SUKABUMIUPDATE.com - Indonesia ada di peringkat 7 dunia sebagai negara dengan beban pneumonia tertinggi menurut data Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2017. Data dunia itu menyebutkan bahwa terdapat 25,4 ribu kematian balita terjadi karena infeksi pernapasan akut. Jumlah kematian itu 17 persen dari seluruh kematian balita.
Melansir Tempo.co, Pneumonia adalah penyebab kematian balita kedua di Indonesia setelah persalinan prematur dengan prevalensi 15.5 persen. Faktor-faktor penyebab pneumonia berkaitan dengan cakupan terpenuhinya ASI eksklusif yang hanya 54 persen.
Faktor lain adalah masih ada 10,2 persen berat badan bayi yang lahir rendah serta masih ada 42,1 persen bayi yang belum imunisasi lengkap. Polusi udara di ruang tertutup dan kepadatan yang tinggi pada rumah tangga juga mengkhawatirkan. Tahun 2019, terdapat 467,3 ribu kasus pneumonia yang terjadi pada balita.
Save the Children International meluncurkan kampanye global dalam rangka ulang tahunnya ke 100 tahun di tahun 2019. Di Indonesia, Save the Children meluncurkan kampanye yang dinamai STOP Pneumonia. Kampanye itu bertepatan dengan Hari Pneumonia Dunia (HPD) tanggal 12 November.
Kegiatan itu pun adalah hasil kerja sama dengan dengan organisasi masyarakat, akademisi, organisasi profesi, pemerintah dan pihak swasta baik di tingkat nasional maupun di wilayah dampingan Save the Children di Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Bandung. Kampanye STOP Pneumonia perlu dilakukan untuk penyadaran dan perubahan perilaku masyarakat. Berbagai bentuk materi komunikasi edukasi dan informasi juga dapat diunduh di http://stoppneumonia.id
“Kami bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan dukungan Pfizer melalui kampanye STOP Pneumonia mengajak masyarakat untuk menjadikan momen Hari Pneumonia Dunia yang kita peringati di tengah pandemi tahun ini, sebagai kesempatan untuk semakin meningkatkan pemahaman mengenai pneumonia dan mencegah lebih banyak kematian akibat penyakit mematikan ini,” kata CEO Save the Children Indonesia, Selina Sumbung.
Dari pihak swasta, perusahaan Pfizer pun memiliki komitmen untuk berkontribusi dalam menciptakan Indonesia yang lebih sehat. Salah satu wujud komitmen ini tim Pfizer adalah dengan mendukung upaya yang dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya orang tua, terhadap penyakit pneumonia.
"Kami bangga dapat mendukung seluruh rangkaian acara kampanye Stop Pneumonia dalam peringatan Hari Pneumonia Dunia untuk mendorong pemahaman masyarakat tentang upaya pencegahan pneumonia,” ujar Public Affairs Director Pfizer Indonesia Bambang Chriswanto.
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru-paru yang membuat paru-paru dipenuhi dengan cairan dan sel radang. Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi kesehatan serius dan tidak jarang menyebabkan kematian.
Selain itu, pneumonia juga sering terlambat disadari karena gejala awalnya yang sulit dibedakan dengan penyakit pernapasan lain yang ringan seperti pilek dan selesma (common cold). Akibatnya, banyak anak-anak yang mengidap pneumonia tidak mendapatkan perawatan yang seharusnya dan berdampak fatal pada kesehatan mereka.
Menurut Ketua Unit Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia Nastiti Kaswandani, penting sekali orang tua cermati tanda-tanda anak mengidap pneumonia. Salah satunya adalah batuk dan demam yang berkelanjutan.
Gejala awal pneumonia adalah gejala yang menyerupai selesma (common cold) seperti batuk, pilek dan demam yang disertai lemas dan lesu yang berkepanjangan. Gejala pneumonia biasanya bertahan relatif lebih lama daripada gejala pilek dan batuk karena selesma.
Ciri lain pneumonia pada anak adalah kesulitan bernapas. Anak-anak yang mengidap pneumonia sering mengalami kesulitan bernapas yang ditandai dengan frekuensi napas lebih cepat, napas cuping hidung, tarikan dinding dada dan perut, serta bibir dan kuku yang membiru akibat kekurangan oksigen dalam darah.
Kesulitan bernapas pada bayi lebih mudah diketahui ketika beraktivitas atau makan. Bayi yang mengalami kesulitan bernafas akan memprioritaskan mekanisme tubuhnya untuk bernapas sehingga ia akan makan lebih sedikit, gelisah, rewel, atau terlihat tidak nyaman.
Dokter Nastiti menyarankan untuk segera menemui dokter jika ragu atas gejala-gejala yang dialami anak.
Upaya pencegahan dan perlindungan oleh orang tua, masyarakat dan semua pihak perlu ditingkatkan agar anak Indonesia bukan saja terhindar dari wabah pandemi namun juga terhindar dari penyakit mematikan lain yang masih mengancam mereka seperti pneumonia.
Sumber: Tempo.co