SUKABUMIUPDATE.com - Berbuka puasa yang disarankan oleh para pakar kesehatan tentunya harus dimulai dengan yang manis. Sebab, ini dapat mengembalikan kerja sistem pencernaan setelah tidak diisi apapun selama kurang lebih 13 jam. Tapi sebagian orang yang gemar merokok lebih memilih berbuka dengan sebatang tembakau yang digulung. Apakah hal tersebut diperbolehkan?
Dokter spesialis paru yang sekaligus ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto mengatakan hal itu tidak disarankan. “Saat berbuka, perut sedang dalam kondisi kosong. Artinya, ketika seseorang mengkonsumsi rokok, secara tidak langsung ia memasukkan zat-zat beracun di tubuhnya,” katanya
Zat beracun itu akan langsung berpengaruh untuk pertama kalinya ke bagian otak. Sebab, nikotin yang terdapat pada rokok dapat mengikat hemoglobin darah 300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen. Tak heran, aliran oksigen ke otak pun menjadi berkurang.
“Kalau sudah begini, sistem kerja otak akan terganggu. Efeknya akan berupa sakit kepala, lemas dan mual. Bukannya justru makin sehat dan kuat, malah jadi sakit kan?” katanya.
Lebih dari itu, merokok juga dapat memperparah risiko komplikasi pada penyakit degeneratif seperti jantung dan paru-paru. Apabila dikonsumsi dalam keadaan perut kosong, nikotin pada rokok dipercaya dapat mempercepat penumpukan lemak serta plak pada arteri.
“Ini dapat menghambat dan mempersempit aliran darah. Dengan demikian, serangan jantung dan sesak nafas sangat mudah diderita,” katanya.
Dalam hal ini, Agus pun menggarisbawahi pentingnya tidak merokok. Ia juga mengimbau agar bulan puasa dapat dijadikan kebiasaan untuk menghentikan penggunaan rokok itu sendiri.
“Kalau saya bilang begini, bukan berarti kalau tidak puasa, boleh merokok ya. Karena rokok tidak hanya berdampak bagi Anda, tapi juga orang sekitar, usahakan untuk berhenti seterusnya karena akan berimbas bagi kesehatan jangka panjang,” katanya.
Sumber: Tempo