SUKABUMIUPDATE.com - Bertepatan dengan Hari Gizi Nasional setiap 25 Januari, stunting kembali menjadi perbincangan. Kondisi ini terjadi ketika perawakan anak lebih pendek dari yang seharusnya, disebabkan kekurangan gizi dalam jangka panjang alias kronis.
Persoalan stunting di Indonesia sebenarnya telah terjadi sejak 40 sampai 50 tahun lalu. Hal itu terungkap dalam diskusi kesehatan MilkVersation: Hari Gizi Nasional bertajuk "Investasi Protein, Stunting, dan Upaya Selamatkan Generasi Mendatang" bersama Frisian Flag Indonesia di Jakarta, Rabu, 23 Januari lalu.
Hadir sebagai salah satu narasumber, Spesialis Nutrisi dan Penyakit Metabolik pada Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K). Damayanti menjelaskan, stunting selalu dimulai dari penurunan berat badan akibat asupan nutrisi yang kurang. Anda dapat mengatasinya dengan memperhatikan asupan gizi si kecil setelah memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.
"Perhatikan makanan pendamping ASI alias MPASI. Komposisi MPASI idealnya menyerupai komposisi ASI, yakni karbohidrat, lemak, dan protein. Sejak awal MPASI hingga usia 2 tahun, ketiga makronutrisi ini harus tercukupi untuk mendukung pertumbuhan otaknya," kata dia.
Damayanti juga berpesan agar jangan takut memberikan lemak kepada si kecil karena penting bagi otaknya. "Utamakan hewani, karena dalam ASI, komposisi protein hewaninya lebih banyak," ujar Damayanti kepada tabloidbintang.com.
DSusu dan telur merupakan sumber protein hewani yang paling baik. Diikuti dengan produk susu, unggas, ikan, hati, dan daging. Menurut dia, sumber hewani tidak harus mahal. "Si kecil bisa diberi telur, hati ayam, dan berbagai jenis ikan lokal yang harganya relatif terjangkau," kata dia.
Menurut Damayanti, protein nabati memiliki asam amino yang kurang lengkap. "Protein hewani boleh digabung dengan nabati, asal selengkap asam amino esensial pada ASI. Anda bisa mendiskusikannya dengan dokter."
Sumber: Tempo