SUKABUMIUPDATE.com - Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2018, sebanyak 1,1 juta anak di bawah usia 15 tahun mengidap tuberkulosis (TB). Sebanyak 32 ribu di antaranya bahkan diketahui mengalami tuberkulosis resisten obat (TB MDR).
Sayangnya, kurang dari 5 persen yang terdiagnosa mendapatkan perawatan. Salah satu alasannya tersedianya obat untuk dewasa namun tidak bagi anak. Padahal, perawatan TB MDR untuk dewasa dan anak-anak berbeda.
“Anak-anak memerlukan formulasi berbeda untuk perawatan dibandingkan orang dewasa yang lebih sesuai dengan ukuran anak yang lebih kecil dan yang dapat diambil lebih mudah, misalnya didispersikan dalam air daripada dihancurkan dan dicampur,” kata Direktur Eksekutif Forum Stop TB Partnership, Lucica Ditiu.
Oleh sebab itu, forum Stop TB Partnership pun meluncurkan inisiatif obat TB MDR bagi anak. Dengan begitu, sedikit anak-anak dengan TB MDR yang didiagnosis dan dirawat secara global, membuat formulasi baru ini sulit dikembangkan, diproduksi, dan didistribusikan.
“Bersama dengan Proyek Sentinel tentang Pediatri DR-Tuberculosis, kami pun bekerja untuk mengidentifikasi negara-negara yang dapat mengimplementasikan formulasi pediatrik baru dengan cepat sehingga bisa menyelamatkan jiwa anak di negara-negara dalam waktu kurang dari 12 bulan,” katanya.
Kini, obat yang bentuknya dilarutkan sehingga mudah dikonsumsi anak dan membantu mengurangi efek samping yang berbahaya dan permanen itu sudah dibeli oleh 56 negara dan diperkenalkan di Haiti dan Nigeria. Harganya pun tengah dinegosiasi untuk turun 30 sampai 85 persen, tergantung dari obat yang digunakan.
“Pada 2019, 1.100 perawatan untuk anak TB MDR di seluruh dunia sudah dijalankan. Semoga nantinya bisa mencapai rencana global untuk mengakhiri TB pada tahun 2022,” jelasnya.
SUMBER: TEMPO.CO