SUKABUMIUPDATE.com - Media sosial rentan membuat seseorang mudah stres hingga depresi bukan tanpa penelitian dan survei. Bahkan penelitian menunjukkan penderita depresi pada perempuan karena media sosial semakin banyak, khususnya remaja.
Remaja merupakan kelompok usia yang amat rentan terkena depresi. Akan tetapi, risikonya ternyata berbeda antara remaja laki-laki dan perempuan. Menurut sebuah penelitian terbaru dalam Journal of Adolescence, angka penderita depresi pada perempuan dari tahun ke tahun meningkat lebih pesat dibandingkan remaja laki-laki.
Peningkatan tersebut disinyalir berhubungan dengan semakin maraknya penggunaan smartphone dan media sosial. Lantas, bagaimana kedua faktor tersebut bisa meningkatkan risiko depresi? Berikut penjelasan selengkapnya.
Mengacu data yang dihimpun oleh National Survey on Drug Use and Health Amerika Serikat, jumlah remaja perempuan yang mengalami depresi dan melakukan percobaan bunuh diri sudah menunjukkan peningkatan sejak tahun 2010.
Dilansir Suara.com dari Hello Sehat, Angka penderita depresi yang tadinya sebesar 12 persen pada tahun 2011 menjadi 20 persen pada tahun 2017. Selama tahun 2015, jumlah remaja perempuan yang dilarikan ke rumah sakit akibat self-harm meningkat 3 kali lipat dibandingkan tahun 2010.
Selain depresi dan perilaku self-harm, para remaja tersebut juga rentan memiliki pikiran serta keinginan untuk bunuh diri. Selama tahun 2007 hingga 2015, jumlah remaja perempuan yang melakukan bunuh diri meningkat sebanyak dua kali lipat.
Penggunaan smartphone dan media sosial terbukti menjadi salah satu faktor yang memicu depresi pada remaja, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, keduanya ternyata memiliki kebiasaan yang berbeda dalam menggunakan smartphone.
Remaja laki-laki lebih sering memakai smartphone untuk bermain game, sedangkan remaja perempuan untuk chatting atau menggunakan media sosial. Keduanya memiliki pola komunikasi yang berbeda.
Bermain game memungkinkan remaja laki-laki untuk berkomunikasi secara langsung melalui voice chat. Sebaliknya, media sosial membuat remaja perempuan berinteraksi lewat gambar dan tulisan. Padahal, hal sepele seperti menanti balasan chat yang lama sudah bisa memicu rasa cemas.
Media sosial juga seakan-akan membentuk kasta dari jumlah pengikut dan likes pada akun mereka. Mereka merasa perlu mengedit foto sebagus mungkin, membuat citra diri yang baik, dan merangkai kata sebaik mungkin sebelum mengunggahnya. Tanpa sadar, mereka terus membandingkan diri dengan orang lain.
Media sosial yang seharusnya membuat remaja perempuan bisa berinteraksi dengan teman-temannya justru menimbulkan stres, frustrasi, dan akhirnya depresi. Ditambah bully dan persaingan popularitas, hal ini lambat laun menurunkan rasa bahagia mereka.
Cara mencegah depresi akibat media sosial
Sebagai orangtua, Anda dapat berperan aktif mencegah depresi pada remaja dengan membatasi penggunaan smartphone mereka. Anak sebaiknya juga tidak diizinkan menggunakan media sosial sebelum berusia 13 tahun ke atas.
Melarang anak remaja untuk memiliki media sosial memang tidak mudah, tapi cobalah memberikan penjelasan yang mungkin bisa diterima olehnya. Anak Anda mungkin akan ngambek atau tidak merespons dengan baik, tapi ingatlah bahwa ini untuk kebaikannya juga.
Apabila anak Anda sudah cukup usia dan ingin memiliki media sosial, usahakan untuk memantau kegiatannya selama berselancar di dunia maya. Ajari ia cara menggunakan media sosial yang baik dan batasi penggunaannya dalam sehari.
Pengawasan adalah hal yang paling penting, berapa lama dan apa yang anak dilakukan dengan handphone, orang tua harus memberi batasan. Penggunaan smartphone dan media sosial memang rentan meningkatkan risiko depresi pada remaja perempuan. Namun, dengan pengawasan yang baik, Anda bisa membuat media sosial menjadi tempat yang bermanfaat bagi anak tanpa memicu dampak negatif.
Sumber : suara.com