pasien Covid-19."
BIRD bereaksi dengan meminta jurnal itu untuk menghapus meta-analisis tersebut atau mengeluarkan peringatan tentang "informasi yang salah."
Kata Perusahaan Farmasi Pembuatnya
Di antara kontroversi yang semakin tinggi, Merck, yang membuat ivermectin, ternyata telah mengeluarkan sikapnya sejak Februari lalu. Saat itu, perusahaan farmasi Jerman yang berbasis di New Jersey, Amerika Serikat, ini menyatakan tidak yakin obat cacing yang diproduksinya tersebut bisa digunakan untuk Covid-19.
"Perusahaan tidak yakin data yang ada saat ini mendukung keselamatan dan efikasi ivermectin untuk digunakan mengobati Covid-19," bunyi bagian dari pernyataan Merck pada 4 Februari 2021, seperti dikutip dari situs web resmi perusahaan itu.
Merck menambahkan, tim peneliti di perusahaan itu terus menguji dengan hati-hati seluruh temuan dan studi yang bermunculan tentang ivermectin sebagai obat Covid-19. Tapi yang jelas, Merck menyatakan kalau hingga saat ini analisis perusahaan menyatakan tak ada basis ilmiah untuk potensi efek terapi ivermectin melawan Covid-19 dari studi-studi praklinisnya.
Merck juga mengidentifikasi belum ada bukti yang bermakna untuk aktivitas klinis atau efikasi klinis obatnya itu dalam pasien Covid-19. Terakhir, Merck mencemaskan kurangnya data keselamatan dalam mayoritas studi.
Merck mendapatkan izin edar ivermectin di Amerika Serikat menggunakan merek STROMECTOL. Indikasinya yang sesuai dengan labelnya adalah untuk perawatan strongyloidiasis atau infeksi saluran pencernaan karena infeksi parasit cacing gelang Strongyloides stercoralis dan untuk perawatan onchocerciasis atau river blindness karena infeksi parasit cacing Onchocerca volvulus.
Pekerja saat melakukan riset di pabrik obat PT Merck Tbk di Jakarta, Kamis (14/4). Sepanjang tahun 2010, PT Merck Tbk, perusahaan Farmasi dan Kimia Jerman, mencatat pertumbuhan penjualan hampir di semua divisi dengan total pertumbuhan penjualan sebesar 5,9% atau sebesar Rp 796 miliar dar tahun sebelumnya sebesar Rp751 miliar. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Penggunanya tidak ditujukan kepada ibu hamil. Konsentrasi rendah ivermectin juga, diperingatkan, terekskresi dalam ASI. Pemberian obat ini kepada ibu menyusui harus sudah melalui pertimbangan bahwa menunda pengobatan berisiko lebih besar bagi sang ibu daripada risiko yang mungkin ditanggung bayi.
Selain bagi ibu hamil, tingkat keselamatan dan efektivitas ivermectin untuk pasien anak (bobot badang kurang dari 15 kilogram) juga belum diketahui. Uji klinis ivermectin juga tidak mencakup mereka yang berusia 65 tahun atau lebih.
SUMBER: TEMPO