SUKABUMIUPDATE.com - Pakar di Satuan Tugas Penanganan COVID-19 mengingatkan orang dengan komorbid atau penyakit penyerta harus lebih meningkatkan penerapan Wajib Iman, Wajib Imun, Wajib Aman (3W) untuk menekan angka penularan SARS-CoV-2.
"Ada tiga hal yang biasa kita sebut iman, imun, dan aman. Jadi, kalau iman berkaitan dengan diri sendiri dengan Tuhan, dari situ kita juga bisa dapat keterangan hati, penting karena hati yang gembira juga obat," kata tim pakar Satgas COVID-19 Bidang Perubahan Perilaku yang juga Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, Turro Wongkaren, dalam temu wicara Cegah COVID-19 Pada Orang Dengan Komorbid di pusat media Satgas COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Kamis, 5 November 2020.
Dikutip dari Tempo.co, Turro mengatakan orang dengan komorbid atau tidak memang harus melakukan protokol kesehatan, harus mampu mengubah perilaku. Soal imun, berkaitan dengan diri seseorang untuk imunitas menjadi lebih tinggi, misalnya tidur cukup, minum berbagai multivitamin, khususnya vitamin C, B, D dan beberapa mineral seperti seng.
"Itu yang membuat kita bisa lebih imun," katanya.
Sedangkan perilaku yang berhubungan dengan orang lain dalam pencegahan COVID-19 adalah yang biasa dikenal dengan 3M, yakni #pakaimasker, #jagajarak, dan #cucitangan dengan sabun.
"Orang-orang dengan komorbid harus melaksanakan semua itu tadi karena khususnya dalam hal menjaga jarak, mencuci tangan, yang seperti itu perlu diterapkan, harus difokuskan karena kalau imun rendah, memiliki komorbid sangat rentan sehingga perlu ditingkatkan dalam segala hal," tambah Turro Wongkaren.
Dokter spesialis penyakit dalam Candra Wiguna mengatakan COVID-19 memiliki spektrum gejala klinis yang sangat luas, mulai dari yang tidak bergejala sampai yang bergejala berat, bahkan hingga menyebabkan kematian. Dalam beberapa bulan pandemi COVID-19 sudah diketahui pasien dengan gejala berat hingga menyebabkan kematian itu ternyata lebih dari 90 persen memiliki penyakit penyerta yang sudah diderita sebelumnya, atau dikenal sebagai komorbid.
"Atau selain penyakit mungkin ada faktor usia dan sebagainya," ujarnyanya.
Ia mengatakan setiap komorbid itu bisa menjadikan COVID-19 menjadi lebih berat, misalnya faktor usia. Tentu dengan usia yang sudah lanjut akan cenderung lebih berat dibanding yang muda. Kemudian ada penyakit seperti hipertensi, diabetes, yang membuat daya tahan tubuh menjadi lebih rendah dari yang tidak memiliki komorbid.
Lalu ada pula penyakit kardiovaskular atau jantung dan pembuluh darah. Orang yang sudah mengalami persoalan jantung atau paru tentu fungsi organnya sudah menurun dibanding yang belum memiliki penyakit tersebut.
"Hal-hal inilah yang dapat meningkatkan derajat sakit pada COVID-19 dan meningkatkan angka kematian pada penderita," ujarnya.
Ia mengatakan secara umum gejala COVID-19 bervariasi, ada yang bergejala ringan sampai berat. Mereka yang memiliki komorbid akan mengalami gejala yang lebih berat, seperti sesak napas yang bisa membuat kegagalan napas, bahkan sampai butuh alat bantu napas ventilator. Kalau yang tidak memiliki komorbid akan mengalami gejala umum, misalnya demam dan sakit sendi.
Sumber: Tempo.co