SUKABUMIUPDATE.com - Penyakit lupus pada anak sama dengan lupus pada orang dewasa. Namun, anak-anak dengan lupus lebih sering mengalami sakit untuk jangka waktu yang lebih lama sebelum diagnosis dibuat. Melansir dari tempo.co, itu sebabnya, lupus pada anak cenderung dikaitkan dengan gangguan organ internal yang signifikan ketika didiagnosis.
Pemaparan tersebut disampaikan oleh dokter spesialis anak (konsultan) Reni Ghrahani Dewi Majangsari dalam Tanya IDAI di Instagram Live, Selasa, 12 Mei 2020. Menurut Dewi, lupus pada umumnya menyerang sistem tubuh sendiri, disebut juga penyakit 1.000 wajah yang bisa menyerupai gejala penyakit lainnya.
"Dalam spektrum penyakitnya bisa mengenai segala organ, namun ada juga sebatas menyerang kulit. Sistem imun yang harusnya melindungi berbagai virus, bakteri dan lain-lain namun malah menyerang ke tubuh atau organ sendiri seperti kulit, persendiam, otak, ginjal, paru-paru. Jika progresif bisa menyebabkan kematian," kata Reni.
Secara umum, tanda dan gejala Lupus pada anak maupun orang dewasa sama. Namun, pada anak memiliki ciri khusus yang bisa diperhatikan sebelum diagnosis ditegakkan. Gejala tersebut antara lain demam tanpa sebab yang jelas, anak sering berobat, panas badan berulang, nyeri pada otot dan sendi, dan kadang ditemukan bengkak pada sendi.
"Selain itu, kadang juga muncul ruam pada kulit yang disebut ruam kupu-kupu, rambut menipis, lekas letih seolah tidak mau beraktivitas, sariawan di bagian langit-langit, tapi tidak nyeri, keadaan tertentu dada nyeri sesak, ujung jari kebiruan, sering ada keluhan sensitif sinar matahari timbul iritasi dan kemerahan, dan trombosit rendah," ujar Reni.
Beberapa anak terlahir memiliki potensi genetik autoimun, tapi tidak semua bisa sakit kecuali mendapatkan pencetus dari luar. Pencetusnya bisa ultraviolet, hormonal esterogen, dan obat-obatan yang memicu alergi. Seringnya, itu terjadi pada masa reproduksi atau remaja namun pada anak seringnya dari usia 9-15 tahun atau menurut penelitian 11-13 tahun.
Orang dengan lupus atau odapus biasanya dari lahir sudah potensial membawa penyakit ini. Anak yang lahir dari orang tua yang menderita lupus, hanya berisiko sekitar 5 persen untuk terkena penyakit tersebut.
Sementara untuk pengobatan tergantung pada spektrum lupus, derajat organ yang terkena, jadi setiap anak tidak akan sama. Penanganan butuh kerja sama yang baik supaya anak bisa mendapatkan treatment yang tepat. Bila pengobatan yang masuk dalam keadaan remisi atau secara klinis tenang, obat bisa dikurangi dengan catatan tidak tercetus.
Untuk mengetahui kondisi apakah masuk remisi atau tidak Anda bisa berkonsultasi dengan dokter. Dalam kondisi klinis tenang, obat-obatan bisa berkurang dan layanan konsultasi juga bisa melalui telemedicine.
Sayangnya, menurut Reni, kebanyakan kasus anak baru periksa ke dokter setelah gejala yang berkepanjangan. Ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
"Lupus bisa mengganggu tumbuh kembang anak sebab sakit berkepanjangan, faktor pengobatan berpengaruh ke daya tahan tubuh. Pengobatan secara optimal akan berpengaruh (baik) pada tumbuh kembang dan anak bisa memiliki kualitas hidup lebih baik," ucapnya.
Sumber : tempo.co