SUKABUMIUPDATE.com - Kalangan tenaga kesehatan atau nakes mendapat prioritas dari pemerintah untuk diimunisasi pertama dengan vaksin Sinovac segera setelah terbit izin penggunaan daruratnya.
Namun, berdasarkan sebuah survei terbaru, terungkap cukup banyak tenaga kesehatan di luar Jakarta yang menolak divaksinasi.
"Kami mendapatkan 20 persen tenaga kesehatan yang masih tidak mau menerima vaksin, nanti kami akan tingkatkan informasi yang lebih baik," kata Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Cissy B. Kartasasmita, Sabtu 9 Januari 2021, seperti dikutip dari Tempo.co.
Dalam webinar tentang pengetahuan vaksin Covid-19 bagi tenaga kesehatan yang digelar Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran itu Cissy juga mengungkap beragam alasan di balik penolakan itu.
Terbesar, sebanyak 30 persen tenaga kesehatan yang menolak itu menyatakan tidak yakin dengan keamanan vaksin Sinovac.
Lalu 22 persen tenaga kesehatan pesimistis soal efektivitas vaksin Covid-19. Selain itu ada 12 persen yang takut terhadap efek sampingnya, dan 13 persen tenaga kesehatan tidak percaya terhadap vaksin sama sekali.
"Ada 8 persen karena soal halal-haram, 15 persen alasan lain," ujar Cissy sambil menambahkan survei itu melibatkan responden tenaga kesehatan yang tersebar di empat rumah sakit pendidikan di Aceh, Bandung, Mataram, dan Ambon.
Arto Yuwono Soeroto dari Persatuan Dokter Penyakit Dalam Indonesia tak terkejut dengan temuan itu. Menurutnya, di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Singapura, juga ada yang menolak imunisasi Covid-19 walau vaksinnya sudah ada.
Mengutip survei pekerja medis oleh American Nurses Foundation yang melibatkan hampir 13 ribu perawat pada Oktober 2020, Arto menyebut hanya 63 persen tenaga medis yang yakin vaksin Covid-19 akan aman dan efektif. Sebanyak 57 persennya menyatakan nyaman menjelaskan vaksin itu ke pasien.
"Tapi hanya 34 persen tenaga kesehatan itu yang mau divaksin, 36 persen menolak, dan 30 persen tidak yakin,” katanya di acara webinar yang sama.
Alasan terbanyak yang disampaikan sekitar 84 persen yaitu karena vaksin Covid-19 ini terlalu cepat diproduksinya. Dalih kedua yang terbanyak atau 79 persen, tenaga kesehatan tidak mendapat informasi yang cukup soal keamanan, efek samping, dan administrasi vaksin.
Sebab penolakan ketiga yang terbanyak, sekitar 70 persen, karena skeptis atau tidak jelas soal proses uji klinis vaksinnya.
Sumber: Tempo.co