SUKABUMIUPDATE.com - Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia berjanji mengikuti regulasi mengenai kandungan mikroplastik dalam air minum. Masalahnya, hingga kini, pemerintah belum menetapkan riset mikroplastik sebagai persyaratan kualitas air minum.
Ketua Umum Asosiasi, Rachmat Hidayat, mengatakan industri tidak menanti regulasi tentang mikroplastik. Namun, ia meyakini, regulasi apa pun yang dibuat pemerintah bakal didasari kajian yang mendalam. "Pemerintah juga pasti akan melihat standar yang berlaku di dunia internasional, apakah sudah mengatur mikroplastik atau belum," kata dia kepada Tempo di Jakarta, Kamis, 16 Maret 2018.
Plastik dalam pecahan mikro ditemukan pada sampel air kemasan yang diteliti State University of New York bersama Orb Media. Riset itu dipublikasikan serentak kemarin, bersamaan dengan peringatan Hari Hak Konsumen Dunia.
Pada September tahun lalu, Orb Media juga merilis hasil penelitian tentang partikel plastik yang mencemari sumber air bersih dalam rumah tangga di kota-kota dunia. Kala itu, Orb Media bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat University of Minnesota, Amerika Serikat. Mereka meneliti sebanyak 159 sampel air dari berbagai tempat di dunia. Dua puluh satu di antaranya dikumpulkan dari Jakarta dan sekitarnya sepanjang periode Januari-Maret tahun lalu.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 telah mengatur 98 parameter syarat air minum yang layak mulai dari batas maksimum arsen, aluminium, klorida, dan lainnya. Namun tak ada yang mengatur mikroplastik.
Menanggapi hasil penelitian terakhir, sejumlah ahli mendesak pemerintah Indonesia agar memasukkan kandungan mikroplastik sebagai obyek riset baku mutu air bersih dan air minum. Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muhammad Reza Cordova, meminta pemerintah segera memasukkan faktor mikroplastik dalam baku mutu air.
Sebelumnya, Reza menyarankan hal yang sama ketika mikroplastik ditemukan mencemari air ledeng di lima kota besar di Indonesia pada September lalu. Namun, hingga kini, peraturan Menteri Kesehatan belum direvisi. "Riset mikroplastik belum menjadi standar dalam air bersih maupun air minum," kata dia.
Desakan yang sama datang dari ahli toksikologi Universitas Indonesia, Budiawan. "Perkembangan ilmu pengetahuan seharusnya diikuti dengan regulasi yang sesuai," kata dia. Menurut Budiawan, mikroplastik telah menjadi perhatian ilmuwan di seluruh dunia sejak tren penggunaan sampah plastik meningkat.
Karena sifatnya yang tidak bisa terurai, menurut Budiawan, mikroplastik akan terus terpecah. "Kalau berukuran mikro hingga nanometer, plastik bisa diserap sel dan masuk aliran darah. Ini petaka," kata dia.
Sumber: Tempo