SUKABUMIUPDATE.com - Warga Desa Limusnunggal Kecamatan Bantargadung Kabupaten Sukabumi Jawa Barat belum bisa beraktivitas dengan tenang. Teror ular gibug atau malayan pit viper (Calloselasma Rhodostoma) menebar ketakutan, dilaporkan 12 warga jadi korbanm diantaranya ada yang meninggal dunia dan catat permanen.
Masalah ini semakin menyedot perhatian publik karena akses warga korban gigitan ular berbisa untuk mendapatkan serum anti bisa ular (SABU) di fasilitas kesehatan terdekat cukup mahal. Warga dan Pemerintah Desa Limusnunggal bahkan harus berkirim surat resmi ke Bupati Sukabumi untuk menangani masalah teror ular berbisa ini.
Kejadian terbaru tercatat oleh Pemerintah Desa Limusnunggal pada 3 Juni 2021 silam. Nama korban Amir warga Kampung Cikadu yang saat kejadian tengah membersihkan rumput di kebun milik warga.
"Sekitar pukul 11.00 WIB, Ketika membersihkan rumput, (hendak akan mengambilnya) ternyata di bawah rumput terdapat seekor ular jenis Ular Gibug atau Ular Tanah (Calloselasma Rhodostoma) yang memiliki bisa mematikan kemudian menggigit korban," tulis surat Pemdes Limusnunggal yang ditujukan kepada Camat Bantargadung.
Dalam surat dengan keterangan perihal laporan kejadian luar biasa korban gigitan ular tersebut, Pemdes juga menerangkan bahwa kasus tersebut bukan kejadian pertama. Pemdes menyertakan data sepanjang tahun 2021, dimana 12 warganya yang dilaporkan terkena gigitan ular berbisa saat beraktivitas di sekitar rumah atau kebun.
"Satu diantaranya meninggal dunia yaitu ulama di desa, satu lagi luka parah hingga satu jarinya membusuk dan putus. Yang luka parah saat ini sudah sehat, cuma bisa menggunakan tangan sebelah karena telapak tangan satunya pada rontok jari-jarinya," jelas Kepala Desa Limusnunggal, Rusman kepada sukabumiupdate.com, beberapa waktu lalu.
Rusman membenarkan perihal surat tersebut, dan pemerintah desa berhadap ada penanganan khusus oleh instansi terkait untuk menghentikan teror ular berbisa ini. "Hingga saat ini kami belum dapat menganalisa secara akurat kejadian korban gigitan ular di Limusnunggal, maka dari itu dengan segala kerendahan hati memohon kepada pihak terkait yang membidangi, untuk membantu menangani permasalahan ini," tegas Rusman dalam surat itu.
Selain bagaimana mengusir ular berbisa dari sekitar pemukiman warga, Pemdes juga meminta solusi atas mahalnya harga serum anti bisa ular di Kabupaten Sukabumi, khususnya di RSUD Palabuhanratu.
Baca Juga :
"Harga serum anti bisa ular tergolong mahal. Dihargakan Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta di RSUD Palabuhanratu sangat memberatkan warga yang kurang mampu. Mengingat korban yang paling banyak adalah para petani dan pekebun," lanjut Kades dalam surat itu.
Pemdes menyarankan serum anti bisa ular ini disediakannya di Puskesmas atau Bidan Desa karena kebijakan serum anti bisa ular hanya tersedia di Rumah Sakit Umum Daerah saja, menjadi masalah untuk warga karena jarak tempuh.
"Dari desa kami yang cukup jauh, hal ini menjadi penghambat yang cukup signifikan apabila korban terlambat ditolong," pungkas Rusman.
Menanggapi hal ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi menyebut jika selama ini serum anti bisa ular bisa diakses oleh puskesmas. Kabid Pelayanan Kesehatan dr Rika Mutiara menegaskan serum anti bisa ular milik Pemkab Sukabumi berada di GFK atau Gudang Farmasi Kesehatan milik Dinkes.
"Kebijakannya bisa ajuan PKM atau puskesmas ke GFK. Jadi atas ajuan PKM," jelas Rika.
Rika menambahkan warga harus berkoordinasi dengan petugas kesehatan di PKM atau puskesmas saat digigit ular berbisa. Sehingga saat harus ke rumah sakitpun, serum yang dipakai menggunakan milik Pemkab yang ada di gudang farmasi kesehatan.